Friday, October 29, 2010

Sai Inspires 29th October 2010


Ordinary humans struggle to win material happiness and external pleasures. They do not seek the spiritual bliss (ananda) that the Atma, their inner reality, can grant. They lose the great opportunity of experiencing it, and they don’t take any steps appropriate for the purpose. All the time, their attention is directed only to the external world. It does not turn inward. Looking outward is the characteristic of animals, not of humans. The important organs of sense perception in the human body - the eye, the nose, the tongue, etc. - all open outward in order to contact external objects. The Sovereign Lord is the embodiment of indivisible sweetness (rasa), the treasure house of bliss, and can be realized only when you look inward. A wise person would gradually and stea dily endeavour to look inward and acquire that victory of Bliss.

Kebanyakan manusia berjuang untuk memenangkan kebahagiaan material dan kesenangan duniawi. Mereka tidak mencari kebahagiaan rohani (Ananda) yaitu Atma, yang merupakan realitas batin mereka. Mereka kehilangan kesempatan besar mengalami hal itu, dan mereka tidak mengambil langkah-langkah yang tepat untuk tujuan tersebut. Sepanjang waktu, perhatian mereka diarahkan hanya tertuju pada objek-objek duniawi. Hal ini tidak membawa kita ke dalam diri. Melihat keluar adalah karakteristik hewan, bukan karakteristik manusia. Organ-organ penting dalam tubuh manusia - mata, hidung, lidah, dll - semua terbuka berhubungan dengan objek-objek eksternal. Tuhan Yang Maha Kuasa merupakan perwujudan dari manisnya kebahagiaan (Rasa), rumah harta karun kebahagiaan, yang dapat direalisasikan hanya bila engkau melihat ke dalam diri. Orang bijaksana secara bertahap dan terus-menerus akan berusaha untuk mencari ke dalam diri dan mendapatkan kemenangannya yaitu Kebahagiaan Sejati.


- Sutra Vahini, Chap 7, "Look Inward, Not Outward"

Thursday, October 28, 2010

Sai Inspires 28th October 2010


The mind is engaged in two activities: alochana or planning, and sambhashana or dialogue. Both these follow different lines. Planning is intent on solving problems that present themselves before the mind. Dialogue multiplies the problems and confounds the solutions causing confusion and adoption of wrong and ruinous means to solve them. The inner conversation and controversial chatter continues from morning till night, until sleep overtakes the mind. It causes ill-health and the early setting in of old age. The topics on which the chatter is based are mostly the faults and failings of others and their fortunes and misfortunes. This perpetual dialogue is at the bottom of all the miseries of man. It covers the mind with thick darkness. It grows wild very quickly and suppresses one's genuine worth.

Pikiran digunakan dalam dua aktivitas: Alochana atau perencanaan dan Sambhashana atau dialog (percakapan). Kedua hal ini mengikuti jalur yang berbeda. Perencanaan bermaksud untuk memecahkan masalah yang timbul sebelum dipikirkan. Dialog justru akan melipat-gandakan permasalahan yang ada dan menimbulkan kerancuan dalam upaya untuk mencari solusi yang semestinya digunakan untuk menyelesaikan persoalan tersebut. Percakapan batin dan obrolan kontroversial yang berkepanjangan dari pagi sampai malam, terbawa pikiran sebelum tidur. Hal ini menyebabkan gangguan kesehatan dan menyebabkan cepat tua. Topik-topik yang dibicarakan sebagian besar didasarkan pada kesalahan dan kegagalan orang lain serta peruntungan nasib dan kemalangan mereka. Percakapan yang tak henti-hentinya inilah yang menyebabkan semua penderitaan manusia. Ia menyelubungi pikiran dengan kegelapan yang tebal dan dapat tumbuh dengan sangat cepat serta membenamkan sifat-sifat sejati seseorang.

- Vidya Vahini, Chap 28

Sai Inspires 27th October 2010


The Supreme Sovereign Lord manifesting Himself as Brahma, Vishnu and Maheswara, through the prompting of Primal Will is engaged in creating, fostering and destroying the worlds. In what is thus created, there is always the principle of Dualism. There is difference and disparity between one and another. If these differences and disparities are harmonised wisely, the world will have happiness and peace. If, on the other hand, living beings behave wrongly, the world will be sunk in anxiety, misery and confusion. When these arise, the Lord assumes appropriate Forms and affords necessary protection and correction. He sets right the damaged world, removes the evil forces that caused the damage, and instructs mankind in the science of fostering the right and the good.

Tuhan Yang Maha Kuasa memanifestasikan diri-Nya sebagai Brahma, Wisnu dan Maheshwara, melalui Primal Desire (Moha) dalam menciptakan, memelihara dan menghancurkan dunia. Dalam penciptaan, selalu ada prinsip Dualisme. Ada pertentangan dan perbedaan antara satu dengan yang lainnya. Jika perbedaan-perbedaan tersebut diselaraskan dengan bijaksana, dunia akan mengalami kebahagiaan dan kedamaian. Jika di sisi lain makhluk hidup berperilaku salah, dunia akan tenggelam dalam kecemasan, kesengsaraan, dan kekacauan. Ketika hal ini muncul, Tuhan mengambil Wujud yang sesuai dan memberikan perlindungan dan perbaikan yang diperlukan. Beliau memperbaiki dunia yang rusak, menghilangkan kekuatan jahat yang menyebabkan kerusakan, dan mengajari manusia ilmu pengetahuan yang tepat dan baik.

- Bhagavatha Vahini, Chap 30, " The Bhagavatha Path".

