Monday, June 30, 2008

Sai Inspires 30th June 2008 ( What is our true source? And how can we reach there?)

Strive to acquire Love. Love is your real property. Realise this truth. There is no other quality greater and valuable than Love. Even if some such quality exists, it is of no real use for the goal of life. Therefore, try to recognise the love manifest in every human being. It is only then, you would have realised your own true nature.....You are not the body, the mind or the intellect. You have to achieve that, from which all these have emanated. Suppose you want ghee (calrified butter). What is its source? Milk. From milk comes curd, from which comes butter, and from butter comes ghee. Therefore, if you go to the source itself, you can be happy....You are not the body, mind, intellect or senses – you are verily the source for all these. Therefore, do not waste your time in the pursuit of all sorts of material possessions.

Berjuanglah untuk mendapatkan love (cinta-kasih), sebab cinta-kasih adalah harta milikmu yang sebenarnya. Sadarilah kebenaran ini. Tiada kualitas lain yang lebih berharga dibandingkan cinta-kasih. Walaupun terdapat kualitas serupa yang eksis, namun mereka tidak ada gunanya dalam upaya untuk mencapai tujuan hidup. Oleh sebab itu, berusahalah untuk mengenali cinta-kasih yang termanifestasikan di dalam diri setiap orang. Sebab hanya dengan demikian, barulah engkau bisa merealisasikan jati dirimu yang sebenarnya.... Engkau bukanlah badan fisik ini, engkau juga bukan mind maupun intellect. Engkau harus mencapai 'sesuatu' yang merupakan sumber dari segala-galanya. Sebagai contoh, apabila engkau ingin mendapatkan ghee, maka apa yang menjadi sumbernya? Yaitu tiada lain adalah susu. Dari susu diperoleh curd, dan dari curd didapatkan butter dan akhirnya dari butter diperolehlah ghee. Oleh sebab itu, jikalau engkau berhasil mendapatkan sumbernya, maka tentunya engkau akan berbahagia... Ingatlah bahwa engkau bukan badan fisik, mind, intellect maupun senses (panca indera) - dirimu yang sejati adalah sumber dari segala-galanya. Oleh sebab itu, janganlah membuang-buang waktumu untuk mengumpulkan harta milik material yang serba temporer ini.

- Divine Discourse, July 23, 2002.

Sunday, June 29, 2008

Sai Inspires 29th June 2008 ( What are the three principles which should be guideposts in our lives?)

One who has no love of God, easily commits sin and loses all moral values. Love of God promotes the fear of sin and makes one lead a moral life. These triune principles are like the Divine Trinity. They promote Trikarana suddhi (purity in thought, word and deed). Whatever is done with such purity will be conducive to God-realisation. Above all, cultivate love. Strengthen love. Love is God. Live in Love. You may choose any form of worship or pursue any spiritual path you like. Whatever delights your heart will please God. Follow the dictates of your conscience, fill your hearts with love and immerse yourselves in the bliss of the Divine.

Mereka yang tidak mencintai Tuhan akan sangat mudah untuk terjerumus dalam perbuatan dosa dan kehilangan nilai-nilai moralnya. Cinta-kasih terhadap-Nya akan memunculkan rasa takut untuk berbuat salah (dosa) dan menuntunmu untuk menjalani kehidupan yang bermoral. Prinsip trinitas ini adalah sama seperti Divine Trinity, dimana ia akan mendorong terwujudnya Trikarana suddhi (puritas/kemurnian dalam pikiran, ucapan dan perbuatan). Apapun juga tindakan yang dilakukan dengan prinsip puritas ini akan sangat kondusif bagi tercapainya realisasi ke-Tuhanan. Di atas segalanya, yang terpenting adalah bahwa engkau harus memupuk dan memperkuat jalinan cinta-kasih. Love is God, Live in Love. Engkau bebas memilih metode ibadah ataupun jalan spiritual sebagaimana yang engkau sukai. Apapun juga yang menyenangkan hatimu akan menyenangkan-Nya juga. Ikutilah suara hati nuranimu, isilah hatimu dengan cinta-kasih dan alamilah kebahagiaan Ilahiah.

- Divine Discourse, December 25, 1987.

Saturday, June 28, 2008

Sai Inspires 28th June 2008 ( How can we attain salvation while engaged in daily duties?)

No spiritual study or sadhana can help to purify one's heart, unless one makes the effort himself. And when the heart is purified, it becomes a worthy abode for the Divine. Whatever you do, you must regard it as a duty done without any motive of self-interest or selfish gain. It is only when all actions are done as offerings to the Divine, will they become sanctified and liberating. Through Icchaa shakthi karmas (desire filled actions) we take birth, through anaasakthi karmas (desireless actions) we can attain freedom from re-birth.

Tiada studi spiritual maupun sadhana yang bisa membantumu untuk memurnikan hatimu, keculai bila engkau melakukan daya-upayamu sendiri. Apabila hatimu sudah dimurnikan, maka ia akan menjadi tempat huni yang layak bagi Sang Ilahi. Apapun juga tugas yang sedang engkau lakukan, maka lakukanlah tugas itu dengan sungguh-sungguh sembari memperlakukannya sebagai kewajiban tanpa motif (tidak untuk kepentingan pribadi). Jikalau semua tindakan telah dilakukan sebagai persembahan kepada Divine, maka segalanya akan menjadi suci dan akan liberating (membebaskanmu). Melalui Icchaa shakthi karmas (keinginan yang disertai dengan tindakan), kita mengalami kelahiran kembali, dan melalui anaasakthi karmas (tindakan yang tidak disertai keinginan), kita akan mencapai kemerdekaan dari proses kelahiran kembali.

- Divine Discourse, September 28, 1984.

Friday, June 27, 2008

Sai Inspires 27th June 2008 ( When and how can we attain perennial happiness?)

Where can a fish find the greatest happiness? In water, in a full flooded river or the sea. If you place it in a golden plate set with gems, can it derive any joy from that good fortune? So too, man can be happy only when he is merged in thoughts of the God from whom he has come, by whom he lives and into whom he merges.

Dimanakah kawanan ikan bisa merasakan kebahagiaan? Tentu saja di dalam air, yaitu di dalam sungai maupun lautan. Jikalau engkau melektakkan ikan itu di atas piringan yang terbuat dari emas serta berhiaskan batu-batu mulia, tetap saja si ikan tidak akan merasa bahagia bukan? Demikian pula halnya dengan manusia, ia hanya bisa merasa bahagia ketika ia tenggelam di dalam pemikiran-pemikiran tentang Divinity yang merupakan asal-usulnya, dan yang merupakan sumber kehidupannya serta juga sebagai tujuan akhir dari kehidupannya kelak.

- Divine Discourse, March 30, 1973.

Thursday, June 26, 2008

Sai Inspires 26th June 2008 ( How can we achieve true equality in society?)

There has been talk of achieving equality in society. The equal distribution of wealth through socialism is declared as the ideal, but is it possible to bring about such equality? Even if material wealth is distributed equally, can you ensure equality in desires and aspirations?... You must look beyond material things to the Supreme Being who is the provider of all things. When you recognize the One as present in all beings, and respect everyone as a manifestation of the Divine, you will achieve equality in the true sense of the term.

