Friday, February 18, 2011

Sai Inspires - December 15, 2010

If you tread the holy path of truth, righteousness, peace, and love, the Lord Himself will bestow on you, all that is needed and deserved! That will give you peace of mind. Offer everything to the Lord without any desire for the result; that indeed yields complete joy; that is indeed the easiest! While it is very difficult to speak untruth and act against Dharma, it is very easy to utter the truth and walk the path of Dharma (righteousness). It is a very pleasant task to speak out the thing just as it is; one need not spend a moment of thought upon it. To speak of what is not, one has to create the non-existent! It also plunges one into fear and fantasy, into an atmosphere of restlessness and worry. So, instead of following sensory actions (Vishaya Karma) which offer all these troubles and complications, follow actions that liberate (Shreyo Karma) - th e path of Atmic bliss which is true, eternal, and holy.

Jika engkau menapaki jalan suci kebenaran, kebajikan, kedamaian, dan cinta-kasih, Tuhan sendiri akan memberikan berkat-Nya padamu, semua yang engkau perlukan, semua yang pantas engkau dapatkan! Yang akan memberikanmu ketenangan pikiran. Persembahkanlah segala sesuatu kepada Tuhan tanpa ada keinginan untuk mendapatkan hasil; ini akan memberikan kebahagiaan sempurna. Meskipun sangat sulit untuk mengatakan ketidakbenaran (kebohongan) dan sangat sulit untuk bertindak melawan Dharma, sangat mudah untuk mengucapkan kebenaran dan berjalan di jalan Dharma (kebajikan). Adalah sangat mudah berbicara apapun jika tanpa memikirkan akibatnya. Untuk berbicara tentang sesuatu yang tidak ada, seseorang harus menciptakan sesuatu yang tidak ada tersebut menjadi ada! Hal inilah yang dapat menjerumuskan seseorang ke dalam ketakutan dan khayalan, ke suasana gelisah dan khawatir. Jadi, daripada mengikuti indera (Vishaya Karma) yang memberikan semua masalah dan kesulitan, ikutilah tindakan yang membebaskan (Shreyo Karma), jalan kebahagiaan Atma, yang benar, kekal, dan suci.

- Dhyana Vahini, Ch. 1, "The Power of Meditation".

Sai Inspires - December 14, 2010

Reflect for a while how inspiring is the example of Lord Krishna while he underwent his education and how his conduct and earnestness contributed to the joy of the elders. Though all learning emanates from Him and is to be earned through His Grace, He plays the role of a pupil, as a representative of the ideal pupil, in order to show the world by His own example, the way in which a Guru is to be chosen and served, the quality of humility that education must instil, and the gratitude and respect that the pupil has to offer to the teacher. It is with the intention of guiding and prompting the students of today that Krishna Himself went through the educational process and lived the ideal. Notice how subtle is the mystery of God and His Leelas!

Refleksikanlah bagaimana saat Sri Krishna memberikan inspirasi memberikan contoh saat Beliau menjalani pendidikan dan bagaimana Beliau melakukannya serta dengan kesungguhan memberikan kebahagiaan pada para orang tua. Meskipun semua pelajaran berasal dari-Nya dan akan diperoleh melalui berkat-Nya, Beliau memainkan peran sebagai siswa, sebagai perwakilan dari siswa yang ideal, untuk menunjukkan pada dunia dengan contoh yang Beliau berikan sendiri, cara di mana Guru dipilih dan dilayani, bagaimana pendidikan dengan kualitas kerendahan hati harus ditanamkan, dan bagaimana siswa memberikan rasa syukur dan hormat pada guru. Hal ini dengan maksud membimbing dan mendorong siswa saat ini bahwa Sri Krishna sendiri menjalani proses pendidikan dan hidup secara ideal. Lihatlah bagaimana misteri Tuhan dan permainan Ilahinya-Nya!

