Saturday, July 28, 2007

Sai Inspires - 28th July 2007 (Saturday)



God is a Witness of the act-consequence chain. You can avoid the consequence by dedicating the act to God and abstaining from attachment. Only you have to be sincere in your surrender and in your detachment. For this you have to cleanse your heart and feelings through japa, smarana and dhyaana (recitation of God's Names, remembering God, and meditation on God). Without a pure heart and virtuous life, even though you may recite the Vedas you will benefit little from that.

Tuhan hanyalah merupakan saksi dalam mata rantai hukum sebab & akibat. Engkau mungkin bisa menghindar dari konsekuensi perbuatanmu dengan jalan mendedikasikan perbuatanmu tersebut kepada-Nya dan bersikap abstain dari segala bentuk kemelekatan. Prasyarat utama yang perlu dimiliki adalah bahwa engkau harus bersikap tulus dalam penyerahan dirimu serta dalam detachment (ketidak-melekatan). Untuk itu, engkau perlu terlebih dahulu membersihkan hati dan perasaanmu melalui japa, smarana dan dhyaana (pengulangan nama-nama Tuhan, ingat kepada-Nya dan bermeditasi kepada-Nya). Tanpa adanya hati yang murni dan kehidupan yang saleh, engkau tak akan banyak memetik manfaat walaupun engkau mungkin bisa mengulang-ulang ataupun menghafal kitab Veda.

- Divine Discourse, September 27th, 1979.

Friday, July 27, 2007

Sai Inspires - 27th July 2007 (Friday)




Today, it appears as if there is a revival of spiritual activity everywhere. Religious associations are coming up all over the world. But much of the activity of spiritual aspirants is motivated by self-interest. Devotees address prayers to God for the fulfillment of their material desires. All the study of scriptures is of little avail if genuine love of God does not flow spontaneously from the heart. It is only through such love that the Divine can be realized.



Dewasa sekarang ini kita melihat banyak bermunculannya atau bangkitnya aktivitas-aktivitas spiritual dimana-mana. Asosasi yang bernuansakan ke-agama-an dibentuk di seluruh dunia. Akan tetapi, kebanyakan para aspiran spiritual itu melakukan aktivitasnya dengan didorong oleh self-interest (semata-mata hanya demi untuk kepentingannya sendiri). Para bhakta menghaturkan doa-doanya kepada Tuhan demi untuk mencapai pemenuhan atas keinginan materialnya. Semua studi tentang kitab-kitab suci tak akan ada gunanya apabila tidak disertai dengan cinta-kasih murni yang mengalir secara spontan dari dalam hati. Ke-Ilahi-an hanya bisa tercapai apabila engkau memiliki cinta-kasih tersebut.



- Divine Discourse, January 19th, 1984.

Thursday, July 26, 2007

Sai Inspires - 26th July 2007





Just as burning charcoal, if it loses its heat, becomes mere charcoal; and a piece of jaggery, if it loses its sweetness, becomes a lump of clay; likewise man remains truly human only as long as he adheres to the Eternal Dharma (which is represented by purity in thought, word and deed - Trikarana Suddhi). Without this basic quality, man is only human in form and not his true nature.



Sebongkah arang yang telah kehilangan kemampuannya untuk dibakar, maka ia hanyalah sebongkah arang yang tak ada manfaatnya; atau apabila sepotong jaggery (gula yang terbuat dari tebu, banyak ditemukan di India - Red) telah kehilangan rasa manisnya, maka ia tak lain hanyalah berupa segumpal tanah-liat; demikian pula halnya dengan manusia, bahwa ia hanya disebut sebagai "manusia" apabila ia senantiasa mengikuti Dharma abadi-nya (yang direpresentasikan sebagai kemurnian dalam hal pikiran, ucapan dan perbuatan - Trikarana Suddhi). Dengan perkataan lain, mereka yang tidak memiliki kualitas dasar itu hanyalah sesosok mahluk berwujud orang namun ia tak mempunyai sifat asli sebagaimana layaknya seorang manusia.



