Friday, December 17, 2010

Sai Inspires - November 14, 2010

Unfortunately, no transformation is taking place in the human beings in spite of repeating the Divine Name several times. You should chant the Name of God wholeheartedly with full faith. Faith develops love towards God and that love towards God confers Grace. No doubt, people today are repeating the holy name, but not with love and steady faith. They are more concerned with how others are singing and whether their shruthi (pitch) and raaga (melody) are in order, etc. They are doing Naamasankirtana with a wavering mind. There can be no transformation in them by such fickle minded sadhana in spite of doing it for hours together. Naamasankirtan has to be done with absolute concentration and steady faith like a yogi. It is said “Sathatham Yoginah”. One can achieve great transformation if the mind is steadily fixed on the Divine Name.

Sayangnya, tidak ada transformasi yang terjadi dalam manusia meskipun mengulang-ulang Nama Tuhan berkali-kali. Engkau harus mencantingkan Nama Tuhan dengan sepenuh hati dan dengan penuh keyakinan. Keyakinan mengembangkan cinta-kasih menuju Tuhan dan cinta-kasih menuju Tuhan-lah yang menganugerahkan berkat Tuhan. Tidak diragukan lagi, orang-orang saat ini mengulang-ulang Nama suci Tuhan, tetapi hal itu tidak dilakukan dengan cinta-kasih dan keyakinan yang mantap. Mereka lebih memperhatikan dengan bagaimana orang lain menyanyikannya dan apakah Shruthi (nada) dan Raaga (melodi) yang mereka bawakan sesuai, dll. Mereka melakukan Naamasankirtana dengan pikiran yang ragu-ragu. Tidak ada transformasi di dalam hati mereka karena Naamasankirtan dilakukan dengan pikiran yang berubah-ubah meskipun mereka melakukannya bersama-sama selama berjam-jam. Naamasankirtan harus dilakukan dengan penuh konsentrasi dan keyakinan yang mantap seperti seorang yogi. Dikatakan "Sathatham Yoginah". Seseorang dapat mencapai transformasi jika pikiran terus dengan mantap ditujukan pada Nama Tuhan.

-Divine Discourse, 13 Nov, 2010.

Friday, November 12, 2010

Sai Inspires November 12, 2010


Bhajan is very necessary to melt the heart of God. When you do Nagar Sankirtan early in the morning, everybody will get up and listen to the Divine Name. Hearing the name of God as soon as they wake up will fill them with great bliss and enthusiasm. Constantly remember the name of God; never forget Him. This is the noblest path; the true spiritual practice. When you do this, you will be immensely blessed.

Bhajan sangat diperlukan untuk mencairkan hati Tuhan. Ketika engkau melakukan Nagar Sankirtan pada pagi hari, semua orang akan bangun dan mendengarkan Nama Tuhan. Mendengar Nama Tuhan segera setelah mereka bangun akan mengisinya dengan kebahagiaan besar dan antusiasme. Teruslah mengingat Nama Tuhan, jangan pernah melupakannya. Ini merupakan jalan mulia. Inilah praktek spiritual yang sejati. Ketika engkau melakukan ini, engkau akan sangat diberkati.


-Divine Discourse, 24-05-2008

Thursday, November 11, 2010

Sai Inspires November 11, 2010


Surrender does not mean offering your body to God. Real surrender is the chanting of the Divine Name and making it the basis of your life. It is for the same reason that Guru Nanak, the first Guru of the Sikhs, started community singing. He told his followers that they should seek fulfillment in life by chanting the Divine Name. Consider the chanting of the Name of God as the most important spiritual practice. You may spend any amount of money in charity and in doing acts of service, but these practices will give you only temporary mental satisfaction at the most if they are not complemented with the chanting of the Divine Name.

Pasrah total bukanlah berarti mempersembahkan badan-mu kepada Tuhan. Pasrah total yang sebenarnya adalah menchantingkan Nama Tuhan dan menjadikannya sebagai dasar hidupmu. Karena alasan yang sama inilah Guru Nanak, guru pertama Sikh, memulai ajarannya untuk mengajak masyarakat menyanyikan nama Tuhan secara bersama-sama. Beliau mengatakan kepada pengikutnya bahwa mereka harus mencari pemenuhan dalam hidup dengan cara menchantingkan Nama Tuhan. Rasakanlah bahwa menchantingkan Nama Tuhan sebagai praktek spiritual yang paling penting. Engkau dapat menghabiskan sejumlah uang untuk beramal dan dalam melakukan tindakan pelayanan, tetapi praktik ini hanya akan memberikan kepuasan mental yang sifatnya sementara, jika tindakan itu tidak dilengkapi dengan menchantingkan Nama Tuhan.


-Divine Discourse, 24-05-2008.

Sai Inspires November 10, 2010


Today the country is facing a lot of problems because people are not doing enough Naamasmarana (remembering the divine name). Let each and every street reverberate with the singing of divine glory. Let each and every cell of your body be filled with divine name. Nothing else can give you the bliss, courage and strength that you derive from Naamasmarana. Even if some people make fun of you, do not bother about it. Do Naamasmarana with total concentration and dedication. Do not be afraid of anyone. Sing the glory of God wholeheartedly without any inhibition. Only then can you experience divine bliss.

Saat ini negara sedang menghadapi banyak masalah karena orang tidak melakukan Naamasmarana (mengulang-ulang nama Tuhan) dengan cukup. Biarlah setiap tempat berkumandang nyanyian kemuliaan Tuhan. Biarlah setiap sel tubuhmu diisi dengan nama Tuhan. Tidak ada lagi yang bisa memberikan kebahagiaan, keberanian, dan kekuatan yang bisa engkau dapatkan dari Naamasmarana. Bahkan jika beberapa orang menertawakan-mu, jangan engkau hiraukan hal tersebut. Lakukan Naamasmarana dengan penuh konsentrasi dan pengabdian (bhakti). Jangan takut terhadap siapapun. Nyanyikan kemuliaan Tuhan dengan sepenuh hati tanpa hambatan apapun. Baru setelah itu, engkau dapat mengalami kebahagiaan Ilahi.


-Divine Discourse, 14-Apr-2002

Tuesday, November 9, 2010

Sai Inspires November 9, 2010


There are many snakes of wicked qualities in the anthill of your heart. When you do Naamasmarana (remembering the divine name) all the ‘snakes’ of bad qualities will come out. Naamasmarana is like the musical wind instrument (Nadaswaram) which attracts snakes and brings them out of anthills. This Nadaswaram is your Jeevana swaram (music of your life) and Prana swaram (breath of your life). One has to repeat God’s name in order to get rid of evil qualities. Today there are many who do not attach any importance to Naamasmarana. It is a great mistake. In this Age of Kali only chanting of the divine name can redeem your lives. There is no other refuge. Singing the glory of the Lord is highly sacred!

Ada banyak ‘ular’ sifat-sifat buruk yang bersarang di hatimu. Ketika engkau melakukan Naamasmarana (mengulang- ulang Nama Tuhan) semua 'ular' sifat-sifat buruk akan keluar dari dirimu. Naamasmarana diibaratkan seperti alat musik (Nadaswaram) yang menarik ular dan membawa mereka keluar dari sarangnya. Nadaswaram ini adalah Jeevanaswaram-mu (musik kehidupan) dan Pranaswaram-mu (nafas kehidupan). Kita harus mengulang-ulang Nama Tuhan untuk menyingkirkan sifat-sifat buruk yang bersemayam di dalam diri. Saat ini ada banyak yang tidak menganggap penting untuk melakukan Naamasmarana. Ini merupakan kekeliruan besar. Dalam zaman Kali ini hanya menchantingkan Nama Tuhan-lah yang dapat menyelamatkan hidupmu. Tidak ada perlindungan lain. Menyanyikan kemuliaan Tuhan sangatlah suci!