Sai Inspires 26th October 2010


Teachers who teach with the salary paid to them in their minds, and students who learn with the jobs they may procure as their focus are both pursuing wrong paths. In fact, the task of the teacher is to discharge his duty of instructing and inspiring the students so that they develop their latent talents and advance in the perfection of their skills. The task of the student is to unfold the Divine in him and equip himself for serving society with his skill and knowledge.

Guru yang mengajar dengan hanya memikirkan gaji yang akan dibayarkan kepadanya, dan siswa yang belajar hanya karena tugas, kedua-duanya mengejar jalan yang salah. Sesungguhnya tugas guru adalah untuk melaksanakan kewajibannya mengajar dan memberi inspirasi kepada para siswa sehingga para siswa dapat mengembangkan bakat terpendam yang ada dalam diri mereka dan maju dalam kesempurnaan keterampilan mereka. Kewajiban seorang siswa adalah untuk mengembangkan Ketuhanan di dalam dirinya dan melengkapi dirinya untuk melayani masyarakat dengan keterampilan dan pengetahuan yang dimilikinya.

- Vidya Vahini, Chap 28.

Sai Inspires 25th October 2010


When the person who is bound relies on the one who is not bound, he can get rid of his bonds and move about freely. The person who is deep in grief must seek refuge in the one who is floating on spiritual bliss (ananda) filled with joy. Bondage plunges one into sorrow; the Lord is Total Bliss Personified. Therefore, one can be completely cured of grief only by resorting to the inexhaustible spring of delight, the Lord. And what exactly is liberation (moksha)? It is release from grief, the absence of sorrow, and attainment of spiritual bliss (ananda-praapti). The supreme Self, the sovereign Lord, is the embodiment of indivisible sweetness (rasa), the treasure house of bliss (ananda nilaya). Hence, those who seek and secure His grace gain eternity itself.

Ketika orang yang terikat bergantung pada orang yang tidak terikat, ia dapat melepaskan ikatannya dan dapat bergerak bebas. Orang yang mengalami kesedihan yang mendalam harus mencari perlindungan pada orang yang telah mendapatkan kebahagiaan rohani (Ananda), yaitu orang yang dipenuhi dengan sukacita. Keterikatan menjerumuskan seseorang ke dalam kesedihan. Tuhan adalah perwujudan Kebahagiaan sejati. Oleh karena itu, seseorang benar-benar dapat disembuhkan dari kesedihan hanya dengan beralih pada kebahagiaan sejati yaitu Tuhan. Dan apa yang dimaksud dengan kebebasan (Moksha)? Kebebasan adalah lepas dari kesedihan, ketiadaan kesedihan, dan pencapaian kebahagiaan rohani (Ananda-Praapti). Tuhan merupakan perwujudan dari manisnya kebahagiaan (Rasa) serta rumah harta karun kebahagiaan (Ananda Nilaya). Oleh karena itu, mereka yang mencari dan mendapatkan rahmat-Nya akan memperoleh keabadian itu sendiri.

- Sutra Vahini, Chap 7, Divine Will is the Cause of all Causes.

Sai Inspires 4th October 2010


Those who are intent on sensory pleasures spend their days in worry, anxiety, pain, grief and tears throughout a long period of life; they breed like birds and beasts. They eat good food and cast it away as waste. This is the purposeless life that most people lead. Can you call this the process of living? Enormous numbers of living beings exist on the earth. Living is not enough. It has no value by itself, for itself. One can be considered to be alive only if the motives, feelings, thoughts, and attitudes that prompt a person reveal the divine qualities within.

Mereka yang hanya memuaskan kesenangan indera, menghabiskan waktu mereka dalam kekhawatiran, kegelisahan, kesedihan, duka-cita dan air mata sepanjang hidupnya, mereka diandaikan hidup bagaikan burung-burung dan binatang buas. Mereka makan makanan yang baik dan membuangnya begitu saja sebagai sampah. Ini merupakan hidup tanpa tujuan yang kebanyakan orang-orang jalani saat ini. Dapatkah ini disebut sebagai proses kehidupan? Jumlah makhluk hidup sangat banyak di bumi ini. Tempat tinggal sudah tidak cukup lagi. Hal ini bukanlah memiliki arti menurut dirinya sendiri serta untuk dirinya sendiri. Seseorang dapat dianggap hidup hanya jika motif, perasaan, pemikiran, serta sikap yang dimilikinya mendorongnya mengungkapkan sifat Ketuhanan yang ada dalam dirinya.


- Bhagavatha Vahini, Chap 29 .

Sai Inspires 23th October 2010


Each one of you require faith in yourselves, more than most other qualities. The absence of self-confidence marks the beginning of one’s decline. Today, the world is facing ruin and disaster because people have lost confidence in themselves. Self-confidence alone is capable of granting peace and prosperity to each and every person. If you cultivate self-confidence, you will receive kindness everywhere. You will be honoured in all places. Whatever you touch, will become gold!

Setiap orang memerlukan kepercayaan dalam dirinya, lebih dari sifat-sifat yang lainnya. Tidak adanya rasa percaya diri merupakan tanda awal kemunduran seseorang. Saat ini, dunia sedang menghadapi kehancuran dan bencana karena orang telah kehilangan kepercayaan pada diri mereka sendiri. Kepercayaan pada diri sendiri-lah yang mampu memberikan kedamaian dan kemakmuran bagi setiap orang. Jika engkau memupuk rasa percaya diri, engkau akan menerima kebaikan di mana-mana. Engkau akan dihormati di semua tempat. Apa pun yang engkau sentuh, akan menjadi emas!

- Vidya Vahini, Chap

Sai Inspires 22th October 2010


Liberation is the realisation of awareness, achievement of oneness with the Divine. Each and every living being has to attain this consummation, this goal - the Brahman. That is its true destination. Some day or the other, the urge to win release from the shackles of grief and joy, and the bonds of “I” and “mine” will awaken and emerge. The path that is taken then inevitably leads to freedom (moksha). Seeking that path is the sign of the intelligent person. Instead of this search, when one considers the objective world as all-important and feels drawn toward its charm, life is barren and is of no consequence.