- Divine Discourse, November 21st, 1990.

Wednesday, July 25, 2007

Sai Inspires - 25th July 2007




Develop faith in yourself and faith in God. This is the secret of greatness. Self-confidence today is manifest only in matters relating to worldly achievements and self-centered pursuits. Faith and confidence are not in evidence in the spiritual field. Without unwavering faith, the Divine cannot be experienced. In the absence of firm faith, the formal observance of spiritual practices yields no results. The primary requisite is unqualified and unshakable faith in God.

Kembangkanlah keyakinan terhadap (kemampuan) dirimu dan kepada Tuhan. Inilah rahasia kesuksesanmu. Dewasa ini kepercayaaan-diri (self-confidence) hanya termanifestasikan dalam hal-hal yang berkaitan dengan pencapaian yang bersifat duniawi/materialistik dan egosentris. Sebaliknya, kita jarang/tidak menemukan keyakinan dan kepercayaan diri dalam bidang spiritual. Tanpa adanya keyakinan yang mantap, Sang Ilahi tak akan bisa direalisasikan. Demikian pula, bila tidak disertai oleh keyakinan yang teguh, segala bentuk praktek spiritual tak akan membuahkan hasil. Dengan perkataan lain, prasyarat utama (kesuksesan lahir dan batin) adalah keyakinan yang kokoh dan tak tergoyahkan kepada Tuhan.

- Divine Discourse, October 6th, 1986.

Tuesday, July 24, 2007

Sai Inspires - 24th July 2007





As long as God is regarded as different from the devotee, the true nature of Bhakti (devotion) cannot be understood. It is this feeling of difference which ultimately leads to loss of faith in God, despite the practice of bhajans, chanting, meditation and yoga. One who regards himself as different from God can never become a true devotee. He must consider himself Divine in substance, even as a spark is not different from the fire from which it came.



Selama engkau memperlakukan Tuhan sebagai 'entitas' yang berbeda dibandingkan dengan bhakta lainnya, maka kaidah alamiah dari Bhakti (devotion) tak akan bisa dipahami. Walaupun engkau mempraktekkan bhajan, chanting, meditasi dan yoga, namun selama perasaan saling membedakan tersebut masih ada, dirimu masih rawan untuk kehilangan keyakinan/kepercayaan kepada-Nya. Mereka yang menganggap dirinya berbeda dari Sang Ilahi tak akan bisa menjadi bhakta sejati. Sikap yang benar adalah bahwa pada hakekatnya engkau harus memperlakukan dirimu sebagai Divine, seperti halnya percikan api yang kualitasnya tidak berbeda dengan sumbernya.



- Divine Discourse, August 27th, 1986.

Monday, July 23, 2007

Sai Inspires - 23rd July 2007





Faith in God implies recognition of the Omnipresence of the Divine in the Universe and seeking to experience that Divinity within one's self. The Divine is One, though it may be called by many names. It must be realized that God is all-pervasive and nothing exists without the power of the Divine. One should not allow one's faith in God to be affected by the ups and downs of life. All troubles should be treated as tests and challenges to be faced with courage and faith.



Keyakinan kepada Tuhan mengandung implikasi tentang aspek ke-Omnipresence-Nya di alam semesta ini dan bahwa engkau perlu berupaya untuk menyadari serta mengenali aspek Divinity (Ke-Ilahi-an) yang ada di dalam diri masing-masing. Walaupun Ia dipanggil dengan berbagai macam nama, namun Tuhan adalah Maha Esa. Engkau perlu menyadari bahwa Tuhan mencakupi segala-galanya dan bahwa tanpa adanya kekuatan Ilahi, maka tiada sesuatupun di alam semesta ini yang dapat eksis. Sungguh tidak tepat bila engkau membiarkan keyakinanmu goyah dan terpengaruh oleh gelombang pasang-surut kehidupan ini. Segala bentuk problem & kesulitan hendaknya diperlakukan sebagai batu-ujian dan tantangan yang perlu dihadapi dengan penuh keberanian dan keyakinan.