- Divine Discourse, "Redeem your life by Namasmarana 14-4-2002

Sai Inspires November 8, 2010


Fill the reservoir when it rains, so that in times of drought, you can feed the fields. Do intense Sadhana (spiritual exercises) now, when you are young and strong so that you can be in peace and joy for the rest of your life. Make the most profitable use of this present period of your lives. Do not waste the hours in irrelevance and irreverence. Do not indulge in the condemnation of others or in self-disapprobation. Let your hearts rejoice, clothed in fresh ideals, feelings and resolutions. Mould your lives into sweet songs of Love.

Isilah tempat penyimpanan air saat hujan, sehingga pada musim kering, engkau bisa mengairi ladang. Lakukan Sadhana (latihan spiritual) saat ini, ketika engkau masih muda dan kuat sehingga engkau selalu berada dalam kedamaian dan sukacita selama sisa hidupmu. Buatlah periode ini sebagai saat yang paling berharga dalam hidupmu. Janganlah membuang-buang waktumu dengan hal-hal yang tidak berguna. Jangan menyalahkan orang lain atau menyalahkan dirimu sendiri. Biarlah hatimu bersukacita, memiliki perasaan yang baik dan kemantapan hati. Bentuklah hidupmu dalam manisnya lagu Cinta-kasih Tuhan.

-Divine Discourse, 26-Oct-1981.

Sai Inspires 7th November 2010


The farmer, intent on cultivation, ignores even food and sleep, for he is too busy ploughing, levelling, scattering seeds, watering, weeding, guarding and fostering the crop. He knows that his family will have to subsist on the harvest that he brings home and that if he fritters away the precious season in idle pursuits, his family will be confronted with hunger and ill-health. So, he sets aside or postpones other pursuits and focuses all his attention on farming alone. He puts up with difficulties and deprivations, toils day and night, watches over the growing crops and garners the grain. As a consequence, he is able to spend the months ahead, in peace and joy, with his happy family. Students and spiritual seekers have to learn important lessons from the farmer. The stage of youth is the season for mental and intellectual culture. These years should be intensively and intelligently cult ivated irrespective of difficulties and obstacles. The clamour of the senses has to be silenced; hunger and thirst have to be controlled; the urge to sleep and relax has to be curbed.

Para petani, penuh perhatian pada pertanian, bahkan ia mengabaikan makan dan tidur, karena ia terlalu sibuk membajak, meratakan tanah, menebarkan benih, mengairi, melakukan penyiangan, serta menjaga dan memelihara tanaman. Petani mengetahui bahwa keluarganya mendapatkan nafkah dari hasil panen yang akan ia bawa pulang dan jika ia membuang-buang waktunya pada musim yang berharga ini dengan bermalas-malasan, keluarganya akan menderita kelaparan dan gangguan kesehatan. Jadi, ia mengesampingkan atau menunda pencarian lainnya dan memfokuskan seluruh perhatiannya hanya pada pertanian saja. Ia berjuang dengan gigih dengan kesulitan dan kekurangan, bekerja keras siang dan malam, mengawasi pertumbuhan tanaman dan mengumpulkan hasil panen. Akibatnya, ia mampu melewatkan bulan-bulan selanjutnya, dalam kedamaian dan sukacita, dengan keluarga bahagianya. Para siswa dan para pencari spiritual harus mempelajari pelajaran penting dari para petani. Pada tahapan remaja (pemuda) adalah saatnya untuk memelihara mental dan intelektual. Tahun-tahun ini seharusnya dikembangkan secara intensif dan dengan cerdas; dengan tidak mengindahkan kesulitan dan hambatan yang dihadapi. Keinginan-keinginan dari indera harus dihilangkan; rasa lapar dan haus harus dikendalikan, keinginan untuk tidur dan bersantai harus diatasi.

-Divine Discourse, "Nara and Naraka", 26-10-1981

Sai Inspires 6th November 2010


Do not get elated at the riches, status, authority, intelligence, etc., which you may possess. Consider that they have been given to you on trust, so that you may use it to benefit others. They are all signs of His Grace, opportunities for service, and symbols of responsibility. Never seek to exult over others' faults; deal sympathetically with the errors and mistakes of others. Seek the good in others; hear only good tidings about them; do not give ear to scandal. On this Deepavali day, resolve to light the lamp of Naamasmarana and place it at your doorstep, the lips. Feed it with the oil of devotion; have steadiness as the wick. Let the lamp illumine every minute of your life. The splendour of the Name will drive away darkness from outside you as well as from inside you. You will spread joy and peace among al l who come near you.

Janganlah terlalu bergembira pada kekayaan, status, otoritas, kecerdasan, dll, yang mungkin engkau miliki. Pikirkanlah bahwa semuanya itu telah diberikan kepadamu atas dasar kepercayaan, sehingga engkau dapat menggunakannya untuk kepentingan orang lain. Semua itu merupakan tanda-tanda Rahmat-Nya, kesempatan untuk melakukan pelayanan, dan merupakan simbol tanggung jawab. Jangan pernah berusaha untuk bersuka ria atas kesalahan orang lain; bersimpatilah dengan kesalahan dan kekeliruan orang lain. Carilah kebaikan dalam diri orang lain, dengarlah hanya berita-berita baik tentang mereka, janganlah mendengarkan skandal. Pada hari Deepavali ini, ambillah cahaya dari Naamasmarana dan letakkanlah di depan pintu rumahmu. Isilah lentera itu dengan minyak pengabdian, gunakanlah kemantapan hati sebagai sumbunya. Biarkan cahaya itu menerangi setiap menit hidupmu. Kemuliaan Nama Tuhan akan mengusir kegelapan yang berasal dari luar maupun dari dalam dirimu. Engkau akan menyebarkan sukacita dan kedamaian di antara semua yang datang ke dekatmu.

- Divine Discourse, "The lamp at the door", 24-Oct-1965.

Sai Inspires 5th November 2010


Deepavali has to be observed as a day for getting rid of all the bad qualities in us, symbolised by the demon Narakasura. The inner meaning underlying the festival should be rightly understood. A whole array of lamps is lit by the light from one lamp. That one lamp symbolises the Supreme Effulgent Lord. The others represent the light in individual selves. The truth of the Vedic saying, "The One willed to become the many" is exemplified by the lighting of many lamps by the flame of one. Deepavali festival thus bears out the profoundest spiritual truth. The lamp also points to another significant fact. Wherever it may be placed, the flame rises only upwards and never moves down. Likewise, the flame of Jnana (Spiritual Wisdom) leads one to a sublime level through the path of Righteousness.

Deepavali harus dirayakan sebagai hari untuk menyingkirkan semua sifat buruk dalam diri kita, yang dilambangkan dengan iblis Narakasura. Makna yang mendasari perayaan ini harus benar-benar dipahami. Keseluruhan lentera menyala oleh cahaya dari satu lentera. Lentera yang satu itu melambangkan Tuhan Yang Maha Bercahaya. Lentera yang lainnya melambangkan cahaya dalam diri kita masing-masing. Veda mengatakan, "Tuhan dapat berwujud ‘menjadi’ banyak" dicontohkan dengan banyaknya lentera yang bisa dinyalakan dari satu lentera. Perayaan Deepavali ini membuktikan kebenaran spiritual yang mendalam. Lentera itu menunjukkan kebenaran penting lainnya. Dimanapun lentera tersebut ditempatkan, cahaya pasti hanya naik ke atas dan tidak pernah bergerak ke bawah. Demikian juga, api Jnana (KebijaksanaanSpiritual) menuju ke tingkat yang lebih mulia melalui jalan Kebenaran.