- Bhagavatha Vahini, Ch 39, "The Omniscient as a Student"

Sai Inspires - December 13, 2010

A cart can move only when two bullocks are yoked to it. And it can move safely only when the animals are trained to walk on roads and pull carts. Instead, if they have never stepped out of their shed, or if they have always moved only round and round the post to which they have been tied, the bullock cart cannot proceed! So also, the cart of inner consciousness (anthahkarana) cannot move by itself; it must be attached to the bullocks of intelligence (buddhi) and mind (manas), and made to follow their tracks. But, prior to the journey, the bullocks - intelligence and mind - should be conversant with the road to the village that the inner consciousness is eager to reach. They must be trained to proceed in that direction. If this is done, the journey will be easy and safe.

Sebuah gerobak dapat berjalan hanya ketika dua ekor sapi dipasang pada gerobak tersebut. Dan gerobak dapat bergerak dengan aman hanya jika sapi-sapi tersebut dilatih untuk menarik gerobak dan mereka digunakan dijalan mana mereka harus berjalan. Sebaliknya, jika sapi-sapi itu tidak memahami bagaimana cara menarik gerobak, tidak bergerak di jalan, tidak pernah melangkah keluar dari kandangnya, atau hanya bergerak di sekitar tonggak yang telah mengikatnya, perjalanan tidak dapat dilanjutkan! Demikian juga, kesadaran batin (Anthah-karana) ‘gerobak’ tersebut tidak dapat bergerak dengan sendirinya, melainkan harus melekat pada ‘sapi’ kecerdasan (Buddhi) dan pikiran (Manas), dan dibuat untuk mengikuti jejak mereka. Tetapi, sebelum melakukan perjalanan, para ‘sapi’ - kecerdasan dan pikiran - harus mengenal dengan baik ‘jalan desa’ kesadaran batin (Anthah-karana) yang ingin dicapai. Mereka harus dilatih untuk melanjutkan ke arah itu. Jika hal ini dilakukan, perjalanan akan mudah dan aman.

- Dhyana Vahini, Ch 1, "The Power of Meditation"

Sai Inspires - December 12, 2010

Human beings have been endowed with the intelligence and discriminative faculty of heightened degree in order to enable them to visualise the Atma. This is the reason why men are acclaimed as the crown of creation, and why the scriptures proclaim that the chance of being born as man is a very rare piece of good fortune. Human beings have the qualifications, urge and the capacity needed to seek the cause of Creation. People should endeavour to promote peace, prosperity and safety. They should use the forces and things in nature for promoting happiness and pleasure. They are approved by the Vedas themselves.

Manusia telah diberkati dengan kecerdasan dan kemampuan diskriminatif dengan derajat tertinggi untuk memungkinkan mereka memvisualisasikan Atma. Inilah alasan mengapa manusia dinyatakan sebagai ciptaan yang sempurna, dan ini mengapa kitab suci menyatakan bahwa kesempatan terlahir sebagai manusia merupakan nasib baik dan sangat langka. Manusia memiliki kualifikasi, keinginan, dan kemampuan yang diperlukan untuk mencari penyebab Penciptaan. Orang-orang seharusnya berusaha untuk meningkatkan kedamaian, kemakmuran, dan keamanan. Mereka seharusnya menggunakan kekuatan dan sifat-sifat lainnya untuk meningkatkan kebahagiaan dan kesenangan. Hal inilah yang tertuang dalam Weda.

- Satya Sai Vahini, Ch 1, "The Supreme Reality"

Sai Inspires - December 11, 2010

Balarama and Krishna studied under Guru Saandeepini, offering him the tribute of love and reverence. Giving joy to the teacher, studying well what has been taught, avoiding the pursuit of sensory pleasure and devoting oneself solely for the pursuit of knowledge - they lived by these guidelines. They never interrupted the discourse of the preceptor or interposed their will against his. They did not overstep his will or direction in any instance. They never challenged his authority or dared disobey his instructions. Though Balarama and Krishna were the repositories of Supreme Authority over Earth and Heaven, they gave their preceptor the respect and obedience that was due to his eminence and position. They were full of earnestness and devotion. They did not allow anything to distract them from their lesson. That is how a good student should be, that is what Balarama and Krishna were!