Kebebasan adalah realisasi kesadaran, mencapai kesatuan dengan Tuhan. Setiap makhluk hidup ingin mencapai penyempurnaan ini, tujuan ini, yaitu Brahman, yang merupakan tujuan yang benar. Beberapa waktu yang akan datang, dorongan untuk memenangkan pembebasan dari belenggu kesedihan dan kegembiraan, dan bebas dari ikatan "aku" dan "kepunyaanku" akan bangkit dan muncul. Jalan yang kemudian diambil pasti akan mengarah pada kebebasan (Moksha). Mencari jalan menuju Moksha adalah tanda dari orang cerdas. Ketika seseorang menganggap objek-objek duniawi sebagai hal yang penting dan merasa tertarik terhadap kenikmatan duniawi, maka kehidupannya akan kering dan tidak akan bisa menghindari konsekuensinya.

- Sutra Vahini, Chap 6, "Supreme Self is the Primal Entity".

Sai Inspires 21th October 2010


Eyes and ears that seek evil, tongue that craves to malign, nose that enjoys the foul, and hands that delight in wickedness—these must be totally avoided. Whoever has any of these must correct them immediately. Or else, one’s future is bound to be disastrous. The wrongs of the five indriyas (senses) will result in the destruction of the five pranas (vital energies) and the killing of the five koshas (sheaths of existence). Of course, the senses yield momentary pleasure and joy but, as the saying goes, “senility lies in wait.” Sensual pleasures bring about great grief quite soon.

Mata dan telinga yang melihat dan mendengar yang buruk , lidah yang digunakan untuk berbicara buruk (memfitnah), hidung yang mencium bau busuk, dan tangan yang bekerja dalam kejahatan – semua hal ini harus benar-benar dihindari. Siapapun yang memiliki salah satu dari keburukan tersebut, harus memperbaikinya dengan segera. Jika tidak, maka masa depannya berada di ambang kehancuran. Kesalahan-kesalahan dari lima Indriyas (indera) akan mengakibatkan kehancuran lima Pranas (energi vital) dan membunuh lima Koshas (selubung eksistensi). Panca indera menghasilkan kesenangan dan kebahagiaan sesaat, seperti kata peribahasa berikut,”kesenangan duniawi akan hilang dimakan waktu, “dan kesenangan duniawi tersebut akan membawa kesedihan yang cukup besar.


-Vidya Vahini, Ch 27.

Sai Inspires 20th October 2010


It is quite a common occurrence that stories of the Divine are narrated and heard by gatherings of thousands. But Jnana (wisdom) can be achieved only by placing complete faith in what is heard. That faith must result in a cleansed mind, a pure heart. Whoever listens to the Lord's narrative and imbibes the nectar therein with a heart bubbling over with yearning for the Divine, with unshakeable faith in God, they will attain constant joy and Self-realisation. This is beyond the realm of doubt.

Kisah-kisah tentang Tuhan telah diceritakan dan didengar dalam ribuan kali pertemuan. Tetapi Jnana (kebijaksanaan) dapat dicapai hanya dengan menempatkan keyakinan penuh terhadap apa yang sudah didengar. Keyakinan tersebut harus menghasilkan pikiran yang bersih dan hati yang murni. Siapapun yang mendengarkan kisah-kisah tentang Tuhan dan meminum nektar di dalamnya dengan hati penuh dengan kerinduan pada Tuhan, dengan keyakinan yang mantap pada Tuhan, mereka akan mencapai kebahagiaan dan realisasi diri.

- Bhagavatha Vahini, Chap 29, "The Dialogue Begins".

Sai Inspires 19th October 2010


When the cause is known, one can know all its consequences. The entire universe was formed from the five primordial elements (prapancha), and is a projection by the Divine Will. It is a consequence of the Will of God (Bhagavath-Sankalpa). God is the cause of all creation. Correct vision will reveal to us unity in diversity; one’s limited intelligence cannot unravel it. With distorted vision (ku-darshan), one sees only the name and form, the appearances, and therefore gets deluded and confounded. One gets tossed by likes and dislikes, pleasure and pain, elation and depression. One is aware only of the unreal which appears in diverse names and forms. Correct vision (Su-darshan) makes you see the One in the many. It reveals unity in diversity and confers supreme delight.

Jika penyebabnya diketahui, seseorang dapat mengetahui segala akibatnya. Seluruh alam semesta dibentuk dari lima elemen (Prapancha), dan merupakan proyeksi dari kehendak Tuhan, yang merupakan konsekuensi dari kehendak Tuhan (Bhagavath-Sankalpa). Tuhan adalah penyebab dari semua ciptaan. Visi yang benar akan mengungkapkan persatuan dalam keberagaman. Kecerdasan manusia yang terbatas tidak akan bisa mengungkapkan hal tersebut. Dengan visi terdistorsi (Ku-darshan), seseorang hanya melihat nama-bentuk, penampilan, dan oleh karena itu akan tertipu dan bingung. Seseorang dapat memiliki rasa suka dan tidak suka, senang dan sedih, gembira dan depresi. Seseorang akan sadar hanya ketika yang tidak nyata menunjukkan perbedaan nama dan bentuk. Visi yang benar (Su-darshan) membuatmu melihat Tuhan dalam semuanya. Hal ini mengungkapkan kesatuan dalam keragaman dan menganugerahkan kegembiraan tertinggi.

- Sutra Vahini, Chap 7, "Divine Will is the Cause of all Causes".