-Divine Discourse, "Inner significance of the festivals", Nov 9, 1988.

Sai Inspires 4th November 2010


The One Divine Principle works through many forms in order to manipulate and complete the process Srishti (creation). All forms are fundamentally of the same essence. There is no higher or lower. All are equally divine. When God comes down assuming special form on special occasions for a specific purpose, He is known as Avatar. Each Avatar is born as a consequence of Divine Will and with the purpose of restoring Dharma and moral life.

Prinsip Ketuhanan bekerja melalui berbagai bentuk agar menggunakan dan menyelesaikan proses Srishti (penciptaan). Semua bentuk pada dasarnya memiliki esensi yang sama. Tidak ada yang lebih tinggi ataupun lebih rendah. Semua memiliki Ketuhanan yang sama. Ketika Tuhan turun dengan wujud khusus dalam kesempatan yang khusus untuk tujuan tertentu, Beliau dikenal sebagai Avatar. Setiap Avatar lahir sebagai akibat dari Kehendak Tuhan dan dengan tujuan untuk memulihkan Dharma dan kehidupan moral.

- Bhagavatha Vahini, Chap 28.

Sai Inspires 3rd November 2010


Speech is a beautiful instrument that is gifted to man for uplifting himself; it is charged with tremendous power. Through the choice of our words, we can communicate to a person something which upsets their balance or shocks them into grief; the words then completely drain off their physical strength and mental courage. They fall on the ground, unable to stand. On the other hand, when through speech, we communicate something happy, or cheer them, they get the strength of an elephant. Words do not cost anything, but they are priceless. So they have to be used with care. They must be employed not for gossip, which is barren, but only for pure and productive purposes. The ancients recommended the vow of silence in order to purify speech of its evils. A mind turned inwards towards an inner vision of G od and speech turned towards outer vision - both of these will promote spiritual strength and success.

Ucapan adalah instrumen indah yang diberikan pada manusia untuk mengangkat dirinya sendiri. Ucapan memiliki kekuatan yang luar biasa. Melalui pilihan kata-kata kita, kita dapat mengatakan sesuatu pada seseorang yang dapat mengganggu ketenangan mereka atau membawa mereka ke dalam kesedihan; kata-kata itu kemudian melemahkan kekuatan fisik dan keberanian mental mereka. Mereka jatuh di tanah sehingga tidak mampu berdiri lagi. Di sisi lain, ketika melalui kata-kata, kita mengatakan sesuatu yang menyenangkan, atau menghibur mereka, mereka mendapatkan kekuatan seperti kekuatan gajah. Kata-kata tidak memerlukan biaya apapun, tetapi ia tak ternilai harganya. Jadi kata-kata harus digunakan dengan hati-hati. Kata-kata harus digunakan bukan untuk gosip yang kering, tetapi hanya untuk tujuan yang murni dan produktif. Orang-orang zaman dahulu bersumpah diam untuk memurnikan ucapan mereka dari kata-kata yang tidak baik. Pikiran dapat mengarahkan kedalam pandangan batin Tuhan dan ucapan dapat membawa kita ke pandangan luar, tetapi keduanya akan meningkatkan kekuatan spiritual dan kesuksesan kita.

. - Vidya Vahini, Chap 28.

Sai Inspires 2nd November 2010


I am immanent in every being. People forget Me, even though I am within and without them. I am the inner core of every being, but they are not aware of this. So, they are tempted to believe the outside world to be real and true, and pursue objective pleasures, and fall into grief and pain. On the other hand, if they concentrate all attention on Me alone, believing that the Lord has willed everything and everyone, I bless them and reveal to them the truth that they are I and I am they. Thousands have been blessed thus.

Aku selalu ada dalam setiap makhluk. Orang-orang melupakan Aku, siapa yang bersama mereka dan siapa yang tanpa mereka. Akulah inti dari setiap wujud, tetapi mereka tidak menyadari hal ini. Jadi, mereka tergoda untuk percaya bahwa objek-objek duniawi-lah yang nyata dan benar, dan mereka mengejar kesenangan objektif, lalu jatuh ke dalam kesedihan dan penderitaan. Di sisi lain, jika mereka memusatkan seluruh perhatiannya hanya pada-Ku, percaya bahwa Tuhan telah menghendaki segalanya, Aku memberkati mereka dan mengungkapkan kebenaran kepada mereka bahwa mereka adalah Aku dan Aku adalah mereka. Ribuan telah diberkati dengan hal seperti ini.

- Bhagavatha Vahini, Chap 30.

Sai Inspires 1st November 2010


The rain falling on the mountain range slides down the sides into many valleys and flows as turbid streams. The same rain falling on fresh water lakes or limpid rivers remains pure and clear. The sages who are cognizant of their Atmic reality are transformed into the purity, equanimity, and charity that it represents. They are ever in the full awareness of the Atma, their inner core. In the purified consciousness of these persons, there is the experience of identification. Likes and dislikes, sense of “I” and “mine”, anxiety and calmness, elation when praised and depression when blamed - these cannot contaminate or agitate a person who has attained that state. These opposites become balanced and are accepted with equanimity as waves on the Atmic consciousness. This is the authentic Atmic attitude, the Brahman inner-look, the unitary vision.

Hujan yang jatuh di gunung kemudian bergerak turun ke lembah-lembah dan mengalir sebagai sungai yang keruh. Hujan yang sama yang jatuh di danau air tawar atau sungai jernih, airnya tetap murni dan jernih. Para bijaksana yang menyadari realitas Atma akan diubah kedalam kemurnian, ketenangan, dan kemurahan hati. Mereka selalu dalam kesadaran penuh Atma, inti batin mereka. Didalam kesadaran yang dimurnikan oleh para bijaksana tersebut, ada pengalaman khusus. Suka dan tidak suka, rasa "aku" dan "milikku", kecemasan dan ketenangan, kegembiraan ketika dipuji dan depresi ketika disalahkan – hal ini tidak dapat mencemari atau mengganggu orang yang telah mencapai keadaan tersebut. Hal-hal yang berlawanan ini menjadi seimbang dan diterima dengan tenang sebagai gelombang pada kesadaran Atma. Ini adalah sikap sejati Atma, pandangan batin Brahman, yaitu kesatuan visi.

- Sutra Vahini, Chap 7.

Sai Inspires 31th October 2010


The Upanishads prescribe certain sadhanas (spiritual exercises) to achieve inner peace. One of that is engaging in Karma or beneficial activity - that is to say, service to people which will help diminish the sense of ego; this refers to acts that are good and godly. When one’s thoughts are engaged in such activities, the mind turns away from the talk it indulges in. Listening to spiritual advice, reflection on spiritual directions, and discovering ways and means of confirming faith in the Lord, recital of the names of God and withdrawing the mind from sensual pursuits have been prescribed by the scriptures for silencing the mental chatter, this inner talk, as a preparation for attaining the Supreme Lord. For it is only when the mind is cleansed and clarified that it can achieve such a profound task. Only then the lessons taught and the experiences undergo ne can be pure and unsullied.