Dewasa ini banyak sekali wacana-wacana tentang kesamaan hak di dalam masyarakat. Ada yang menyatakan bahwa distribusi kesejahteraan yang sama-rata sesuai dengan idealisme sosialisme adalah yang paling ideal, namun apakah hal ini memang dimungkinkan? Walaupun kekayaan materi didistribusikan secara merata, apakah engkau bisa memastikan adanya kesamaan dalam hal keinginan dan aspirasi masing-masing individu?.... Janganlah engkau menggunakan benda-benda materi sebagai tolok-ukurnya, melainkan carilah Supreme Being (Tuhan) yang merupakan penyedia dari segala-galanya. Ketika engkau menyadari Yang Maha Tunggal sebagai entitas yang eksis di dalam diri setiap mahluk serta menghormati setiap orang sebagai manifestasi Ilahi, maka pada saat itu engkau baru akan mencapai ekualitas (kesamaan) dalam artinya yang sebenarnya.

- Divine Discourse, December 11, 1985.

Wednesday, June 25, 2008

Sai Inspires 25th June 2008 (the body-mind-soul dynamics that operates within each of us)

The body, the mind and the Aathma (soul) - all three are involved in the human entity. They are inextricably interdependent. When they become disparate, life loses its meaning. When the body is subject to the mind and the mind is controlled by the soul, life finds fulfillment. When the body alone is predominant, the human descends to the level of the animal. When the mind prevails over the body and the sensory organs, the human level is attained. When the spirit prevails over the mind and the body, Divinity is realized.

Badan jasmani, mind (batin) dan Aathma (jiwa) - ketiga aspek ini memegang peranan utama dalam eksistensi manusia. Ketiga-tiganya saling berketergantungan. Apabila salah-satu di antaranya tidak berfungsi, maka kehidupan ini menjadi tak bermakna. Apabila badan jasmani diatur oleh mind dan kemudian mind sendiri dikendalikan oleh Aathma, maka kehidupan ini mencapai pemenuhannya. Sebaliknya, jikalau badan jasmani yang lebih dominan, maka manusia akan mengalami degradasi derajat ke level kebinatangan. Sedang jikalau mind yang lebih berkuasa atas badan fisik dan panca indera, maka level kemanusiaan akan tercapai. Tetapi apabila aathma (spirit) yang mengendalikan segala-galanya, maka tercapailah Divinity.

- Divine Discourse, September 28, 1984.

Tuesday, June 24, 2008

Sai Inspires 24th June 2008 ( When can we call ourselves truly human?)

What is it that people need today? These are three things: A heart pure and white like the moon, speech soft and sweet like butter, a face that is loving and kind. Today, on the contrary, people are hardhearted... There is harshness in speech, and no softness in their hearts. Fill your hearts with compassion. Let your speech be sweet and truthful. You will then be truly human.

Apa yang dibutuhkan oleh manusia hari ini? Yaitu ada tiga hal: Hati yang suci dan murni bagaikan rembulan, tutur-kata yang sopan-santun dan ramah, serta raut wajah yang penuh cinta-kasih. Namun yang disayangkan sekali adalah bahwa justru hal sebaliknya yang kita jumpai dewasa ini, yaitu manusia yang berkepala batu... tutur-kata yang kasar dan tiada kelembutan di dalam hatinya. Isilah hatimu dengan welas-asih, biarkanlah ucapanmu lembut dan benar. Maka dengan demikian, engkau akan menjadi manusia yang sebenarnya.

- Divine Discourse, May 15, 1997.

Monday, June 23, 2008

Sai Inspires 23rd June 2008 ( What is the first step in the Godward path?)

Only when people shed their selfishness can they turn their mind towards God. The love of God will dispel the ignorance and conceit of man as the sun dispels the morning mist. The heart is the seat of love. That love must express itself, to begin with, in the home. From there, it must extend to one's village or town, to one's state, nation and ultimately to the whole world.

Agar mind (batin) manusia bisa difokuskan kepada Tuhan, maka terlebih dahulu ia harus sanggup untuk menyingkirkan kecongkakannya (selfishness). Cinta-kasih terhadap Tuhan akan mengusir kegelapan batin seperti halnya cahaya mentari mengusir embun pagi. Hati nuranimu merupakan tempat duduknya cinta-kasih yang harus diekspresikan mulai dari dalam rumah-tangga. Dari situ, kemudian ia harus dikembangkan ke lingkungan sekitarmu (desa) selanjutnya kota, propinsi, negara dan akhirnya mencakupi seluruh dunia.

- Divine Discourse, January 19, 1986.

Sunday, June 22, 2008

Sai Inspires 22nd June 2008 ( What should be our outlook towards everything we see around us?)

Creation has to be viewed as a Cosmic Stage. God is the director and dramatis personae in this play. He assigns all the roles of the characters in the play. All creatures in the world are manifestations of the Divine. The good and evil in the world are expressions of the Divine consciousness. Man should not be misled by these expressions. Behind all the various actions of the actors, the Divine director is at work. It should be realized that though names and forms may vary, languages and nationalities may be different; the human race is one in its divine essence...All are sparks of the Divine... God is the embodiment of Love. Love is His nature. His love pervades the cosmos. This love is present in one and all. Just as God manifests His love in the world, everyone should manifest his love.

Alam ciptaan ini hendaknya dilihat sebagai suatu pentas kosmik dimana Tuhan adalah sutradara dan dramatis personae-nya. Beliau memberi berbagai macam peran karakter dalam drama tersebut. Semua mahluk ciptaan di dunia ini adalah manifestasi Ilahi. Baik yang berkarakter bajik maupun yang jahat, semuanya adalah bagian dari ekspresi Divine consciousness. Janganlah engkau terkecoh oleh ekspresi-ekspresi ini. Di belakang semua tindakan para aktor-aktor itu, terdapat Divine director yang bekerja. Sadarilah bahwa walaupun nama dan rupa (manusia) saling berbeda, walaupun terdapat begitu banyak bahasa dan suku-bangsa, namun kemanusiaan hanya ada satu dan sama dalam esensi keilahiannya.... Semuanya adalah percikan Sang Ilahi... Tuhan adalah perwujudan cinta-kasih, dan cinta-kasih adalah sifat alamiah-Nya Cinta-kasih-Nya menyelimuti seluruh kosmos. Cinta-kasih ini eksis di dalam diri setiap insan. Sebagaimana halnya Tuhan telah memanifestasikan cinta-kasih-Nya di dunia ini, maka hendaknya setiap orang juga memanifestasikan cinta-kasihnya (bagi semuanya).

- Divine Discourse, January 14, 1995.

Saturday, June 21, 2008

Sai Inspires 21st June 2008 ( What is the feeling that we must strengthen within us to lead a life of peace and love? )

First and foremost, reduce your attachment to the body. As your attachment to the body increases, your suffering also increases. The body is the temple of God. Think that this is not your body but the temple of God. The body is sacred as God resides in it. It is God’s gift to man. Hence, use the body for performing sacred deeds and attaining bliss therefrom. When you share bliss with others, you will experience Divinity. Continue your spiritual practices. But remain always suffused with the feeling that God is in you, above you, below you, around you. Never think that God is away from you. “I am not alone. God is with me.” Strengthen this feeling in you and shape your life accordingly. Lead your life with love.