Balarama dan Krishna belajar di bawah bimbingan Guru Saandeepini, sebagai penghormatan mereka mempersembahkan cinta-kasih dan rasa hormat kepada gurunya. Untuk memberi sukacita bagi gurunya, Balarama dan Krishna hidup dengan panduan sbb: mereka belajar dengan baik apa yang telah diajarkan gurunya, menghindari mengejar kesenangan duniawi, dan mengabdikan diri semata-mata hanya untuk mengejar pengetahuan. Mereka tidak pernah menyela wacana-wacana suci yang diberikan oleh guru mereka atau melanggar perintahnya. Mereka tidak melampaui kehendaknya atau petunjuk-petunjuk yang telah diberikan. Mereka tidak pernah menantang kekuasaannya atau berani tidak mematuhi instruksinya. Meskipun Balarama & Krishna merupakan perwujudan Yang Agung atas bumi dan surga, mereka memberikan penghormatan dan taat pada guru mereka karena kedudukan dan keutamaan gurunya. Mereka penuh kesungguhan dan pengabdian. Mereka tidak mengizinkan apapun untuk mengalihkan perhatian mereka dari pelajaran mereka. Itulah seharusnya bagaimana menjadi siswa yang baik, seperti yang dilakukan oleh Balarama dan Krishna!

- Bhagavatha Vahini, Ch 39, "The Omniscient as Student".

Sai Inspires - December 10, 2010

The process of living has the attainment of the Supreme as its purpose and meaning. The "Supreme" means the Atma, the Divine Self who is present everywhere. Many great people have directed their intelligence towards the discovery of the omnipresent Atma and succeeded in visualising that Divine Principle. There is plenty of evidence of the successful realisation of the goals placed before themselves by preachers, pundits, aspirants and ascetics, when they tried earnestly to pursue them.

Proses hidup memiliki pencapaian Agung sebagai tujuan dan makna kehidupan. "Yang Agung" berarti Atma, Tuhan yang hadir di mana-mana. Banyak orang-orang hebat telah mengarahkan kecerdasan mereka menuju penemuan Atma dan berhasil memvisualisasikan Prinsip Ketuhanan. Ada banyak bukti-bukti pencapaian kesadaran yang berhasil dicapai oleh para pendeta, pundit, .pencari spiritual, dan pertapa yang sungguh-sungguh berusaha untuk mengejarnya.

Sai Inspires - December 09, 2010

While engaged in the mundane activities and in sense objects, if you have no interest in the result or consequence, then not only can you be victorious over the feelings of “I” and “mine”, greed and lust, but you can be far away from all such traits. Liberating action is pure, faultless, unselfish, and unswerving. Its characteristic is the importance given to the idea of action without any desire of the fruits thereof (Nishkama Karma), which has been elaborated in the Bhagavad Gita. The practice of this discipline involves the development of Truth, Righteousness, Peace and Love (Sathya, Dharma, Shanti andPrema). While on this path, if one also takes up the discipline of remembering the name of the Lord, where else can one acquire more joy and bliss? It will give the full est satisfaction.

Saat disibukkan dalam kegiatan duniawi dan objek-objek indera, jika engkau tidak tertarik pada hasil atau akibatnya, maka engkau tidak hanya bisa menang atas perasaan "aku" dan "kepunyaanku", keserakahan dan nafsu, tetapi engkau bisa menjauhkan diri dari semua sifat-sifat tersebut. Membebaskan tindakan dari objek-objek duniawi adalah murni, sempurna, tidak mementingkan diri sendiri, dan tidak menyimpang. Sifat-sifat ini penting diberikan dengan maksud melakukan tindakan tanpa ada keinginan untuk mendapatkan hasil (Nishkama Karma), seperti diuraikan dalam Bhagavad Gita. Praktek disiplin ini melibatkan pengembangan Kebenaran, Kebajikan, Kedamaian, dan Cinta-kasih (Sathya, Dharma, Shanti, dan Prema). Selagi berada di jalan ini, jika seseorang menjalankan disiplin ini dan senantiasa mengingat nama Tuhan, dimana lagi seseorang bisa memperoleh sukacita dan kebahagiaan? Hal ini akan memberikan kepuasan sepenuhnya.

- Dhyana Vahini, Ch 1 "The Power of Meditation".