Upanishad memberitahukan sadhanas tertentu (latihan spiritual) untuk mencapai kedamaian batin. Seseorang yang terlibat dalam Karma atau kegiatan bermanfaat - yaitu memberikan pelayanan kepada orang lain akan membantu mengurangi rasa ego, tindakan ini merupakan perbuatan yang baik dan saleh. Ketika pikiran seseorang terlibat dalam kegiatan tersebut, pikiran berpaling dari percakapan-percakapan yang hanyamemperturutkan kehendak. Mendengarkan nasihat spiritual, refleksi yang mengarah pada spiritual, menemukan cara dan sarana untuk menyatakan kepercayaan pada Tuhan, serta mengulang-ulang nama Tuhan dan menarik pikiran dari pengejaran sensual telah ditetapkan dalam kitab suci untuk mengheningkan percakapan batin, sebagai persiapan untuk mencapai Tuhan Yang Agung. Karena hanya ketika pikiran dibersihkan dan dijernihkan, maka akan dicapai tugas yang amat mulia. Selanjutnya pelajaran yang telah diajarkan dan pengalaman yang telah dialami bisa murni dan tak ternoda.

- Vidya Vahini, Chap 28


Sai Inspires 30th October 2010


It is not possible to limit the freedom of God in assuming Forms. He adopts endless Forms to manifest Himself to save the world. His incarnation is in conformity with the need of the crisis at the time. When the Earth moaned under the injustice of the demon Hiranyaksha, He had to appear as a boar, taking Form and equipped with Attributes, though in essence, He is without Form and Attribute. The will of God cannot be explained by categories or as consequences. It is according to the needs of the situation, in the Forms best suited for the destruction of the wicked and for the protection of the good and godly.

Adalah tidak mungkin untuk membatasi kebebasan Tuhan dalam mengambil Wujud. Beliau mengambil Wujud yang tiada henti untuk memanifestasikan diri-Nya di dunia ini, dan melindungi dunia ini. Inkarnasi-Nya sesuai dengan kebutuhan dunia pada waktu itu. Ketika bumi merintih di bawah ketidakadilan iblis Hiranyaksha, Beliau harus muncul sebagai babi hutan, mengambil Wujud lengkap dengan Atribut-Nya, meskipun pada dasarnya, Beliau tanpa Wujud dan tanpa Atribut. Kehendak Tuhan tidak dapat dijelaskan oleh kategori atau konsekuensi. Hal ini sesuai dengan kebutuhan situasi, dalam Wujud yang paling sesuai untuk menghancurkan yang jahat dan untuk melindungi yang baik dan yang saleh.

- Bhagavatha Vahini, Chap 30.

Friday, October 29, 2010

Sai Inspires 29th October 2010


Ordinary humans struggle to win material happiness and external pleasures. They do not seek the spiritual bliss (ananda) that the Atma, their inner reality, can grant. They lose the great opportunity of experiencing it, and they don’t take any steps appropriate for the purpose. All the time, their attention is directed only to the external world. It does not turn inward. Looking outward is the characteristic of animals, not of humans. The important organs of sense perception in the human body - the eye, the nose, the tongue, etc. - all open outward in order to contact external objects. The Sovereign Lord is the embodiment of indivisible sweetness (rasa), the treasure house of bliss, and can be realized only when you look inward. A wise person would gradually and stea dily endeavour to look inward and acquire that victory of Bliss.

Kebanyakan manusia berjuang untuk memenangkan kebahagiaan material dan kesenangan duniawi. Mereka tidak mencari kebahagiaan rohani (Ananda) yaitu Atma, yang merupakan realitas batin mereka. Mereka kehilangan kesempatan besar mengalami hal itu, dan mereka tidak mengambil langkah-langkah yang tepat untuk tujuan tersebut. Sepanjang waktu, perhatian mereka diarahkan hanya tertuju pada objek-objek duniawi. Hal ini tidak membawa kita ke dalam diri. Melihat keluar adalah karakteristik hewan, bukan karakteristik manusia. Organ-organ penting dalam tubuh manusia - mata, hidung, lidah, dll - semua terbuka berhubungan dengan objek-objek eksternal. Tuhan Yang Maha Kuasa merupakan perwujudan dari manisnya kebahagiaan (Rasa), rumah harta karun kebahagiaan, yang dapat direalisasikan hanya bila engkau melihat ke dalam diri. Orang bijaksana secara bertahap dan terus-menerus akan berusaha untuk mencari ke dalam diri dan mendapatkan kemenangannya yaitu Kebahagiaan Sejati.


- Sutra Vahini, Chap 7, "Look Inward, Not Outward"

Thursday, October 28, 2010

Sai Inspires 28th October 2010


The mind is engaged in two activities: alochana or planning, and sambhashana or dialogue. Both these follow different lines. Planning is intent on solving problems that present themselves before the mind. Dialogue multiplies the problems and confounds the solutions causing confusion and adoption of wrong and ruinous means to solve them. The inner conversation and controversial chatter continues from morning till night, until sleep overtakes the mind. It causes ill-health and the early setting in of old age. The topics on which the chatter is based are mostly the faults and failings of others and their fortunes and misfortunes. This perpetual dialogue is at the bottom of all the miseries of man. It covers the mind with thick darkness. It grows wild very quickly and suppresses one's genuine worth.

Pikiran digunakan dalam dua aktivitas: Alochana atau perencanaan dan Sambhashana atau dialog (percakapan). Kedua hal ini mengikuti jalur yang berbeda. Perencanaan bermaksud untuk memecahkan masalah yang timbul sebelum dipikirkan. Dialog justru akan melipat-gandakan permasalahan yang ada dan menimbulkan kerancuan dalam upaya untuk mencari solusi yang semestinya digunakan untuk menyelesaikan persoalan tersebut. Percakapan batin dan obrolan kontroversial yang berkepanjangan dari pagi sampai malam, terbawa pikiran sebelum tidur. Hal ini menyebabkan gangguan kesehatan dan menyebabkan cepat tua. Topik-topik yang dibicarakan sebagian besar didasarkan pada kesalahan dan kegagalan orang lain serta peruntungan nasib dan kemalangan mereka. Percakapan yang tak henti-hentinya inilah yang menyebabkan semua penderitaan manusia. Ia menyelubungi pikiran dengan kegelapan yang tebal dan dapat tumbuh dengan sangat cepat serta membenamkan sifat-sifat sejati seseorang.

- Vidya Vahini, Chap 28

Sai Inspires 27th October 2010


The Supreme Sovereign Lord manifesting Himself as Brahma, Vishnu and Maheswara, through the prompting of Primal Will is engaged in creating, fostering and destroying the worlds. In what is thus created, there is always the principle of Dualism. There is difference and disparity between one and another. If these differences and disparities are harmonised wisely, the world will have happiness and peace. If, on the other hand, living beings behave wrongly, the world will be sunk in anxiety, misery and confusion. When these arise, the Lord assumes appropriate Forms and affords necessary protection and correction. He sets right the damaged world, removes the evil forces that caused the damage, and instructs mankind in the science of fostering the right and the good.

Tuhan Yang Maha Kuasa memanifestasikan diri-Nya sebagai Brahma, Wisnu dan Maheshwara, melalui Primal Desire (Moha) dalam menciptakan, memelihara dan menghancurkan dunia. Dalam penciptaan, selalu ada prinsip Dualisme. Ada pertentangan dan perbedaan antara satu dengan yang lainnya. Jika perbedaan-perbedaan tersebut diselaraskan dengan bijaksana, dunia akan mengalami kebahagiaan dan kedamaian. Jika di sisi lain makhluk hidup berperilaku salah, dunia akan tenggelam dalam kecemasan, kesengsaraan, dan kekacauan. Ketika hal ini muncul, Tuhan mengambil Wujud yang sesuai dan memberikan perlindungan dan perbaikan yang diperlukan. Beliau memperbaiki dunia yang rusak, menghilangkan kekuatan jahat yang menyebabkan kerusakan, dan mengajari manusia ilmu pengetahuan yang tepat dan baik.