- Divine Discourse, June 3rd, 1986.

Sai Inspires - 22nd July 2007




Love is the form of the Brahman (Supreme). Love permeates Brahman. God can be attained only when love is merged with Love. There is nothing greater than Love in the Cosmos. Love is sweeter than nectar. It is because men have forgotten this love that they have become a prey to all kinds of ills and lost peace of mind.



Cinta-kasih adalah perwujudan Brahman (sesuatu yang tak mengalami perubahan, bersifat tetap, dan merupakan dasar dari segala-galanya). Cinta-kasih mencakupi Brahman. Tuhan hanya bisa direalisasikan apabila cinta-kasih bersatu dengan CINTA-KASIH. Di dalam kosmos ini, tiada hal lain yang lebih berharga dibandingkan cinta-kasih. Ia bahkan jauh lebih manis daripada nectar yang manapun juga. Sumber penyebab timbulnya berbagai macam penyakit serta kegalauan dalam batin manusia adalah disebabkan oleh karena yang bersangkutan telah melupakan cinta-kasih tersebut.



- Divine Discourse, July 28, 1992.

Saturday, July 21, 2007

Sai Inspires - 21st July 2007




Whatever scriptures one may study, whatever spiritual efforts one may practice or pilgrimages one may make, unless one succeeds in getting rid of the impurities in the heart, life will remain worthless and meaningless. Purification of the heart is the essence of all scriptural teachings and the basic goal of life.



Walaupun engkau banyak mempelajari kitab-kitab suci ataupun banyak melakukan praktek spiritual dan berpergian ke tempat-tempat suci, namun semua tindakan itu tak akan ada faedahnya selama engkau belum berhasil menyingkirkan ketidak-murnian yang ada di dalam hatimu, sebab kehidupanmu masih dalam status yang tak bermanfaat dan tak ada artinya. Purifikasi hati nurani merupakan essensi dari seluruh ajaran-ajaran spiritual dan merupakan tujuan/sasaran kehidupan ini.



- Divine Discourse, August 1981.

Friday, July 20, 2007

Sai Inspires - 20th July 2007




The oneness of all creation affirmed by the ancient seers and sages must be expressed in a transcendental love which embraces all people regardless of creed, community or language. This is Sai's Message to you all. May you all develop this Divine Love and stand out as the harbingers of a new age free from selfishness, greed, hatred and violence. Let each of you be light unto himself or herself and thereby be a light unto others.



Aspek unity (persatuan) dari setiap mahluk ciptaan telah dipertegas oleh kaum rishi dan sadhu sejak zaman dahulu. Pemahaman tersebut haruslah diekspresikan sebagai cinta-kasih transcendental yang mengayomi setiap orang tanpa memperdulikan ras, komunitas ataupun bahasanya. Inilah pesan Sai untuk anda sekalian. Semoga engkau mengembangkan cinta-kasih Ilahi dan berdiri tegak sebagai pertanda dimulainya zaman baru yang bebas dari keserakahan, kebencian, kekerasan dan sikap mementingkan diri sendiri. Semoga engkau menjadi sumber cahaya bagi dirimu sendiri dan juga bagi semuanya.



- Divine Discourse, August 1981.

Thursday, July 19, 2007

Sai Inspires - 19th July 2007





Intense feelings remain secure under all circumstances. When the devotion is not intense, it becomes fickle. Here is an example. There are huge trees on the roadside. These trees remain green in spite of famine and draught. On the other side, there is the paddy crop nearby. You have to water it every day. Even if you do not water it one day, it dries up. Foolish ones may think, "Paddy crop dries up if it does not get water for a day. How is it the trees remain green even in a long period of draught?" What is the reason for this? The roots of the tree have gone deep down to the water level, whereas the roots of the paddy crop remain on the surface...All the difficulties begin when one's faith is wavered.