Sai Inspires 18th October 2010


Envy expands the string of mischief it plays on people. It makes one revel in scandalising others. This evil today is widespread among the youth. It comes naturally to them, for it is a sign of ignorance. To get rid of this habit, you must devote some time, early in the day and before retiring for sleep, in exploring the mind and examining faults that have secured foothold therein. You must pray to God to save you from this tendency. When once you have won the Grace of God, you can be rest assured that such absurdities will not deform your character!

Iri hati semakin memperburuk sifat seseorang. Itu akan membuat seseorang bergembira diatas skandal orang lain. Saat ini kejahatan tersebar luas di kalangan pemuda. Kejahatan tersebut datang secara alami kepada mereka, karena itu merupakan tanda kebodohan. Untuk menghilangkan kebiasaan ini, engkau harus menyediakan waktu di pagi hari dan sebelum tidur, untuk mengeksplorasi pikiran dan memeriksa kesalahan yang telah dilakukan selama hari itu. Engkau harus berdoa kepada Tuhan untuk menyelamatkan dirimu dari kecenderungan ini. Ketika engkau telah memenangkan Rahmat Tuhan, engkau dapat memastikan bahwa absurditas tersebut tidak akan merusak karaktermu!

- Vidya Vahini, Ch 27

Sai Inspires 17th October 2010


Those who listen to the narration of the Lord with earnest devotion (and not just hear casually) and not only reflect upon its value and significance but also act according to the light it sheds on their minds will merge in the Bliss of the Lord. Their hearts will be filled with the sweet nectar of the personification of His captivating charm. They will experience the Adwaitha Ananda, the Bliss of being one with Him. To attain this fruit, the highest Sadhana (spiritual exercise) is the recitation of the Name of God with full vigilance of thought, feeling and utterance (mano-vaak-kaya) and the loud singing of His Glory. There is no greater spiritual practice than singing His Glory.

Mereka yang mendengarkan kisah-kisah Tuhan dengan (bhakti) pengabdian yang sungguh-sungguh (dan bukan hanya sekedar mendengarkan) dan bukan hanya merenungkan nilai dan maknanya tetapi bertindak sesuai dengan kisah-kisah tersebut dalam pikiran mereka akan menyatu dengan kebahagiaan Tuhan. Hati mereka akan diisi dengan nektar manis personifikasi Beliau yang menarik hati. Mereka akan mengalami Adwaitha Ananda, kebahagiaan sejati menyatu dengan-Nya. Untuk mencapai buah tersebut, Sadhana (latihan spiritual) tertinggi adalah mengucapkan Nama Tuhan dengan kesadaran penuh pada pikiran, perasaan, dan ucapan (Mano-vaak-kaya) dan menyanyikan Kemuliaan-Nya. Tidak ada praktek spiritual yang lebih besar daripada menyanyikan Kemuliaan-Nya.

- Bhagavatha Vahini, Chap 29 "The Dialogue Begins".

Sai Inspires 16th October 2010


Your desires - wants, longings, resolutions, and wishes - are multiplied and prompted by our activities (karma). The initial impulse for desire is ignorance of the reality (ajnana). If so, then naturally the doubt arises as to how the consciousness that is unaware can transform itself into the consciousness that is aware (jnana)? Darkness can never remove darkness. So too, ignorance can never destroy ignorance. It can be accomplished only by spiritual wisdom (jnana), which is, Awareness of the Truth. This is the dictum promulgated by Adi Sankara. The world today very much needs this harmony and awareness.

Keinginan-keinginanmu - hasrat, kerinduan, resolusi, dan harapan-harapan - disebabkan oleh tindakan (Karma). Dorongan awal untuk keinginan duniawi disebabkan oleh ketidaktahuan tentang realitas (Ajnana). Jika demikian akan muncul keraguan, lalu bagaimana Ajnana bisa mengubah dirinya menjadi Jnana? Kegelapan tidak pernah dapat menghapus kegelapan? Demikian juga, ketidaktahuan (Ajnana) tidak pernah dapat menghancurkan ketidaktahuan. Hal ini dapat dicapai hanya dengan kebijaksanaan spiritual (Jnana), yang merupakan kesadaran dari kebenaran. Ini adalah diktum yang diajarkan oleh Adi Sankara. Dunia ini sangat memerlukan harmoni dan kesadaran ini.

- Sutra Vahini, Chap 4.

Sai Inspires 15th October 2010


You must exercise constant watchfulness over your feelings and reactions, and endeavour to keep out selfishness, envy, anger, greed and other such evil tendencies from entering your minds. These are nets which entrap you; these vices overwhelm and subdue your holiness, so that you cannot be influenced any longer. Then you forget yourself and behave like another worse individual, a person caught in frenzy. You blabber as your tongue dictates, without regard to the effect—good or evil, and engage your hands in work that it favours. Be aware and keep them in control! If you carefully discriminate, you can be recognised by the good company you keep, the noble works you delight in and the pleasant words you utter.

Engkau harus memperhatikan secara terus-menerus perasaan dan reaksimu, dan berusaha untuk menahan keegoisan, iri hati, kemarahan, keserakahan dan kecenderungan buruk lainnnya memasuki pikiranmu. Sifat-sifat buruk tersebut adalah jaring yang menjebakmu; ia memenuhi dan melemahkan kesucianmu, sehingga engkau tidak bisa dipengaruhi lagi. Kemudian engkau lupa diri dan berperilaku seperti orang lain yang lebih buruk, orang yang terjebak dalam hiruk-pikuk duniawi. Engkau berbicara dengan kata-kata yang mendikte, tanpa memperhatikan efek-baik atau buruk, dan menggunakan tanganmu dalam pekerjaan yang menarik (duniawi). Sadarlah dan kendalikanlah sifat-sifat ini! Jika engkau dengan hati-hati melakukan diskriminasi, engkau dapat dikenali dalam pergaulan yang baik, pekerjaan-pekerjaan mulia yang menyenangkanmu dan kata-kata yang menyenangkan yang engkau ucapkan.