- Bhagavatha Vahini, Chap 30, " The Bhagavatha Path".

Sai Inspires 26th October 2010


Teachers who teach with the salary paid to them in their minds, and students who learn with the jobs they may procure as their focus are both pursuing wrong paths. In fact, the task of the teacher is to discharge his duty of instructing and inspiring the students so that they develop their latent talents and advance in the perfection of their skills. The task of the student is to unfold the Divine in him and equip himself for serving society with his skill and knowledge.

Guru yang mengajar dengan hanya memikirkan gaji yang akan dibayarkan kepadanya, dan siswa yang belajar hanya karena tugas, kedua-duanya mengejar jalan yang salah. Sesungguhnya tugas guru adalah untuk melaksanakan kewajibannya mengajar dan memberi inspirasi kepada para siswa sehingga para siswa dapat mengembangkan bakat terpendam yang ada dalam diri mereka dan maju dalam kesempurnaan keterampilan mereka. Kewajiban seorang siswa adalah untuk mengembangkan Ketuhanan di dalam dirinya dan melengkapi dirinya untuk melayani masyarakat dengan keterampilan dan pengetahuan yang dimilikinya.

- Vidya Vahini, Chap 28.

Sai Inspires 25th October 2010


When the person who is bound relies on the one who is not bound, he can get rid of his bonds and move about freely. The person who is deep in grief must seek refuge in the one who is floating on spiritual bliss (ananda) filled with joy. Bondage plunges one into sorrow; the Lord is Total Bliss Personified. Therefore, one can be completely cured of grief only by resorting to the inexhaustible spring of delight, the Lord. And what exactly is liberation (moksha)? It is release from grief, the absence of sorrow, and attainment of spiritual bliss (ananda-praapti). The supreme Self, the sovereign Lord, is the embodiment of indivisible sweetness (rasa), the treasure house of bliss (ananda nilaya). Hence, those who seek and secure His grace gain eternity itself.

Ketika orang yang terikat bergantung pada orang yang tidak terikat, ia dapat melepaskan ikatannya dan dapat bergerak bebas. Orang yang mengalami kesedihan yang mendalam harus mencari perlindungan pada orang yang telah mendapatkan kebahagiaan rohani (Ananda), yaitu orang yang dipenuhi dengan sukacita. Keterikatan menjerumuskan seseorang ke dalam kesedihan. Tuhan adalah perwujudan Kebahagiaan sejati. Oleh karena itu, seseorang benar-benar dapat disembuhkan dari kesedihan hanya dengan beralih pada kebahagiaan sejati yaitu Tuhan. Dan apa yang dimaksud dengan kebebasan (Moksha)? Kebebasan adalah lepas dari kesedihan, ketiadaan kesedihan, dan pencapaian kebahagiaan rohani (Ananda-Praapti). Tuhan merupakan perwujudan dari manisnya kebahagiaan (Rasa) serta rumah harta karun kebahagiaan (Ananda Nilaya). Oleh karena itu, mereka yang mencari dan mendapatkan rahmat-Nya akan memperoleh keabadian itu sendiri.

- Sutra Vahini, Chap 7, Divine Will is the Cause of all Causes.

Sai Inspires 4th October 2010


Those who are intent on sensory pleasures spend their days in worry, anxiety, pain, grief and tears throughout a long period of life; they breed like birds and beasts. They eat good food and cast it away as waste. This is the purposeless life that most people lead. Can you call this the process of living? Enormous numbers of living beings exist on the earth. Living is not enough. It has no value by itself, for itself. One can be considered to be alive only if the motives, feelings, thoughts, and attitudes that prompt a person reveal the divine qualities within.

Mereka yang hanya memuaskan kesenangan indera, menghabiskan waktu mereka dalam kekhawatiran, kegelisahan, kesedihan, duka-cita dan air mata sepanjang hidupnya, mereka diandaikan hidup bagaikan burung-burung dan binatang buas. Mereka makan makanan yang baik dan membuangnya begitu saja sebagai sampah. Ini merupakan hidup tanpa tujuan yang kebanyakan orang-orang jalani saat ini. Dapatkah ini disebut sebagai proses kehidupan? Jumlah makhluk hidup sangat banyak di bumi ini. Tempat tinggal sudah tidak cukup lagi. Hal ini bukanlah memiliki arti menurut dirinya sendiri serta untuk dirinya sendiri. Seseorang dapat dianggap hidup hanya jika motif, perasaan, pemikiran, serta sikap yang dimilikinya mendorongnya mengungkapkan sifat Ketuhanan yang ada dalam dirinya.


- Bhagavatha Vahini, Chap 29 .

Sai Inspires 23th October 2010


Each one of you require faith in yourselves, more than most other qualities. The absence of self-confidence marks the beginning of one’s decline. Today, the world is facing ruin and disaster because people have lost confidence in themselves. Self-confidence alone is capable of granting peace and prosperity to each and every person. If you cultivate self-confidence, you will receive kindness everywhere. You will be honoured in all places. Whatever you touch, will become gold!

Setiap orang memerlukan kepercayaan dalam dirinya, lebih dari sifat-sifat yang lainnya. Tidak adanya rasa percaya diri merupakan tanda awal kemunduran seseorang. Saat ini, dunia sedang menghadapi kehancuran dan bencana karena orang telah kehilangan kepercayaan pada diri mereka sendiri. Kepercayaan pada diri sendiri-lah yang mampu memberikan kedamaian dan kemakmuran bagi setiap orang. Jika engkau memupuk rasa percaya diri, engkau akan menerima kebaikan di mana-mana. Engkau akan dihormati di semua tempat. Apa pun yang engkau sentuh, akan menjadi emas!

- Vidya Vahini, Chap

Sai Inspires 22th October 2010


Liberation is the realisation of awareness, achievement of oneness with the Divine. Each and every living being has to attain this consummation, this goal - the Brahman. That is its true destination. Some day or the other, the urge to win release from the shackles of grief and joy, and the bonds of “I” and “mine” will awaken and emerge. The path that is taken then inevitably leads to freedom (moksha). Seeking that path is the sign of the intelligent person. Instead of this search, when one considers the objective world as all-important and feels drawn toward its charm, life is barren and is of no consequence.

Kebebasan adalah realisasi kesadaran, mencapai kesatuan dengan Tuhan. Setiap makhluk hidup ingin mencapai penyempurnaan ini, tujuan ini, yaitu Brahman, yang merupakan tujuan yang benar. Beberapa waktu yang akan datang, dorongan untuk memenangkan pembebasan dari belenggu kesedihan dan kegembiraan, dan bebas dari ikatan "aku" dan "kepunyaanku" akan bangkit dan muncul. Jalan yang kemudian diambil pasti akan mengarah pada kebebasan (Moksha). Mencari jalan menuju Moksha adalah tanda dari orang cerdas. Ketika seseorang menganggap objek-objek duniawi sebagai hal yang penting dan merasa tertarik terhadap kenikmatan duniawi, maka kehidupannya akan kering dan tidak akan bisa menghindari konsekuensinya.

- Sutra Vahini, Chap 6, "Supreme Self is the Primal Entity".

Sai Inspires 21th October 2010


Eyes and ears that seek evil, tongue that craves to malign, nose that enjoys the foul, and hands that delight in wickedness—these must be totally avoided. Whoever has any of these must correct them immediately. Or else, one’s future is bound to be disastrous. The wrongs of the five indriyas (senses) will result in the destruction of the five pranas (vital energies) and the killing of the five koshas (sheaths of existence). Of course, the senses yield momentary pleasure and joy but, as the saying goes, “senility lies in wait.” Sensual pleasures bring about great grief quite soon.