Yang pertama dan terutama harus engkau lakukan adalah kurangilah kemelekatanmu kepada badan jasmani ini. Sebab apabila kemelekatanmu terhadapnya semakin membesar, maka akan semakin bertambah banyak pula penderitaan yang engkau alami. Badan fisik ini adalah kuil bagi-Nya dan merupakan tempat suci dimana Beliau bermukim. Oleh sebab itu, gunakanlah badan ini untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang mulia agar engkau dapat memetik bliss. Apabila engkau berbagi bliss tersebut dengan sesamamu, maka engkau akan mencapai Divinity. Lanjutkanlah praktek-praktek spiritualmu. Yang terpenting adalah bahwa engkau harus senantiasa merasakan bahwa Beliau ada di dalam dirimu, di atasmu, dibawahmu dan disekelilingmu. Jangan pernah menganggap bahwa Tuhan jauh dari dirimu. "Aku tidak sendirian, Tuhan bersamaku." Perkuat perasaan ini dan jalanilah kehidupanmu sebagaimana mestinya dalam cinta-kasih.

- Divine Discourse, May 26, 2002.

Friday, June 20, 2008

Sai Inspires 20th June 2008 ( How to find time to pray?)

A person once told Dr. Johnson, the famous English thinker, that he could seldom get time to recite the Name of God, what with the hundreds of things he had to do from morning till nightfall and even far into the night. Dr. Johnson replied with another question. He asked how millions of people found space to live upon the face of the earth, which is two-thirds water and the rest is too full of mountains, deserts, forests, icy regions, river beds, marshes and similar impossible areas. The questioner said that man somehow struggled to find living space. So too, said Dr. Johnson, man must somehow find a few minutes a day for prayer to the Lord.

Suatu kali ada seseorang yang berkata kepada Dr. Johnson (seorang filsuf terkenal dari Inggris), bahwa dia akan sangat jarang mendapatkan waktu yang cukup untuk mempraktekkan pengulangan nama-nama Tuhan, hal ini terkait dengan begitu banyaknya pekerjaan yang harus ditanganinya dari sejak pagi hingga larut malam. Dr. Johnson menjawab dalam bentuk pertanyaan lainnya. Beliau bertanya tentang berapa juta orang yang menemukan ruang untuk hidup di atas muka bumi ini, yang mana dua per tiganya adalah terdiri dari samudera/lautan dan sisanya penuh dengan pegunungan, gurun pasir, hutan, es, sungai, tanah basah dan daerah-daerah lain yang kurang cocok sebagai pemukiman. Terhadap pertanyaan ini, orang yang bertanya kepada Dr. Johnson menjawab bahwa manusia akan melakukan daya-upaya untuk menemukan tempat yang cocok buat kehidupannya. Nah demikianlah, kata Dr. Johnson bahwa manusia juga perlu berupaya untuk mencari beberapa menit per hari untuk berdoa kepada Tuhan.

- Divine Discourse on Shivarathri, 1955.

Thursday, June 19, 2008

Sai Inspires 19th June 2008 ( What is the basis for a divine life?)

The basis for a spiritual, God-based life is the indwelling Spirit - the Aathman (Divine soul). The body is the home of Spirit. Life in society should also conform to this spiritual basis. Man, however, bases his life on the belief that the body alone is real. It is to rid him of this error that he has to be taught about Spirit. Mankind has to realize that both the individual and society are manifestations of the Divine Will and that the Divine permeates the Universe. Only by recognizing this Truth can man give up his ego and lead a life of devotion to duty. Society should not become a cockpit of selfish individuals, but a community of divinely guided Individuals.

Landasan bagi kehidupan spiritual dan berke-Tuhan-an adalah spirit yang ada di dalam diri kita masing-masing, yaitu Sang Aathman (jiwa Ilahiah). Badan jasmani ini adalah rumah bagi atma. Kehidupan bermasyarakat juga hendaknya mengikuti landasan spiritual ini. Namun yang disayangkan adalah bahwa manusia justru melandasi kehidupannya dengan kepercayaan bahwa badan jasmani sebagai satu-satunya yang real. Untuk menyingkirkan pandangan salah ini, maka oleh sebab itu manusia diberikan pelajaran tentang spirit. Manusia harus menyadari bahwa baik individu maupun masyarakat - kedua-duanya adalah manifestasi kehendak Ilahi dan bahwa Divine menyelimuti seluruh alam semesta. Hanya dengan mengenal kebenaran ini sajalah, maka manusia baru bisa melepaskan ego-nya dan menjalani kehidupan yang diabdikan bagi duty (tugas/kewajibannya). Janganlah membiarkan masyarakat ini dikuasai oleh individu-individu yang picik dan hanya mementingkan dirinya sendiri, melainkan jadikanlah masyarakat ini sebagai persekutuan individu-individu yang dipandu oleh-Nya.

- Divine Discourse, October 31, 1983.

Wednesday, June 18, 2008

Sai Inspires 18th June 2008 ( What is it to which we have to pay serious attention everyday?)

In this modern age, the idea of joining a satsanga (good company) is being looked down upon as if it is something mean and crazy. On the other hand, we do not see anything wrong in spending a considerable amount of time dressing our own hair or doing similar things...If our face needs a little touching up, we look after it immediately. We pay undue attention to our body, but we do not restrain our mind from following the crooked ways. It is our internal instruments which have to be set right so as to enable us to pursue the sacred path. In order to remove the entanglements that distort the right vision, you should cultivate devotion, love and wisdom.

Di zaman modern ini, orang-orang sering meremehkan dan menganggap aneh praktek satsanga (pergaulan yang saleh). Sebaliknya, kita merasa tidak ada yang salah bila kita menghabiskan sedemikian banyak waktu hanya untuk menata-rambut dan sejenisnya.... Jikalau wajah kita perlu make up, maka kita akan langsung menindak-lanjutinya. Kita juga memberi perhatian yang begitu besar terhadap kebutuhan badan jasmani kita, namun untuk hal-hal yang berkaitan dengan mind, kita sama sekali tidak berupaya untuk mengerem sepak-terjangnya di jalan yang salah. Sebenarnya yang perlu diperbaiki justru adalah instrumen internal kita, agar kita bisa menelusuri jalan yang suci. Agar dapat menyingkirkan kekusutan yang selama ini mendistorsi pandanganmu, maka engkau perlu mengembangkan devotion (bhakti), cinta-kasih dan kebijaksanaan.

- Summer Course, 1973.

Tuesday, June 17, 2008

Sai Inspires 17th June 2008 ( How to purify our mind?)