- Bhagavatha Vahini, Ch 21, "The Durvasa Episode".

Sai Inspires 14th October 2010


Discover for yourself your stage of spiritual development, to which class in the school you would fit in. Then determine to proceed from that grade to the next higher one. Strive your best and you will win the Grace of God. Do not bargain or despair. One step at a time is enough, provided it is towards the goal, not away from it. Beware of the pride of wealth, scholarship, status, that drag you into egoism. Do not seek the faults of others; look for your own. Be happy when you see others prosper, share your joy with others.

Temukan sendiri tingkat perkembangan spiritualmu; 'kelas' dan 'sekolah' mana yang kira-kira cocok untukmu. Selanjutnya tentukanlah untuk melanjutkan ke kelas berikutnya yang lebih tinggi. Usaha yang terbaik dan engkau akan memenangkan rahmat Tuhan. Jangan tawar-menawar atau putus asa. Satu langkah pada suatu waktu sudah cukup, asalkan itu adalah ke arah tujuan, tidak jauh dari tujuan itu. Berhati-hatilah terhadap kebanggaan atas kekayaan, kesarjanaan, dan status, yang bisa menyeretmu ke dalam egoisme. Janganlah mencari kesalahan orang lain; carilah kesalahanmu sendiri. Berbahagialah ketika engkau melihat orang lain berhasil dengan baik; bagilah kebahagiaanmu dengan orang lain.

- Bhagavatha Vahini, Chap 28, "The enchanting Story"

Sai Inspires 13th October 2010


When the good are happy and living in peace, the bad cannot tolerate it; they develop intense headache! Unless the wicked contemplate on the loss and hardships that the good undergo, they are never happy! The problems suffered by the good is the gain of evil minds. The sweetness of the cuckoo is bitter to the ear of the crow. The Kauravas tried their best to create dissension among the Pandava brothers and spread heinous scandals. But the five Pandavas respected Truth and abided by it, and so, nothing could separate them. No event could make a dent on the happiness of the five brothers.

Ketika kebaikan hidup bahagia dan hidup dalam kedamaian, keburukan tidak dapat membiarkan hal tersebut terjadi, ia menderita sakit kepala yang hebat! Keburukan harus merenungkan kerugian dan kesulitan yang dijalani kebaikan, untuk menjadi bahagia! Kerugian yang diderita oleh kebaikan adalah keuntungan dari pikiran jahat. Manisnya suara burung elang malam terdengar pahit di telinga burung gagak. Korawa mencoba untuk menciptakan perpecahan di antara lima bersaudara dan menyebarkan skandal keji, yang mempengaruhi satu atau yang lain. Tetapi Pandawa bersaudara telah menghormati kebenaran dan telah terpikat pada kebenaran dan demikian pula dengan kebenaran, tidak ada yang bisa memisahkan mereka. Tidak ada yang bisa membelokkan kebahagiaan dari Pandawa lima bersaudara.

- Sutra Vahini, Chap, 4, "Scriptures are not only world oriented".

Sai Inspires - 12th October 2010


Brahman (Divinity) cannot be comprehended by means of proofs or arguments. It is beyond reason and calculation. It is indefinable, cannot be pronounced as being such or so, for this reason or that. It is immeasurable (aprameya) by time and space. The usual evidences for truth are direct perception (pratyaksha) and inferential perception (anumaana). But Brahman cannot be cognized by these two means. The sages experienced it and expressed this in the scriptures, and these Holy Texts themselves are the proof. The Word or Shabdha is the firmest testament for the existence of Brahman.

Brahman (Divinity) tidak dapat dipahami oleh bukti-bukti atau argumen. Brahman diluar jangkauan akal dan perhitungan. Brahman tidak dapat dijelaskan, tidak dapat diucapkan dengan begini atau begitu, untuk alasan ini atau itu. Beliau tidak terbatas (aprameya) oleh waktu dan ruang. Cara untuk mengetahui hakekat kebenaran bisa dengan persepsi langsung (Pratyaksha) dan mengambil kesimpulan dari apa yang terlihat (Anumaana). Tetapi Brahman tidak dapat disadari dengan dua cara tersebut. Orang-orang bijaksana mengalaminya dan menyatakan hal tersebut dalam kitab suci. Kitab suci itu sendiri adalah buktinya. Kata-kata atau Shabdha adalah bukti yang kuat bagi keberadaan Brahman.

- Sutra Vahini, Ch 3 "The Vedas reveal Brahman”

Sai Inspires 11th October 2010


Each one of you should transform yourself into a Sumathi (a person with a good mind). You must avoid turning into a durmathi (an individual with perverted and polluted intelligence). A huge heap of fuel can be reduced to ashes by a tiny spark of fire. A drop of poison can render a pot of milk totally undrinkable. Envy and hatred are the sparks that destroy the cluster of virtues in you. Be aware!

Engkau seharusnya mengubah dirimu menjadi Sumathi (orang dengan kecerdasan yang baik). Engkau seharusnya menghindari berubah menjadi Durmathi (orang yang sesat dan orang yang kecerdasannya tercemar). Sebuah tumpukan besar bahan bakar dapat direduksi menjadi abu oleh percikan api kecil. Setetes racun dapat membuat sepanci susu benar-benar tidak bisa diminum. Iri hati dan kebencian adalah bunga api yang merusak kebajikan di dalam dirimu. Berhati-hatilah!


-Vidya Vahini, Chap 27.