Mata dan telinga yang melihat dan mendengar yang buruk , lidah yang digunakan untuk berbicara buruk (memfitnah), hidung yang mencium bau busuk, dan tangan yang bekerja dalam kejahatan – semua hal ini harus benar-benar dihindari. Siapapun yang memiliki salah satu dari keburukan tersebut, harus memperbaikinya dengan segera. Jika tidak, maka masa depannya berada di ambang kehancuran. Kesalahan-kesalahan dari lima Indriyas (indera) akan mengakibatkan kehancuran lima Pranas (energi vital) dan membunuh lima Koshas (selubung eksistensi). Panca indera menghasilkan kesenangan dan kebahagiaan sesaat, seperti kata peribahasa berikut,”kesenangan duniawi akan hilang dimakan waktu, “dan kesenangan duniawi tersebut akan membawa kesedihan yang cukup besar.


-Vidya Vahini, Ch 27.

Sai Inspires 20th October 2010


It is quite a common occurrence that stories of the Divine are narrated and heard by gatherings of thousands. But Jnana (wisdom) can be achieved only by placing complete faith in what is heard. That faith must result in a cleansed mind, a pure heart. Whoever listens to the Lord's narrative and imbibes the nectar therein with a heart bubbling over with yearning for the Divine, with unshakeable faith in God, they will attain constant joy and Self-realisation. This is beyond the realm of doubt.

Kisah-kisah tentang Tuhan telah diceritakan dan didengar dalam ribuan kali pertemuan. Tetapi Jnana (kebijaksanaan) dapat dicapai hanya dengan menempatkan keyakinan penuh terhadap apa yang sudah didengar. Keyakinan tersebut harus menghasilkan pikiran yang bersih dan hati yang murni. Siapapun yang mendengarkan kisah-kisah tentang Tuhan dan meminum nektar di dalamnya dengan hati penuh dengan kerinduan pada Tuhan, dengan keyakinan yang mantap pada Tuhan, mereka akan mencapai kebahagiaan dan realisasi diri.

- Bhagavatha Vahini, Chap 29, "The Dialogue Begins".

Sai Inspires 19th October 2010


When the cause is known, one can know all its consequences. The entire universe was formed from the five primordial elements (prapancha), and is a projection by the Divine Will. It is a consequence of the Will of God (Bhagavath-Sankalpa). God is the cause of all creation. Correct vision will reveal to us unity in diversity; one’s limited intelligence cannot unravel it. With distorted vision (ku-darshan), one sees only the name and form, the appearances, and therefore gets deluded and confounded. One gets tossed by likes and dislikes, pleasure and pain, elation and depression. One is aware only of the unreal which appears in diverse names and forms. Correct vision (Su-darshan) makes you see the One in the many. It reveals unity in diversity and confers supreme delight.

Jika penyebabnya diketahui, seseorang dapat mengetahui segala akibatnya. Seluruh alam semesta dibentuk dari lima elemen (Prapancha), dan merupakan proyeksi dari kehendak Tuhan, yang merupakan konsekuensi dari kehendak Tuhan (Bhagavath-Sankalpa). Tuhan adalah penyebab dari semua ciptaan. Visi yang benar akan mengungkapkan persatuan dalam keberagaman. Kecerdasan manusia yang terbatas tidak akan bisa mengungkapkan hal tersebut. Dengan visi terdistorsi (Ku-darshan), seseorang hanya melihat nama-bentuk, penampilan, dan oleh karena itu akan tertipu dan bingung. Seseorang dapat memiliki rasa suka dan tidak suka, senang dan sedih, gembira dan depresi. Seseorang akan sadar hanya ketika yang tidak nyata menunjukkan perbedaan nama dan bentuk. Visi yang benar (Su-darshan) membuatmu melihat Tuhan dalam semuanya. Hal ini mengungkapkan kesatuan dalam keragaman dan menganugerahkan kegembiraan tertinggi.

- Sutra Vahini, Chap 7, "Divine Will is the Cause of all Causes".

Sai Inspires 18th October 2010


Envy expands the string of mischief it plays on people. It makes one revel in scandalising others. This evil today is widespread among the youth. It comes naturally to them, for it is a sign of ignorance. To get rid of this habit, you must devote some time, early in the day and before retiring for sleep, in exploring the mind and examining faults that have secured foothold therein. You must pray to God to save you from this tendency. When once you have won the Grace of God, you can be rest assured that such absurdities will not deform your character!

Iri hati semakin memperburuk sifat seseorang. Itu akan membuat seseorang bergembira diatas skandal orang lain. Saat ini kejahatan tersebar luas di kalangan pemuda. Kejahatan tersebut datang secara alami kepada mereka, karena itu merupakan tanda kebodohan. Untuk menghilangkan kebiasaan ini, engkau harus menyediakan waktu di pagi hari dan sebelum tidur, untuk mengeksplorasi pikiran dan memeriksa kesalahan yang telah dilakukan selama hari itu. Engkau harus berdoa kepada Tuhan untuk menyelamatkan dirimu dari kecenderungan ini. Ketika engkau telah memenangkan Rahmat Tuhan, engkau dapat memastikan bahwa absurditas tersebut tidak akan merusak karaktermu!

- Vidya Vahini, Ch 27

Sai Inspires 17th October 2010


Those who listen to the narration of the Lord with earnest devotion (and not just hear casually) and not only reflect upon its value and significance but also act according to the light it sheds on their minds will merge in the Bliss of the Lord. Their hearts will be filled with the sweet nectar of the personification of His captivating charm. They will experience the Adwaitha Ananda, the Bliss of being one with Him. To attain this fruit, the highest Sadhana (spiritual exercise) is the recitation of the Name of God with full vigilance of thought, feeling and utterance (mano-vaak-kaya) and the loud singing of His Glory. There is no greater spiritual practice than singing His Glory.

Mereka yang mendengarkan kisah-kisah Tuhan dengan (bhakti) pengabdian yang sungguh-sungguh (dan bukan hanya sekedar mendengarkan) dan bukan hanya merenungkan nilai dan maknanya tetapi bertindak sesuai dengan kisah-kisah tersebut dalam pikiran mereka akan menyatu dengan kebahagiaan Tuhan. Hati mereka akan diisi dengan nektar manis personifikasi Beliau yang menarik hati. Mereka akan mengalami Adwaitha Ananda, kebahagiaan sejati menyatu dengan-Nya. Untuk mencapai buah tersebut, Sadhana (latihan spiritual) tertinggi adalah mengucapkan Nama Tuhan dengan kesadaran penuh pada pikiran, perasaan, dan ucapan (Mano-vaak-kaya) dan menyanyikan Kemuliaan-Nya. Tidak ada praktek spiritual yang lebih besar daripada menyanyikan Kemuliaan-Nya.

- Bhagavatha Vahini, Chap 29 "The Dialogue Begins".

Sai Inspires 16th October 2010


Your desires - wants, longings, resolutions, and wishes - are multiplied and prompted by our activities (karma). The initial impulse for desire is ignorance of the reality (ajnana). If so, then naturally the doubt arises as to how the consciousness that is unaware can transform itself into the consciousness that is aware (jnana)? Darkness can never remove darkness. So too, ignorance can never destroy ignorance. It can be accomplished only by spiritual wisdom (jnana), which is, Awareness of the Truth. This is the dictum promulgated by Adi Sankara. The world today very much needs this harmony and awareness.