We must make an attempt to purify and ennoble the thoughts that come to our mind. When thoughts come surging to your mind, you should spend at least a few minutes enquiring whether such thoughts are good or bad, and whether they are for the good of your country, and whether they are going to be helpful or not to the community around you...If they are bad thoughts, you must immediately put them aside; and if they are good, you must make an attempt to promote them. When a thorny plant is seen, it is removed the moment it is recognized as a thorny plant; but when a good fruit tree comes up, we try to take care of it and promote its growth. In the same manner, in the field of your heart, as soon as bad ideas sprout, you must pull them out and throw them away. As the seeds grow into a big tree, man also must try to grow and become Madhava (God) ultimately. For both these paths, our own qualities have the basic responsibility. Whether in lifeless matter or in living matter, the promotion of good qualities will depend on the way in which you promote and nurture those qualities.

Kita harus melakukan daya-upaya untuk memurnikan dan meluhurkan buah-buah pikiran yang timbul di dalam batin. Apabila terdapat buah pikiran yang terlintas di dalam batinmu, maka sebaiknya engkau meluangkan waktu beberapa menit untuk menganalisa buah-buah pikiran tersebut untuk menentukan apakah pikiran tersebut terkategori sebagai pikiran bajik atau tidak, apakah pikiran tersebut akan menghasilkan kebaikan bagi negerimu atau tidak, dan apakah pikiran tersebut akan memberi manfaat bagi masyarakat di sekitarmu atau tidak..... Jikalau buah-pikiran itu terkategori sebagai yang negatif, maka engkau harus sesegera mungkin meninggalkannya; dan sebaliknya jikalau tergolong sebagai buah pikiran positif, maka engkau harus melakukan daya upaya untuk memelihara dan mendukungnya. Seperti halnya ketika engkau melihat tanaman berduri, maka engkau akan segera menyingkirkannya, sebaliknya jikalau sebuah pohon tanaman yang berbuah sedang tumbuh, maka kita akan berusaha untuk memeliharanya agar dapat tumbuh besar dan subur. Demikian pula halnya dengan hati manusia, ketika pemikiran yang negatif muncul, maka kita harus segera mencabutnya dari akar-akarnya dan membuangnya. Sebagaimana halnya benih tanaman yang akan tumbuh menjadi besar, maka demikian pula, manusia harus berusaha untuk tumbuh-besar dan akhirnya menjadi Madhava (Tuhan). Dalam hal ini, kualitas diri pribadi kita masing-masing menjadi faktor penentunya. Baik dalam obyek yang bernyawa maupun tidak, promosi kualitas-kualitas positif itu sangat tergantung pada bagaimana caranya engkau mempromosikan serta memelihara kualitas positif yang ada di dalam dirimu sendiri.

- Summer Course, 1976.

Monday, June 16, 2008

Sai Inspires - 16th June 2008 ( What is the reward for love?)

Love for Love's sake; do not manifest it for the sake of material objects or for the fulfillment of worldly desires. Desire begets anger, anger provokes sin, for under its impact, friends are seen as foes. Anger is at the bottom of every variety of calamity. Therefore do not fall a prey to it. Treat every one - whoever he may be - with the all-inclusive compassion of Love. This constructive sympathy has to become the spontaneous reaction of all mankind. Saturate the breath - while you inhale and while you exhale - in Love. Saturate each moment in Love. Love knows no fear. Love shuns falsehood. Fear drags man into falsehood, injustice and wrong. Love does not crave for praise; that is its strength. Only those who have no Love in them itch for reward and reputation. The reward for Love is Love itself.

Curahkanlah cinta-kasih yang murni yang terbebas dari pengaruh obyek-obyek materi dan keinginan-keinginan duniawi. Keinginan akan menimbulkan kemarahan, dan kemarahan akan mendorongmu untuk berbuat 'dosa' dimana (salah-satu dampaknya adalah) teman/sahabat akan diperlakukan sebagai musuh. Kemarahan merupakan sumber penyebab dari segela jenis malapetaka. Oleh sebab itu, janganlah engkau membiarkan dirimu terpengaruh olehnya. Perlakukanlah setiap orang - siapapun dia - dengan siraman welas-asih yang sama. Perilaku simpatik yang konstruktif ini hendaknya menjadi reaksi spontan dari seluruh umat manusia. Bernafaslah dalam cinta-kasih. Isilah setiap saat dengan cinta-kasih. Cinta-kasih tak mengenal rasa-takut, ia menghindarimu dari perbuatan yang salah. Ketakutan akan menyeret manusia untuk melakukan kesalahan, ketidak-adilan dan perbuatan negatif lainnya. Cinta-kasih tak mendambakan pujian; inilah salah-satu kekuatannya. Hanya mereka yang tak memiliki cinta-kasih sajalah yang menginginkan imbalan dan reputasi. Imbalan bagi cinta-kasih adalah cinta-kasih itu sendiri!

- Divine Discourse, July 29, 1969.

Sunday, June 15, 2008

Sai Inspires 15th June 2008 (What is the attitude with which service should be done?)

All acts of service are not equally sanctifying or uniform in the benefits they confer. When service is undertaken by power-hungry people, or under compulsion, or with a desire to imitate, it can result in more harm than good. Self-aggrandisement, competition or ostentation are motives that will pollute the sacred sadhana of service. In doing service, one should avoid all egoism, exhibitionism and favouritism. Before embarking on a service project, one should examine whether one’s heart is full of selfless love, humility and compassion. Think, too, whether the head is full of intelligent understanding and knowledge of the problem and its solution, if one’s hands are eager to offer the healing touch, whether one can gladly spare the time, energy and skill to help others in dire need .

Tidak semua bentuk tindakan pelayanan memberikan hasil atau manfaat yang sama. Ketika tindakan pelayanan itu dilakukan oleh orang-orang yang haus akan kekuasaan, atau oleh karena unsur paksaan ataupun dengan keinginan untuk mengimitasi/menyamai, maka hasil-hasil perbuatan itu justru akan lebih banyak mudarat daripada manfaatnya. Sikap-sikap membanggakan diri, kompetisi maupun kesombongan merupakan sikap-sikap yang akan menodai kesucian dari sadhana pelayanan. Dalam melaksanakan tindakan pelayanan, pastikanlah engkau menghindari yang namanya egoisme, sikap exhibitionism (pamer diri) maupun favouritism (pilih-kasih). Sebelum memulai tindakan seva, cobalah nilai apakah hatimu penuh dengan cinta-kasih tanpa pamrih, kerendahan hati dan kewelas-asihan? Di samping itu, renungkan juga apakah engkau sudah memiliki pengetahuan dalam memahami problem yang sedang dihadapi dan solusinya? Apakah tanganmu memang sudah siap dan rela untuk memberikan sentuhan penyembuhan? Apakah engkau rela mengorbankan waktu, tenaga dan ketrampilanmu untuk menolong mereka yang sedang membutuhkan uluran tangan?

- Divine Discourse, November 21, 1986.

Saturday, June 14, 2008

Sai Inspires 14th June 2008 ( What is character and how can we develop it?)

Spiritual disciplines determine the character of a person. Character determines the destiny - whether good or bad. Character is built up by constant practice of good actions. Actions, in turn, are based on one's thoughts and intentions. Whenever any thought arises in the mind, one should examine whether it is right or wrong, if it will do good to society or cause harm to it. Actions should be based on such enquiry. It would be wrong to blame anyone for our misfortunes. Our thoughts and actions alone are responsible for our plight. If one entertains pure thoughts and does all actions with firm faith in God, he/she will be favoured with God's Grace.