Sai Inspires 10th October 2010


The blind cannot be saved by one who has no eyes; the destitute cannot be helped by the impoverished. How can a person who is needy and helpless remove the poverty, suffering, and pain of another? The poor must approach the affluent, the wealthy. The blind must seek the guidance of a person who can see. One who is bound and blinded by the dualities of creation has to take refuge in the inexhaustible treasure of compassion, power, and wisdom, namely, the Divine Atma. Then, one can get rid of the destitution of grief, revel in the wealth of spiritual bliss, and attain the goal of human existence. This consummation is won through the Grace of the Lord.

Orang buta tidak dapat diselamatkan oleh orang yang tidak bisa melihat. Demikian juga orang yang miskin tidak dapat dibantu oleh orang miskin. Bagaimana orang yang miskin dan orang yang tak berdaya menghapus kemiskinan dan penderitaan, dari yang lainnya? Orang yang miskin harus menghampiri kekayaan, yaitu orang yang kaya. Orang buta harus mencari bimbingan dari orang yang bisa melihat. Orang yang terikat dan dibutakan oleh dualitas penciptaan harus mencari perlindungan pada harta yang tak habis-habisnya dari kasih sayang, kekuasaan, dan kebijaksanaan, yaitu Atma. Kemudian, seseorang dapat menyingkirkan kesedihan dari kemiskinan, bersenang-senang dalam kekayaan kebahagiaan rohani, dan mencapai tujuan dari keberadaan manusia. Penyempurnaan tersebut dimenangkan melalui rahmatTuhan.

-Sutra Vahini, Ch 6

Sai Inspires 9th October 2010


God has no bondage to time and space. For Him, all beings are the same. He is the master of the living and the non-living. At the conclusion of every aeon, the process of involution is completed in the Pralaya (Great Deluge). Then, evolution starts again as Lord Brahma, the Creator creates beings again. He enlightens everyone with a spark of His own Glory and fosters every one of them on the path of fulfilment as Lord Vishnu. He, as Lord Siva, concludes the process by the destruction of all. Thus, you can see that there is no limit to His might; no end to His potency. There can be no boundaries for His achievements.

Tuhan tidak terikat oleh ruang dan waktu. Bagi Beliau, semua makhluk adalah sama. Beliau adalah penguasa bagi makhluk hidup dan benda mati. Pada akhir setiap zaman, proses involusi diakhiri dengan pralaya (banjir besar). Kemudian, evolusi di mulai lagi, dan sebagai Brahma, Beliau kembali menciptakan makhluk. Beliau menerangi setiap orang dengan percikan kemuliaan Beliau sendiri dan mendorong setiap orang dari mereka di jalan pemenuhan, sebagai Wisnu. Beliau, sebagai Siwa, mengakhiri proses tersebut dengan menghancurkan segalanya. Dengan demikian, engkau dapat melihat bahwa tidak ada batas bagi kekuasaan-Nya, tidak ada akhir bagi kemampuan-Nya. Tidak ada batas bagi pencapaian-Nya.

- Bhagavatha Vahini, Chap 27, "Enter Sage Suka."

Sai Inspires 8th October 2010


Praising oneself and condemning others are equally dangerous. Attempting to hide one’s meanness and wickedness, and putting on the mask of goodness, justifying one’s faults and exaggerating one’s attainments - these are also poisonous traits. Equally evil is the habit of ignoring the good in others and assiduously seeking only their faults. Never speak words that demean the other. When we are friendly with another and like them very much, whatever he/she does is certain to strike us as good. When the wind changes and the same person is disliked, even the good he/she does appears to us as bad. Both these reactions are misconceived. They are not commendable at all.

Memuji orang lain dan mengutuk diri sendiri sama-sama tidak baik. Mencoba untuk menyembunyikan keburukan dan kejahatan seseorang dan mengenakan topeng kebaikan, membenarkan kesalahan seseorang dan melebih-lebihkan hasil karya yang dicapai seseorang - ini juga merupakan sifat-sifat yang buruk. Sama buruknya dengan melakukan kebiasaan mengabaikan perbuatan baik pada orang lain dan hanya mencari-cari kesalahan mereka. Jangan pernah mengucapkan kata-kata yang merendahkan orang lain. Ketika kita bersikap ramah dengan orang lain dan bersikap yang sama dengan banyak orang, apa pun yang dia lakukan tentu mendapatkan hal yang baik. Ketika angin berganti dan orang yang sama tidak disukai, bahkan yang baik dianggap buruk. Kedua reaksi ini keliru. Sikap seperti ini tidak patut dipuji.

-Vidya Vahini, Chap 27.

Sai Inspires 7th October 2010


The apparently moving (chara) and unmoving (achara), the active and inert, are both willed by the Divine. That Divine Will is a conscious act (chetana); it is not a form of inertness (achetana). Whatever arguments and counter-arguments are advanced by any person, the truth that Divine Will is the root of everything stands unshakable. People who argue about this either are deluded by appearances or are only trying to bolster up their pet fancies, avoiding deeper probes. -

Bergerak (Chara) dan tidak bergerak (Achara), aktif dan lamban, keduanya dikehendaki oleh Tuhan. Kehendak Tuhan itu adalah tindakan sadar (Chetana), bukan suatu bentuk kelambanan (Achetana). Apapun argumen dan argumen berlawanan yang diajukan oleh setiap orang, kebenaran bahwa Kehendak Tuhan adalah akar dari segala sesuatu berdiri tak tergoyahkan. Orang-orang yang berdebat tentang hal ini baik yang tertipu oleh penampilan atau hanya mencoba untuk mendukung fantasi mereka, menghindari penyelidikan yang lebih dalam.