Keinginan-keinginanmu - hasrat, kerinduan, resolusi, dan harapan-harapan - disebabkan oleh tindakan (Karma). Dorongan awal untuk keinginan duniawi disebabkan oleh ketidaktahuan tentang realitas (Ajnana). Jika demikian akan muncul keraguan, lalu bagaimana Ajnana bisa mengubah dirinya menjadi Jnana? Kegelapan tidak pernah dapat menghapus kegelapan? Demikian juga, ketidaktahuan (Ajnana) tidak pernah dapat menghancurkan ketidaktahuan. Hal ini dapat dicapai hanya dengan kebijaksanaan spiritual (Jnana), yang merupakan kesadaran dari kebenaran. Ini adalah diktum yang diajarkan oleh Adi Sankara. Dunia ini sangat memerlukan harmoni dan kesadaran ini.

- Sutra Vahini, Chap 4.

Sai Inspires 15th October 2010


You must exercise constant watchfulness over your feelings and reactions, and endeavour to keep out selfishness, envy, anger, greed and other such evil tendencies from entering your minds. These are nets which entrap you; these vices overwhelm and subdue your holiness, so that you cannot be influenced any longer. Then you forget yourself and behave like another worse individual, a person caught in frenzy. You blabber as your tongue dictates, without regard to the effect—good or evil, and engage your hands in work that it favours. Be aware and keep them in control! If you carefully discriminate, you can be recognised by the good company you keep, the noble works you delight in and the pleasant words you utter.

Engkau harus memperhatikan secara terus-menerus perasaan dan reaksimu, dan berusaha untuk menahan keegoisan, iri hati, kemarahan, keserakahan dan kecenderungan buruk lainnnya memasuki pikiranmu. Sifat-sifat buruk tersebut adalah jaring yang menjebakmu; ia memenuhi dan melemahkan kesucianmu, sehingga engkau tidak bisa dipengaruhi lagi. Kemudian engkau lupa diri dan berperilaku seperti orang lain yang lebih buruk, orang yang terjebak dalam hiruk-pikuk duniawi. Engkau berbicara dengan kata-kata yang mendikte, tanpa memperhatikan efek-baik atau buruk, dan menggunakan tanganmu dalam pekerjaan yang menarik (duniawi). Sadarlah dan kendalikanlah sifat-sifat ini! Jika engkau dengan hati-hati melakukan diskriminasi, engkau dapat dikenali dalam pergaulan yang baik, pekerjaan-pekerjaan mulia yang menyenangkanmu dan kata-kata yang menyenangkan yang engkau ucapkan.


- Bhagavatha Vahini, Ch 21, "The Durvasa Episode".

Sai Inspires 14th October 2010


Discover for yourself your stage of spiritual development, to which class in the school you would fit in. Then determine to proceed from that grade to the next higher one. Strive your best and you will win the Grace of God. Do not bargain or despair. One step at a time is enough, provided it is towards the goal, not away from it. Beware of the pride of wealth, scholarship, status, that drag you into egoism. Do not seek the faults of others; look for your own. Be happy when you see others prosper, share your joy with others.

Temukan sendiri tingkat perkembangan spiritualmu; 'kelas' dan 'sekolah' mana yang kira-kira cocok untukmu. Selanjutnya tentukanlah untuk melanjutkan ke kelas berikutnya yang lebih tinggi. Usaha yang terbaik dan engkau akan memenangkan rahmat Tuhan. Jangan tawar-menawar atau putus asa. Satu langkah pada suatu waktu sudah cukup, asalkan itu adalah ke arah tujuan, tidak jauh dari tujuan itu. Berhati-hatilah terhadap kebanggaan atas kekayaan, kesarjanaan, dan status, yang bisa menyeretmu ke dalam egoisme. Janganlah mencari kesalahan orang lain; carilah kesalahanmu sendiri. Berbahagialah ketika engkau melihat orang lain berhasil dengan baik; bagilah kebahagiaanmu dengan orang lain.

- Bhagavatha Vahini, Chap 28, "The enchanting Story"

Sai Inspires 13th October 2010


When the good are happy and living in peace, the bad cannot tolerate it; they develop intense headache! Unless the wicked contemplate on the loss and hardships that the good undergo, they are never happy! The problems suffered by the good is the gain of evil minds. The sweetness of the cuckoo is bitter to the ear of the crow. The Kauravas tried their best to create dissension among the Pandava brothers and spread heinous scandals. But the five Pandavas respected Truth and abided by it, and so, nothing could separate them. No event could make a dent on the happiness of the five brothers.

Ketika kebaikan hidup bahagia dan hidup dalam kedamaian, keburukan tidak dapat membiarkan hal tersebut terjadi, ia menderita sakit kepala yang hebat! Keburukan harus merenungkan kerugian dan kesulitan yang dijalani kebaikan, untuk menjadi bahagia! Kerugian yang diderita oleh kebaikan adalah keuntungan dari pikiran jahat. Manisnya suara burung elang malam terdengar pahit di telinga burung gagak. Korawa mencoba untuk menciptakan perpecahan di antara lima bersaudara dan menyebarkan skandal keji, yang mempengaruhi satu atau yang lain. Tetapi Pandawa bersaudara telah menghormati kebenaran dan telah terpikat pada kebenaran dan demikian pula dengan kebenaran, tidak ada yang bisa memisahkan mereka. Tidak ada yang bisa membelokkan kebahagiaan dari Pandawa lima bersaudara.

- Sutra Vahini, Chap, 4, "Scriptures are not only world oriented".

Sai Inspires - 12th October 2010


Brahman (Divinity) cannot be comprehended by means of proofs or arguments. It is beyond reason and calculation. It is indefinable, cannot be pronounced as being such or so, for this reason or that. It is immeasurable (aprameya) by time and space. The usual evidences for truth are direct perception (pratyaksha) and inferential perception (anumaana). But Brahman cannot be cognized by these two means. The sages experienced it and expressed this in the scriptures, and these Holy Texts themselves are the proof. The Word or Shabdha is the firmest testament for the existence of Brahman.

Brahman (Divinity) tidak dapat dipahami oleh bukti-bukti atau argumen. Brahman diluar jangkauan akal dan perhitungan. Brahman tidak dapat dijelaskan, tidak dapat diucapkan dengan begini atau begitu, untuk alasan ini atau itu. Beliau tidak terbatas (aprameya) oleh waktu dan ruang. Cara untuk mengetahui hakekat kebenaran bisa dengan persepsi langsung (Pratyaksha) dan mengambil kesimpulan dari apa yang terlihat (Anumaana). Tetapi Brahman tidak dapat disadari dengan dua cara tersebut. Orang-orang bijaksana mengalaminya dan menyatakan hal tersebut dalam kitab suci. Kitab suci itu sendiri adalah buktinya. Kata-kata atau Shabdha adalah bukti yang kuat bagi keberadaan Brahman.

- Sutra Vahini, Ch 3 "The Vedas reveal Brahman”

Sai Inspires 11th October 2010


Each one of you should transform yourself into a Sumathi (a person with a good mind). You must avoid turning into a durmathi (an individual with perverted and polluted intelligence). A huge heap of fuel can be reduced to ashes by a tiny spark of fire. A drop of poison can render a pot of milk totally undrinkable. Envy and hatred are the sparks that destroy the cluster of virtues in you. Be aware!

Engkau seharusnya mengubah dirimu menjadi Sumathi (orang dengan kecerdasan yang baik). Engkau seharusnya menghindari berubah menjadi Durmathi (orang yang sesat dan orang yang kecerdasannya tercemar). Sebuah tumpukan besar bahan bakar dapat direduksi menjadi abu oleh percikan api kecil. Setetes racun dapat membuat sepanci susu benar-benar tidak bisa diminum. Iri hati dan kebencian adalah bunga api yang merusak kebajikan di dalam dirimu. Berhati-hatilah!