Disiplin spiritual menjadi penentu jenis karakter seseorang. Karakter akan menentukan destiny (nasib) - apakah baik maupun buruk. Karakter terbentuk melalui praktek-praktek kebajikan yang dilakukan secara kontinu. Tindakan kebajikan itu tergantung pada pola pikiran dan niat seseorang. Ketika suatu bentuk pikiran terlintas di benakmu, maka engkau harus menilai apakah jenis pikiran itu baik atau buruk, apakah tindakan yang dipicu oleh pikiran itu bakal menghasilkan manfaat positif bagi masyarakat atau tidak. Tindakan-tindakan kita hendaknya selalu didasari oleh pertimbangan-pertimbangan seperti ini. Sungguh salah bila kita menyalahkan orang lain atas ketidak-beruntungan yang sedang kita alami. Pikiran dan tindakan kita sendirilah yang bertanggung-jawab atas penderitaan itu. Jikalau engkau senantiasa memelihara pikiran yang murni dan melakukan semua tindakan dengan keyakinan yang kokoh terhadap Tuhan, maka tentu rahmat Ilahi tidak akan jauh darimu.

- Divine Discourse, July 21, 1986.

Friday, June 13, 2008

Sai Inspires 13th June 2008 ( What is true modernism?)

Man has been enslaved by money. People live a superficial, hollow, artificial life. This is indeed a great pity. One should seek to possess only as much money as is most essential for his living. The quantity of riches one must own can be compared to the shoes one wears; if too small, they cause pain; if too big, they are a hindrance while walking. Money too has to be with us only just enough for a life of physical and mental comfort. When we have more, it breeds pride, sloth and contempt for others. In pursuit of money, man descends to the level of the beast. Money is of the nature of manure. Piled up in one place, it pollutes the air. Spread it wide, scatter it over fields - it rewards you with a bumper harvest. So too, when money is spent in all the four quarters for promoting good works, it yields contentment and happiness in plenty. But today, such deeds of renunciation and holy thoughts are absent. We pride ourselves today as being 'modern'. Does modernism involve giving up morality and justice? Or, allowing the senses to run amok? Or, blindly running after countless desires? No. Modernism means self-control and selfconfidence.

Manusia telah dibudaki oleh uang. Mereka menjalani kehidupan yang superfisial, hampa dan artifisial. Hal ini sungguh amat disayangkan sekali. Hendaknya engkau mencari pemenuhan (uang) dalam jumlah yang secukupnya saja bagi kehidupanmu sehari-hari. Jumlah kekayaan yang dimiliki seseorang dapat diperumpamakan seperti ukuran sepatu yang engkau kenakan; apabila ukurannya terlalu kecil, maka kaki akan terasa sakit; sebaliknya jikalau terlalu besar, maka perjalananmu akan terganggu pula. Demikianlah jumlah uang yang engkau miliki hendaknya dalam batasan yang secukupnya saja untuk kenyaman hidup secara jasmaniah dan rohaniah. Jikalau kita mempunyai uang yang berlimpah-ruah, maka resikonya adalah kita akan terjangkit 'penyakit' berupa kesombongan dan sikap merendahkan orang lain. Dalam upaya untuk 'mengejar' uang, manusia telah menurunkan derajatnya menjadi level kebinatangan. Uang itu karakternya mirip-mirip dengan pupuk. Jikalau ditumpuk di satu tempat, maka ia akan menebar bau-busuk ke sekelilingnya. Tetapi kalau ia disebar ke sawah atau ladang, maka ia akan memberkahimu dengan panen yang berlimpah. Demikian pula, bila uang yang engkau miliki diberdayakan untuk perbuatan bajik ke segenap penjuru, maka perbuatanmu itu akan menganugerahimu dengan berkah dan kebahagiaan. Ironisnya, di zaman modern ini, pemikiran serta perbuatan luhur seperti ini sudah amat jarang dijumpai. Kita cenderung membanggakan diri sebagai manusia 'modern'. Tetapi apakah memang benar bahwa modernisme itu perlu sampai mengorbankan moralitas dan keadilan? Ataukah modernisme mengajarkan kita untuk membiarkan panca indera kita berkeliaran secara liar? Atau memupuk keinginan yang tiada habisnya? Tentu saja tidak! Justru yang dimaksudkan dengan modernisme adalah self-control (pengendalian diri) dan self-confidence (kepercayaan/keyakinan pada diri sendiri).

- Divine Discourse, July 17, 1981.

Thursday, June 12, 2008

Sai Inspires 12th June 2008 ( What does the Lord really expect from us?)

You attach importance to quantity; but, the Lord considers only quality. He does not calculate how many measures of "sweet rice" you offered, but, how many sweet words you uttered, how much sweetness you added in your thoughts. Offer Him the fragrant leaf of bhakti (devotion), the flowers of your emotions and impulses, freed from the pests of lust, anger, etc.; give him fruits grown in the orchard of your mind, sour or sweet, juicy or dry, bitter or sugary.

Engkau begitu mementingkan tentang kuantitas/jumlah, namun bagi Tuhan, yang terpenting bagi-Nya adalah kualitas. Beliau tidak akan menghitung seberapa banyak "sweet rice" yang telah engkau berikan, melainkan Ia lebih peduli dengan kualitas tutur-katamu yang memberikan hiburan bagi orang lain serta seberapa luhurnya pola pikiranmu. Persembahkanlah kepada-Nya daun dalam bentuk bhakti (devotion), bunga dalam wujud emosimu, yang mana semuanya hendaknya bebas dari hama-hama yang dinamakan sebagai nafsu, kemarahan dan sebagainya. Berikanlah kepada-Nya buah-buahan yang tumbuh subur di dalam batinmu, baik itu yang rasanya asam maupun manis, baik yang penuh dengan sari (jus) maupun yang kering.

- Divine Discourse, February 8, 1963.

Wednesday, June 11, 2008

Sai Inspires 11th June 2008 ( What is the true purpose of all spiritual practices?)

Sadhana (spiritual practice) is most required to control the mind and the desires after which it runs. If you find that you are not able to succeed, do not give up the sadhana but do it more vigorously, for it is the subject in which you did not get passing marks that requires special study, is it not? Sadhana means inner cleanliness as well as external cleanliness. You do not feel refreshed if you wear unwashed clothes after your bath, do you? Nor do you feel refreshed if you wear washed clothes, but skip the bath. Both are needed, the baahya and the bhaava (the external as well as the internal) purity.

Sadhana (praktek spiritual) sangatlah diperlukan untuk mengendalikan mind dan keinginan-keinginannya. Jikalau engkau menilai bahwa engkau belum juga berhasil, janganlah engkau meninggalkan sadhanamu, melainkan sebaliknya engkau perlu semakin giat dalam pelaksanaannya. Hal ini persis seperti ketika engkau mengikuti ujian, dimana jikalau engkau masih belum lulus, maka tentunya engkau perlu belajar semakin serius dan giat. Nah, sadhana ini diartikan sebagai inner cleanliness dan juga sebagai external cleanliness. Tentunya engkau belum merasa segar jikalau setelah mandi, engkau masih mengenakan baju yang belum dicuci. Demikian pula, bila engkau mengenakan baju baru, tetapi oleh karena belum mandi, maka engkau juga akan merasa gerah! Jadi, kebersihan dari kedua aspek itu tetap saja diperlukan. Dengan perkatan lain, purity mencakup baahya dan bhaava (eksternal dan internal).