- Sutra Vahini, Chap 3, "Divine Will is the root of everything"

Sai Inspires 6th October 2010


God does not incarnate merely for the destruction of the wicked. Truly speaking, God incarnates primarily for the sustenance of the faithful, the devoted, the virtuous and the good. But even the faithless and the bad, use the chance for their own purpose. In the Bhagavatha, stories of wicked persons intervene amidst the accounts of the Glory and Grace of God. These stories do not make the Bhagavatha any less holy. When the sweet juice has been squeezed out of the sugarcane, the bagasse is discarded. When the sweetness of Divine Majesty has been tasted, the pulp can be thrown out. The cane has both bagasse and sugar; it cannot be only sugar. So too, devotees have to be amidst the faithless; they cannot be without the others.

Tuhan tidak menjelma semata-mata untuk menghancurkan orang-orang yang jahat. Sesungguhnya, Tuhan menjelma terutama untuk kelangsungan umat yang beriman, para bhakta-Nya, serta untuk mereka yang saleh dan baik. Tetapi orang-orang yang tidak beriman dan orang-orang yang jahat, mengggunakan kesempatan untuk tujuan mereka sendiri. Dalam Bhagavatha, cerita tentang orang-orang jahat berada diantara cerita tentang kemuliaan dan rahmat Tuhan. Cerita-cerita tersebut tidak membuat Bhagavatha menjadi kurang suci. Ketika jus manis telah diperas dari tebu, ampas tebu tersebut akan dibuang. Ketika manisnya keagungan Tuhan telah dicicipi, ampasnya bisa dibuang. Tebu terdiri dari gula dan ampas, bukan hanya gula saja. Demikian juga, para bhakta harus mampu berada diantara orang-orang yang tidak beriman, mereka tidak bisa tanpa orang lain.

-Bhagavatha Vahini, Chap 28, "The Enchanting Story".

Sai Inspires 5th October 2010


You must learn to be happy and filled with joy when others are acclaimed as good and are respected for their virtues and the ideals they hold dear. You must cultivate broad outlook and purity of motives, and also must be ever vigilant such that the demon of envy does not possess you. This demon of jealousy is certain to destroy all that is precious within you. It will even ruin your health and damage your digestive system. It will rob you your sleep and sap your physical and mental stamina, ultimately reducing you to the state of chronic illness. Hence, if someone is praised and you desire it, you must resolve to emulate those who do better than you and earn equal appreciation. You must strive to acquire knowledge, skills and experience as much as others. That is the proper ambition you must have.

Engkau harus belajar untuk menjadi bahagia dan penuh dengan sukacita ketika orang lain dipuji dan dihormati untuk kebaikan mereka dan untuk nilai-nilai yang dihargai. Engkau harus mengembangkan pandangan yang luas dan motif yang murni. Engkau harus selalu waspada agar setan iri hati tidak mengikutimu. Iri hati pasti dapat menghancurkan segala yang berharga dalam dirimu. Ia bahkan akan merusak kesehatan dan merusak sistem pencernaanmu. Ia juga akan menyerang tidurmu, melemahkan stamina fisik dan mental, serta membawamu ke keadaan penyakit kronis. Oleh karena itu, jika seseorang dipuji dan engkau menginginkan pujian tersebut, engkau harus menetapkan dalam hatimu untuk berusaha menyamai mereka yang lebih baik darimu sehingga engkau akan mendapatkan penghargaan yang sama. Engkau harus berusaha untuk memperoleh pengetahuan, keterampilan dan pengalaman sebanyak mungkin yang orang lain bisa dapatkan. Itu adalah ambisi yang layak engkau miliki

- Vidya Vahini, Chap 17

Sai Inspires 4th October 2010


Love for the Divine Self is primary; while for other worldly objects or persons is secondary. Worldly love for another person cannot be termed as genuine love. The Jagath (cosmos) or the Prapancha (five-element composite) emanated from the Brahman (God). There is no spot in the Universe where the Divine is not manifest. The cosmos is ever in movement and the Lord of the Cosmos (Jagadiswara) is the mover. Love for the Divine Self is the source of all worldly love. The Upanishads clearly proclaim that when you love the Divine Self, it brings everyone nearer and dearer to you (Atmanastu Kaamaaya Sarvam Priyam Bhavati).

Cinta-kasih yang ditujukan pada Tuhan adalah yang utama dan mencintai objek-objek duniawi atau cinta-kasih yang ditujukan pada orang lain adalah yang kedua. Mencintai objek-objek duniawi atau cinta-kasih yang ditujukan untuk orang lain tidak dapat disebut sebagai cinta-kasih sejati. Jagath (alam semesta) atau Prapancha (lima unsur) berasal dari Brahman (Tuhan). Tidak ada tempat di alam semesta ini dimana Tuhan tidak terwujud. Alam semesta ini bergerak dan Tuhan-lah (Jagadiswara) penggeraknya. Cinta-kasih pada Tuhan adalah sumber dari segala cinta-kasih duniawi. Upanishad jelas menyatakan bahwa ketika engkau mencintai Tuhan, cinta-kasih itu membawa semua orang lebih dekat dan lebih mengasihimu (Atmanastu Kaamaaya Sarvam Priyam Bhavati).

-Sutra Vahini, Chap 3, "Love for the Self is the Source

Sai Inspires 3rd October 2010


The story of the Lord is an enchanting treasure. Store His story in your memory and save yourself from delusion and grief. You may have listened to the recitals of all shastras (scriptures) and mastered all sadhanas (spiritual practices). But the greatest of them all is the sacred Name of the Lord and the sweetness that it oozes. When His Name falls on the ear, your heart will be filled with joy. When you recall His Name, a stream of Love will spring forth from your heart.