-Vidya Vahini, Chap 27.

Sai Inspires 10th October 2010


The blind cannot be saved by one who has no eyes; the destitute cannot be helped by the impoverished. How can a person who is needy and helpless remove the poverty, suffering, and pain of another? The poor must approach the affluent, the wealthy. The blind must seek the guidance of a person who can see. One who is bound and blinded by the dualities of creation has to take refuge in the inexhaustible treasure of compassion, power, and wisdom, namely, the Divine Atma. Then, one can get rid of the destitution of grief, revel in the wealth of spiritual bliss, and attain the goal of human existence. This consummation is won through the Grace of the Lord.

Orang buta tidak dapat diselamatkan oleh orang yang tidak bisa melihat. Demikian juga orang yang miskin tidak dapat dibantu oleh orang miskin. Bagaimana orang yang miskin dan orang yang tak berdaya menghapus kemiskinan dan penderitaan, dari yang lainnya? Orang yang miskin harus menghampiri kekayaan, yaitu orang yang kaya. Orang buta harus mencari bimbingan dari orang yang bisa melihat. Orang yang terikat dan dibutakan oleh dualitas penciptaan harus mencari perlindungan pada harta yang tak habis-habisnya dari kasih sayang, kekuasaan, dan kebijaksanaan, yaitu Atma. Kemudian, seseorang dapat menyingkirkan kesedihan dari kemiskinan, bersenang-senang dalam kekayaan kebahagiaan rohani, dan mencapai tujuan dari keberadaan manusia. Penyempurnaan tersebut dimenangkan melalui rahmatTuhan.

-Sutra Vahini, Ch 6

Sai Inspires 9th October 2010


God has no bondage to time and space. For Him, all beings are the same. He is the master of the living and the non-living. At the conclusion of every aeon, the process of involution is completed in the Pralaya (Great Deluge). Then, evolution starts again as Lord Brahma, the Creator creates beings again. He enlightens everyone with a spark of His own Glory and fosters every one of them on the path of fulfilment as Lord Vishnu. He, as Lord Siva, concludes the process by the destruction of all. Thus, you can see that there is no limit to His might; no end to His potency. There can be no boundaries for His achievements.

Tuhan tidak terikat oleh ruang dan waktu. Bagi Beliau, semua makhluk adalah sama. Beliau adalah penguasa bagi makhluk hidup dan benda mati. Pada akhir setiap zaman, proses involusi diakhiri dengan pralaya (banjir besar). Kemudian, evolusi di mulai lagi, dan sebagai Brahma, Beliau kembali menciptakan makhluk. Beliau menerangi setiap orang dengan percikan kemuliaan Beliau sendiri dan mendorong setiap orang dari mereka di jalan pemenuhan, sebagai Wisnu. Beliau, sebagai Siwa, mengakhiri proses tersebut dengan menghancurkan segalanya. Dengan demikian, engkau dapat melihat bahwa tidak ada batas bagi kekuasaan-Nya, tidak ada akhir bagi kemampuan-Nya. Tidak ada batas bagi pencapaian-Nya.

- Bhagavatha Vahini, Chap 27, "Enter Sage Suka."

Sai Inspires 8th October 2010


Praising oneself and condemning others are equally dangerous. Attempting to hide one’s meanness and wickedness, and putting on the mask of goodness, justifying one’s faults and exaggerating one’s attainments - these are also poisonous traits. Equally evil is the habit of ignoring the good in others and assiduously seeking only their faults. Never speak words that demean the other. When we are friendly with another and like them very much, whatever he/she does is certain to strike us as good. When the wind changes and the same person is disliked, even the good he/she does appears to us as bad. Both these reactions are misconceived. They are not commendable at all.

Memuji orang lain dan mengutuk diri sendiri sama-sama tidak baik. Mencoba untuk menyembunyikan keburukan dan kejahatan seseorang dan mengenakan topeng kebaikan, membenarkan kesalahan seseorang dan melebih-lebihkan hasil karya yang dicapai seseorang - ini juga merupakan sifat-sifat yang buruk. Sama buruknya dengan melakukan kebiasaan mengabaikan perbuatan baik pada orang lain dan hanya mencari-cari kesalahan mereka. Jangan pernah mengucapkan kata-kata yang merendahkan orang lain. Ketika kita bersikap ramah dengan orang lain dan bersikap yang sama dengan banyak orang, apa pun yang dia lakukan tentu mendapatkan hal yang baik. Ketika angin berganti dan orang yang sama tidak disukai, bahkan yang baik dianggap buruk. Kedua reaksi ini keliru. Sikap seperti ini tidak patut dipuji.

-Vidya Vahini, Chap 27.

Sai Inspires 7th October 2010


The apparently moving (chara) and unmoving (achara), the active and inert, are both willed by the Divine. That Divine Will is a conscious act (chetana); it is not a form of inertness (achetana). Whatever arguments and counter-arguments are advanced by any person, the truth that Divine Will is the root of everything stands unshakable. People who argue about this either are deluded by appearances or are only trying to bolster up their pet fancies, avoiding deeper probes. -

Bergerak (Chara) dan tidak bergerak (Achara), aktif dan lamban, keduanya dikehendaki oleh Tuhan. Kehendak Tuhan itu adalah tindakan sadar (Chetana), bukan suatu bentuk kelambanan (Achetana). Apapun argumen dan argumen berlawanan yang diajukan oleh setiap orang, kebenaran bahwa Kehendak Tuhan adalah akar dari segala sesuatu berdiri tak tergoyahkan. Orang-orang yang berdebat tentang hal ini baik yang tertipu oleh penampilan atau hanya mencoba untuk mendukung fantasi mereka, menghindari penyelidikan yang lebih dalam.

- Sutra Vahini, Chap 3, "Divine Will is the root of everything"

Sai Inspires 6th October 2010


God does not incarnate merely for the destruction of the wicked. Truly speaking, God incarnates primarily for the sustenance of the faithful, the devoted, the virtuous and the good. But even the faithless and the bad, use the chance for their own purpose. In the Bhagavatha, stories of wicked persons intervene amidst the accounts of the Glory and Grace of God. These stories do not make the Bhagavatha any less holy. When the sweet juice has been squeezed out of the sugarcane, the bagasse is discarded. When the sweetness of Divine Majesty has been tasted, the pulp can be thrown out. The cane has both bagasse and sugar; it cannot be only sugar. So too, devotees have to be amidst the faithless; they cannot be without the others.

Tuhan tidak menjelma semata-mata untuk menghancurkan orang-orang yang jahat. Sesungguhnya, Tuhan menjelma terutama untuk kelangsungan umat yang beriman, para bhakta-Nya, serta untuk mereka yang saleh dan baik. Tetapi orang-orang yang tidak beriman dan orang-orang yang jahat, mengggunakan kesempatan untuk tujuan mereka sendiri. Dalam Bhagavatha, cerita tentang orang-orang jahat berada diantara cerita tentang kemuliaan dan rahmat Tuhan. Cerita-cerita tersebut tidak membuat Bhagavatha menjadi kurang suci. Ketika jus manis telah diperas dari tebu, ampas tebu tersebut akan dibuang. Ketika manisnya keagungan Tuhan telah dicicipi, ampasnya bisa dibuang. Tebu terdiri dari gula dan ampas, bukan hanya gula saja. Demikian juga, para bhakta harus mampu berada diantara orang-orang yang tidak beriman, mereka tidak bisa tanpa orang lain.

-Bhagavatha Vahini, Chap 28, "The Enchanting Story".