- Divine Discourse, Vijayadasami, 1953.

Tuesday, June 10, 2008

Sai Inspires 10th June 2008 (how we undermine the beautiful gift that God has given to each one of us which is the human body)

The human body is spoken of as a temple where the individual soul is installed. I would prefer to describe it as a house taken on rent by you. God is the Master, the owner. The jeevi (tenant) has taken it on rent and is occupying it. The rent has to be paid in the form of good deeds, good thoughts, good speech and good conduct. But, the tenant ignores the owner and does not pay the rent. So, the Master has to compel the man to vacate. He sends 'notices' reminding him of the need to vacate, unless he pays the rent. Grey hairs are the first intimation; the tenant dyes his hair and pays no heed to the warning. The teeth fall out; that is the second warning. The tenant gets a denture fixed and ignores this reminder too. Cataract in the eye is the next warning of the need to leave the house; an operation helps him to pass it by. Glasses restore his sight. The skin becomes loose, wrinkled. This warning too is unheeded; the man hides the signal with the help of cosmetics. So, the owner has to send his emissaries - a few fatal illnesses - and force him to clear out of the house. Why stick on, for years, like crows? Far better to live happily like a royal swan, albeit for a short span. Live ideal lives through controlled minds.

Badan fisik manusia disebut sebagai kuil dimana terdapat jiwa masing-masing individu. Aku lebih suka menyebutnya sebagai rumah sewaan. Tuhan adalah pemilik rumah itu. Jeevi (manusia) telah menyewanya dan sedang menghuni rumah tersebut. Sewa 'rumah' haruslah dibayar dalam bentuk perbuatan bajik, pemikiran, ucapan serta perilaku yang baik. Namun yang disayangkan adalah bahwa kebanyakan para penyewa suka melupakan pemilik rumah itu dan tidak jarang malah tidak mau bayar sama sekali. Akibatnya, sang pemilik rumah - mau-tidak-mau - harus melakukan tindakan pengusiran. Untuk itu, Beliau telah mengirimkan beberapa peringatan-peringatan awal agar si penyewa segera membayar sebelum diusir keluar. Adapun peringatan-peringatan itu antara lain sebagai berikut: rambut yang mulai beruban, namun si penghuni rumah masih juga tidak peduli, ia malahan melakukan toning rambutnya agar kembali menjadi hitam. Peringatan kedua adalah gigi yang mulai copot, namun si penghuni masih bisa mengakalinya dengan berkunjung ke dokter gigi. Peringatan ketiga adalah katarak yang mulai timbul di mata, namun kembali lagi hal ini bisa diakali melalui operasi dan dengan menggunakan kaca-mata khusus. Peringatan selanjutnya, kulit yang mulai berkeriput, tetapi manusia masih tidak peduli dan malahan menggunakan kosmetik untuk menutupi raut wajah yang sudah berkeriput itu. Sebagai langkah terakhir, si pemilik rumah memberikan peringatan dengan cara mengirimkan penyakit fatal yang memaksa agar para penghuni yang bandel itu segera mengosongkan rumahnya. Pertanyaannya adalah mengapa engkau begitu bersikeras untuk hidup sedemikian lama bagaikan kawanan burung gagak? Adalah jauh lebih berharga hidup dalam jangka pendek tapi bagaikan kawanan angsa yang terhormat. Jalanilah kehidupan ideal dengan melalui pengendalian mind (pikiran).

- Divine Discourse, February 5, 1981.

Monday, June 9, 2008

Sai Inspires 9th June 2008 ( Why is there pleasure as well as pain in our lives?)

In creation there are many things which are naturally bad. Out of these bad things, good emerges. When one desires something, the desire is associated with aversion to something else. Man's life is bound up with likes and dislikes, with good and bad thoughts, with union and separation. Hence samsara (worldly life) has been compared to a vast ocean on which the waves are constantly bringing about union and separation. The same ocean contains pearls and gems. Therefore, we have to face and overcome the trials and tribulations of life...If these difficulties are not there, life will have little value.

Di sekeliling kita (alam ciptaan Tuhan) tentunya terdapat banyak hal yang kurang baik. Di antara hal-hal yang tidak baik itu, muncullah kebajikan. Ketika engkau mendambakan sesuatu, maka sebenarnya keinginan ini muncul sebagai akibat engkau ingin menghindari sesuatu hal yang lain. Kehidupan manusia pasti akan berhadapan dengan rasa suka maupun tidak suka, diselingi oleh pikiran yang positif dan negatif, berhadapan dengan union (persekutuan) dan separation (perpisahan). Itulah sebabnya mengapa samsara (kehidupan di dunia ini) dapat diibaratkan seperti samudera luas dengan riak gelombangnya yang secara kontinu bersatu dan kemudian berpisah dan seterusnya. Di dalam samudera juga terdapat permata dan batu-batu mulia lainnya. Itulah sebabnya, kita harus siap untuk menghadapi segala bentuk cobaan dan tantangan hidup... Jikalau kesulitan-kesulitan seperti itu tidak ada, maka kehidupan ini menjadi tak ada nilainya.

- Divine Discourse, June 1st, 1991.

Sunday, June 8, 2008

Sai Inspires 8th June 2008 ( What is at the root of today's problems? And how can we overcome them?)

Human life today is riddled with many problems. People are confused as to what they should believe and what they should reject, what they should do and what they should eschew. Man has lost the capacity to discriminate between the enduring and the ephemeral. He believes in the unreal and has no belief in that which should be believed. The reason for this is self-interest. It is only when human behaviour is reformed that the world will get transformed. The process of change has to begin in men's minds... The state of the world, good or ill, depends on the behaviour of individuals. There is nothing wrong with the world in itself. It is man's wrong desires which are the cause of his misery. Hence, keep your minds ever pure and unsullied. Keep out rigorously all bad thoughts by reciting the name of the Lord.

Kehidupan manusia dewasa ini penuh dengan berbagai macam persoalan. Manusia telah kehilangan arah dalam hal memilih antara mana yang harus mereka yakini dan mana yang harus mereka tolak, mereka juga kebingungan dalam memilih antara apa yang harus mereka lakukan dan yang tidak boleh dilakukan. Manusia telah kehilangan kemampuan diskriminatifnya. Ia justru lebih percaya terhadap hal-hal yang tidak real dan sebaliknya malah tidak yakin sama sekali terhadap sesuatu yang seyogyanya ia yakini. Sumber penyebab dari segala kekacauan ini adalah dikarenakan adanya self-interest (sifat yang terlalu mementingkan dirinya sendiri). Dunia ini hanya bisa mengalami transformasi jikalau manusia melakukan reformasi terhadap behaviour (sikap/perilaku)nya. Proses perubahannya haruslah dimulai dari mind masing-masing manusia.... Kondisi dunia ini (baik atau buruk), sangatlah dipengaruhi oleh behaviour masing-masing individu. Tidak ada yang salah dengan dunia ini. Penyebab segala bentuk penderitaan adalah dikarenakan oleh keinginan-keinginan manusia yang salah. Oleh sebab itu, engkau perlu menjaga batinmu agar senantiasa suci dan murni. Jauhilah segala bentuk pikiran-pikiran negatif dengan jalan senantiasa mengulang-ulang nama-nama Tuhan.

