Tapas (penance) does not mean positioning oneself upside down, head on the ground and feet held up like a bat. Nor is it the renunciation of possessions and properties, wife and children, emaciating one’s body or holding the nose to regulate one’s breath. Physical actions, oral assertions and mental resolves—all three have to be in unison. The thought, the speech and the act, all have to be pure. This is the real Tapas. And they have to be co-ordinated not by the compulsion of duty. The effort must be undertaken for satisfying one’s inner yearnings, for the contentment of the Self. This struggle is the essence of Tapas.
Thapas (bertapa) bukan berarti melakukan postur posisi badan terbalik, kepala berada di tanah dan mengangkat kaki, seperti kelelawar. Bukan pula menolak harta benda dan kekayaan, istri dan anak-anak, menguruskan badan atau mengatur nafas. Tindakan, perkataan, dan pikiran– ketiganya haruslah sejalan. Pikiran, perkataan, dan perbuatan semuanya harus murni. Inilah Thapas yang sebenarnya. Dan mereka harus diseimbangkan bukan karena paksaan. Usaha-usaha harus dilakukan untuk memenuhi kerinduan batin untuk kepuasan sang diri. Perjuangan ini adalah esensi dari Thapas.
- Vidya Vahini, Chap 12.
No comments:
Post a Comment