Kisah-kisah Tuhan adalah harta yang memikat. Simpanlah kisah-kisah Beliau dalam memorimu yang akan menyelamatkan dirimu dari khayalan dan penderitaan. Engkau telah mendengarkan kisah-kisah Tuhan dari semua Shastra (kitab suci) dan menguasai semua sadhanas (praktek spiritual). Tetapi yang terbesar dari semua itu adalah Nama suci Tuhan dan rasa manis yang memancar dari Nama suci tersebut . Ketika Nama-Nya jatuh pada telinga, hatimu akan dipenuhi dengan sukacita. Ketika engkau mengingat Nama-Nya, aliran cinta-kasih muncul dari hatimu

- Bhagavatha Vahini, Ch. 28, "The Enchanting Story".

Thursday, October 7, 2010

Sai Inspires 2nd October 2010


No enemy can be as insidious as jealousy. When one sees a person more powerful or knowledgeable, or with greater reputation, wealth or beauty, or even wearing better clothing, one is afflicted with jealousy. You may find it difficult to acknowledge and accept the situation. Your mind may seek means to demean and lower them in the estimation of people. Such propensities and evil tendencies should never strike root in your minds. You must be careful such that your character is not polluted.

Tidak ada musuh tersembunyi dan membahayakan selain kecemburuan. Ketika seseorang melihat orang lebih kuat, atau lebih dikenal, atau memiliki reputasi lebih baik, atau memiliki kekayaan atau kecantikan, atau bahkan mengenakan pakaian yang lebih baik, seseorang merasakan kecemburuan. Engkau mungkin merasa sulit untuk mengakui dan menerima situasi seperti ini. Pikiranmu dapat mencari cara untuk merendahkan mereka dan menurunkan mereka dalam penilaian orang lain. Kecenderungan seperti itu dan kecenderungan buruk tidak boleh menyerang akar pikiranmu. Engkau harus berhati-hati sehingga karaktermu tidak tercemar.

-Vidya Vahini, Chap 17.

Sai Inspires 1st October 2010


Today, the experience and wisdom of great seers who have unveiled the mystery of the cosmos and their feelings of universal love are not appreciated, accepted, and respected. All religious dogmas, except a few, can easily be harmonized and reconciled. The same God is extolled and adored under various names through varied ceremonial rituals in many religions. In every age, for every race, God has sent prophets to establish peace and goodwill. Presently, many religions have spread far and wide across the world and have lost fraternal feelings over time. There is an urgent need for harmony. All great people are images of God. There is only one single caste in the realm of God and all belong to one nation, the Divine Fellowship. You must interest yourself in understanding the practices and beliefs of the others. Only then you can, with cleansed mind and loving heart, attain the Divine Presence.

Saat ini, pengalaman dan kebijaksanaan para peminat spiritual agung telah membuka selubung misteri alam semesta dan perasaan mereka dari cinta-kasih universal yang tidak dihargai, tidak diterima, dan tidak dihormati. Semua ajaran-ajaran agama, kecuali beberapa, dengan mudah dapat diselaraskan dan didamaikan. Tuhan yang sama dipuji dan dipuja dengan berbagai nama melalui beragam ritual upacara dalam banyak agama. Di setiap zaman, untuk setiap ras, Tuhan telah mengutus para nabi untuk berbuat kebaikan dan menegakkan perdamaian. Saat ini, banyak agama telah menyebar jauh dan luas di seluruh dunia dan telah kehilangan perasaan persaudaraan, sehingga ada kebutuhan mendesak untuk kerukunan. Semua orang besar adalah perwujudan Tuhan. Hanya ada satu kasta dan hanya ada satu bangsa dalam kerajaan Tuhan. Engkau harus memperhatikan dirimu dalam memahami praktek spiritual dan kepercayaan orang lain. Hanya setelah itu, pikiran dibersihkan dan hati yang penuh kasih, mencapai Hadirat Tuhan.

-Sutra Vahini, Chap 3, "Harmony of all religions".

Sai Inspires -30th September 2010


The root cause of all anxieties and calamities of man is envy. We can find from the Bhagavad Gita that Krishna warns Arjuna repeatedly to be free from this negative trait. Envy is invariably accompanied by hatred. These two are twin villains. They are poisonous pests. They attack the very roots of one’s personality. A tree may be resplendent with flowers and fruits. But when the inimical worms set to work on the roots, imagine what happens to the splendour! Even as we look on admiringly at its beauty, the flowers fade, the fruits fall off and the leaves turn yellow and are scattered by the wind. At last, the tree itself dries up, it dies and falls. So too, when envy and hatred infect the heart and set to work, h owever intelligent and highly educated the individual may be, he falls. He is turned into an enemy of society. He becomes the target of ridicule because he is no longer human!

Akar penyebab semua kekhawatiran dan bencana pada manusia adalah iri hati. Kita dapat mengetahui dari Bhagavad Gita bahwa Sri Krishna berulang kali memperingatkan Arjuna untuk bebas dari iri hati. Iri hati selalu disertai dengan kebencian. Keduanya merupakan penjahat kembar, yang merupakan hama beracun. Ia menyerang akar kepribadian seseorang. Sebatang pohon mungkin nampak indah dengan bunga dan buah-buahan, tetapi ketika cacing-cacing yang merugikan mulai menyerang akarnya, bayangkan apa yang terjadi pada pohon yang indah tersebut! Bahkan ketika kita melihat kekaguman pada keindahannya, bunga-bunganya mulai layu, buah-buahnya berjatuhan, dan daun-daunnya menguning diterbangkan oleh angin. Akhirnya, pohon itu mengering, mati, dan jatuh. Demikian juga, ketika iri hati dan kebencian menginfeksi hati dan mulai bekerja, bagaimanapun cerdas dan tingginya pendidikan seseorang, ia akan jatuh. Ia berubah menjadi musuh masyarakat. Ia menjadi sasaran ejekan karena ia tidak lagi berlaku sebagai manusia!

-Vidya Vahini, Chap 27.