- Divine Discourse, June 1st, 1991.

Saturday, June 7, 2008

Sai Inspires 7th June 2008 ( How can we always maintain purity of our mind?)

Resolve to be good and loving from this moment. Do your duties gladly and to the satisfaction of your well-wishers. If you feel sorry for the wrongs you did, that itself will please God and He will pardon you. If you endeavour to turn a new leaf and become better, God will shower His Grace on you...Whenever an idea of hurting others or taking some one else's belongings or spreading falsehood about others enters your mind, turn to God for help. Ask Him to give you strength, for all these ideas are born of fear and cowardice, qualities which in turn come from weakness. Repeat the name of God or hum a bhajan, and you will find that all your bad thoughts will flee, leaving you free from evil.

Mulai saat ini, bertekadlah untuk berbuat baik dan selalu mengembangkan cinta-kasih. Lakukanlah tugas-tugasmu dengan senang-hati dan untuk kepuasan setiap orang. Ketika engkau merasa bersalah atas perbuatan tidak benar yang telah engkau lakukan, maka sikap seperti itu akan menyenangkan Tuhan dan Beliau akan memaafkanmu. Jikalau engkau betul-betul berupaya untuk bertobat dan menjadi lebih baik lagi, maka Tuhan akan mencurahkan rahmat-Nya untukmu.... Ketika di dalam batinmu muncul pemikiran-pemikiran untuk merugikan orang lain, misalnya keinginan unuk mencuri ataupun menyebarkan fitnah dan sebagainya, maka segeralah berpaling kepada Tuhan untuk meminta bantuan-Nya. Berdoalah kepada-Nya untuk meminta kekuatan, sebab semua pemikiran-pemikiran (negatif) tadi bersumber dari rasa takut dan sikap pengecut, yang mana semua kualitas itu berakar dari kelemahan di dalam diri kita sendiri. Ucapkanlah nama Tuhan atau nyanyikanlah bhajan bagi dirimu sendiri, maka dengan demikian, semua pemikiran (negatif) itu akan lenyap dan menjauhkanmu dari kejahatan.

- Divine Discourse, March 19, 1978.

Sai Inspires 6th June 2008 ( What is it that we must really seek in this world?)

This cosmos is a vast exhibition. It is the creation of the Lord. All are entering this exhibition and taking whatever they choose. Some seek jobs, others wealth and so on. They are content to take objects of their choice. But no one asks the question: "Lord! If I take away one thing or another, what is it that I really gain? If You become mine, all these will become mine." When you have entered the Cosmic exhibition, you must seek the Divine. Then, the whole Universe becomes yours. You must seek that which is lasting and unchanging. There is no meaning in going after one thing after another. There is no end to that process. There is no satisfaction in that. What you acquire today, loses its charm the next day and you desire something new. But once the Divine is attained, all things are obtained.

Alam semesta ini bagaikan satu pameran/pagelaran yang maha luas. Ia merupakan kreasi/ciptaan Tuhan. Semua (mahluk) memasuki arena pameran ini dan mengambil apapun juga yang mereka inginkan. Ada yang mencari pekerjaan, kekayaan dan sebagainya. Mereka merasa sudah cukup puas dengan obyek-obyek pilihannya masing-masing. Namun tiada seorangpun yang meminta: "Tuhan! Kalau aku mengambil sesuatu, lalu apa sebetulnya yang akan saya peroleh selanjutnya? Jikalau saja Dikau menjadi milikku, maka tentu semuanya ini secara otomatis juga akan menjadi milikku." Ketika engkau sudah memasuki pameran kosmik ini, maka sudah seharusnyalah engkau mencari Divine. Dengan demikian, maka seluruh alam semesta ini akan menjadi milikmu. Carilah sesuatu yang tidak mengalami perubahan dan bertahan untuk selamanya. Tak ada gunanya mengakumulasikan hal-hal yang bersifat tetek-bengek dan tak berkesudahan itu. Tiada kepuasan yang bisa tercapai melalui hal tersebut. Sesuatu yang engkau dapatkan hari ini akan kehilangan daya-tariknya keesokan harinya dan selanjutnya engkau akan mulai mendambakan hal lainnya lagi. Namun apabila sekali saja engkau berhasil mencapai Divine, maka segala sesuatu akan tercapai dengan sendirinya.

- Divine Discourse, April 16, 1988.

Sai Inspires 5th June 2008 (In the long term, what is it that can give us continuous happiness?)

In all that man does with a view to love himself, it is not possible for him to ignore loving others. Without cultivating love for others, you can never cultivate love for yourself. Sorrow for yourself is gained by hurting others. In the same manner, victory in every war will result in another war. So also, any happiness that you can give to others will result in happiness for yourself in the end. Man must realize that he cannot get anything without sharing it with humanity around him. So, you must believe that, in due course, happiness of the people around you will lead to your own happiness.

Dalam setiap upaya yang dilakukan oleh manusia dengan tujuan untuk mencintai dirinya, maka adalah tidak mungkin baginya untuk mengabaikan cinta-kasih terhadap orang lain. Dengan tanpa berbagi cinta-kasih terhadap orang lain, maka engkau tidak mungkin bisa mengembangkan cinta-kasih terhadap dirimu sendiri. Kesedihan yang engkau alami adalah disebabkan oleh karena engkau telah melakukan tindakan yang menyebabkan orang lain menjadi sedih. Demikian juga, kemenangan yang diperoleh dalam setiap medan perang akan menghasilkan peperangan berikutnya. Sebaliknya, apapun juga bentuk kebahagiaan yang dapat engkau berikan kepada orang lain akan membuahkan kebahagiaan bagi dirimu sendiri. Engkau harus menyadari bahwa engkau tidak akan bisa memperoleh apapun juga bila engkau tidak berkenan untuk saling berbagi dengan sesamamu. Oleh sebab itu, engkau harus yakin bahwa kelak kebahagiaan yang dialami oleh orang-orang disekitarmu akan membuahkan kebahagiaan bagi dirimu sendiri.

- Summer Showers, 1973.

Sai Inspires 4th June 2008 (how God can manifest through us)

God is not separate from you; in fact, He resides in you. He manifests when you are virtuous and have the right tendencies and attitudes. The gunas or tendencies of a person are strongly influenced by food and life style. If these are such as to promote body-consciousness, then the six deadly enemies, kama (desire), krodha (anger), lobha (greed), moha (attachment), mada (pride), and matsarya (jealousy), overwhelm the person. If one rises above the body to the level of the heart, then the divine qualities of prema (love), daya (compassion), sahana (patience), and sahanubhuti (empathy) all manifest in the person.

Tuhan sama sekali tidak terpisah dari dirimu; sebenarnya Beliau ada di dalam dirimu. Beliau akan memanifestasikan diri-Nya apabila engkau melakukan kebajikan serta memiliki attitude (sikap) yang benar. Tendensi/sifat (guna) dari seseorang sangatlah dipengaruhi oleh jenis makanan dan gaya kehidupannya. Bila tendensinya lebih condong kepada body-consciousness (kesadaran badaniah), maka keenam musuh manusia akan menguasainya, yaitu: kama (nafsu keinginan), krodha (kemarahan), lobha (keserakahan), moha (kemelekatan), mada (kesombongan) dan matsarya (kecemburuan). Sebaliknya apabila engkau sanggup mengatasi jeratan dari badan jasmani ini, maka kualitas-kualitas divine akan termanifestasikan di dalam dirimu, yaitu sifat-sifat prema (cinta-kasih), daya (welas-asih), sahana (kesabaran), dan sahanubhuti (sikap empatik).

- Divine Discourse, May 22, 2000.

Sai Inspires 3rd June 2008 (the inner journey from bad, to good, to God)

Once bad thoughts are given up, you would have reached the destination. Give no scope for bad thoughts. See good in all. Everyone must love God. Do not waste your time by looking for God elsewhere; He is right within you, around you, behind you, above you, and below you. Is it ever possible to get away from such an Omnipresent God? God is everywhere but what you see of Him outside is just a reflection of the inner Divinity. That is why Swami often says: Art is outside, while heart is inside. God is in the heart. That also is why Vedanta advocates the development of inner vision.

Sekali pemikiran-pemikiran yang negatif berhasil disingkirkan, maka engkau sudah sampai di tujuan perjalananmu. Jangan lagi menyimpan bad thoughts. Lihatlah kebajikan/kebaikan di atas segalanya. Setiap orang harus mengembangkan cinta-kasih Ilahiah. Janganlah membuang-buang waktumu dengan mencari Tuhan dimana-mana; sebab Beliau ada di dalam dirimu, di sekitarmu, di belakangmu, di atasmu dan juga di bawahmu. Apakah mungkin bagimu untuk menyembunyikan diri dari Tuhan yang maha omnipresent ini? Tuhan ada dimana-mana, dan segala sesuatu yang engkau lihat di luar ini tiada lain merupakan refleksi dari inner Divinity. Itulah sebabnya Swami sering berkata: Art ada di bagian luar, sedangkan heart ada di dalam. Tuhan hanya ada di dalam heart (hati nurani). Inilah salah-satu alasan mengapa kitab suci Vedanta selalu menganjurkan tentang betapa pentingnya mengembangkan inner vision.

- Divine Discourse, May 22, 2000 .

Sai Inspires 2nd June 2008 ( What should we do if someone hurts or abuses us?)

The more you love humanity, the greater would be the happiness that you experience. On the other hand, if your love is feeble, then so will be your sense of joy. Therefore, love all. What do you lose by loving all? Nothing whatsoever. Love can confer so much joy. If you smile, others would do the same. Therefore, all of you must go through life with smiles and joy. When someone scolds, one normally feels hurt, while the person who is scolding gets some satisfaction. Don't feel hurt when you are criticized or abused. Instead, react by just smiling. You may wonder, "Why should I smile when that person is saying so many unpleasant things about me?" The answer is simple. You must smile because you have given the other person a chance to derive some satisfaction, even if it is by hurting your feelings. Be happy that you were an instrument to make the other person happy. This is the positive attitude and sense of love that you have to develop.

Semakin engkau mencintai sesama umat manusia, maka akan semakin besar pula kadar kebahagiaan yang akan engkau rasakan. Sebaliknya, apabila cinta-kasihmu lemah, maka demikian pula halnya dengan kebahagiaan yang bakal engkau peroleh. Oleh sebab itu, love all. Apa sih ruginya bila engkau mencintai semuanya? Tak ada bukan!? Cinta-kasih bisa memberikan kebahagiaan yang berlimpah-limpah. Jikalau engkau tersenyum, maka orang lainpun akan melakukan hal yang sama. Oleh sebab itu, jalanilah kehidupan ini dengan senyuman dan kebahagiaan. Ketika seseorang sedang mencaci, maka biasanya hati kita merasa terluka, sementara orang yang mencaci itu untuk sementara waktu merasa senang. Dalam hal seperti ini, janganlah biarkan dirimu terluka akibat kritikan maupun cacian itu. Sebaliknya, bereaksilah dengan hanya sekedar tersenyum. Engkau mungkin mengira, "Mengapa saya harus tersenyum ketika orang itu sedang mengucapkan begitu banyak hal yang kurang menyenangkan tentang saya?" Jawabannya sangatlah sederhana. Engkau tersenyum oleh karena sebenarnya engkau sedang memberikan kesempatan bagi orang tersebut untuk merasakan sedikit kepuasan walaupun itu sebenarnya melukai perasaaanmu. Berbahagialah oleh karena engkau telah menjadi instrumen buat menyenangkan orang lain. Inilah attitude yang positif dan sense of love yang harus engkau kembangkan.

-Divine Discourse, May 22, 2000.

Sai Inspires 1st June 2008 (the wonderful spiritual message from the game of football)

A game of football is played by two teams, each team consisting of ten players playing on each side of the field. While playing, each team strives to score a goal by shooting the ball between the two goal posts. Life is a game, in which one has to aim at leading one's life between the two goal posts of secular and spiritual education. While playing football, one kicks the ball as long as it is filled with air. Once the football is deflated, no one kicks it. The air in the football signifies the presence of ego. A man swayed by ego would have to receive blows until he becomes devoid of ego. Only a deflated ball is taken by the hands, whereas an inflated ball is kicked mercilessly. Similarly, a person who has destroyed his ego is well respected, whereas the person who allows himself to be swayed by ego becomes the target of all sorts of attacks. Only a person who is free from ego can transform himself into an ideal man.

Permainan sepak-bola dilakoni oleh dua tim, dimana masing-masing regu/tim terdiri atas sepuluh orang pemain yang mengisi kedua sisi lapangan sepak-bola itu. Ketika sedang bermain, masing-masing tim akan berupaya untuk mencetak gol melalui tendangan bola yang diupayakan untuk disarangkan melalui kedua-buah tiang (yang dinamakan sebagai gawang) Nah, kehidupan kita ini dapat diibaratkan seperti permainan sepak bola itu, dimana masing-masing orang mempunyai tujuan hidupnya baik di bidang sekuler (keduniawian) maupun spiritual. Ketika sedang bermain bola, maka selama bola itu masih berisi udara, maka ia akan selalu ditendang ke sana dan kemari. Kehadiran udara di dalam bola merepresentasikan sang ego. Artinya adalah bahwa manusia yang terombang-ambing oleh kuasa ego akan selalu menerima tendangan, sebaliknya hanya bola yang sudah kempes sajalah yang selamat dan dibawa dengan tangan. Demikianlah analoginya, manusia yang telah menghancurkan egonya akan dihormati dengan baik, sedangkan mereka yang masih terjerat oleh ego akan menjadi target dari segala bentuk serangan. Hanya manusia yang bebas dari ego sajalah yang bisa mentransformasi dirinya menjadi manusia ideal.

- Summer Showers, 1996 .