Keyakinan yang kokoh akan membuat dirimu mantap dalam setiap keadaan. Apabila devotion atau bhaktimu tidak cukup kuat, maka ia akan membuat dirimu menjadi plin-plan. Di sini ada sebuah contoh. Di pinggir-pinggir jalan engkau sering melihat pohon-pohon yang besar bukan? Pohon-pohon itu terlihat tetap memiliki dedaunan yang hijau walaupun keadaan di sekitarnya sedang mengalami kehausan dan kelaparan. Sementara itu, di sekitarnya juga terdapat persawahan yang perlu di-airi setiap harinya. Walaupun engkau lupa mengairinya selama sehari saja, tanaman padi itu akan mengalami kekeringan. Nah, orang-orang yang bodoh berpikiran seperti ini, "Jikalau tanaman padi saja tidak sanggup hidup tanpa air barang sehari saja, lalu mengapa pula pepohonan itu bisa tetap hijau sepanjang musim kemarau ini?" Apa yang menjadi penyebabnya? Itu tak lain karena akar pepohonan besar telah merembet jauh ke dalam tanah dimana terdapat kandungan air, sedangkan akar tanaman padi hanya berada di permukaan saja... Ini berarti bahwa segala jenis kesulitan akan muncul bila keyakinanmu mulai goyah (tidak mantap).



- Divine Discourse, July 14th, 1992.

Wednesday, July 18, 2007

Sai Inspires - 18th July 2007





The oneness of all creation affirmed by the ancient seers and sages must be expressed in a transcendental love which embraces all people regardless of creed, community or language. This is Sai's Message to you all. May you all develop this Divine Love and stand out as the harbingers of a new age free from selfishness, greed, hatred and violence. Let each of you be light unto himself or herself and thereby be a light unto others.



Aspek unity (persatuan) dari setiap mahluk ciptaan telah dipertegas oleh kaum rishi dan sadhu sejak zaman dahulu. Pemahaman tersebut haruslah diekspresikan sebagai cinta-kasih transcendental yang mengayomi setiap orang tanpa memperdulikan ras, komunitas ataupun bahasanya. Inilah pesan Sai untuk anda sekalian. Semoga engkau mengembangkan cinta-kasih Ilahi dan berdiri tegak sebagai pertanda dimulainya zaman baru yang bebas dari keserakahan, kebencian, kekerasan dan sikap mementingkan diri sendiri. Semoga engkau menjadi sumber cahaya bagi dirimu sendiri dan juga bagi semuanya.



- Divine Discourse, August 1981.

Tuesday, July 17, 2007

Sai Inspires - 17th July 2007





Through right action one achieves purity of heart which leads to the acquisition of jnaana (the higher spiritual knowledge). When right action is coupled with Jnaana, there is true service.To feel that one should be the sole enjoyer of the results of one's actions is a sign of selfishness. It is naive to think that one alone is the doer of one's actions. All the things in the world are not intended for the exclusive enjoyment of any single person. They are to be shared by all. It is only when attachment to the fruits of one's actions is discarded that the action becomes yoga (Divine communion).



Melalui perbuatan yang bajik, engkau akan mendapatkan pemurnian hati nurani yang selanjutnya akan membuahkan jnaana (kebijaksanaan). Dengan kombinasi kebajikan dan Jnaana, maka dari padanya akan menghasilkan seva/pelayanan yang semestinya. Bila engkau merasa dirimu sebagai satu-satunya orang yang berhak untuk menikmati hasil perbuatan (bajik)mu, maka itu tiada lain merupakan pertanda sifat yang congkak. Sungguh naif bila engkau merasa dirimu adalah sang pelaku tunggal. Segala sesuatu yang ada di dunia ini tidaklah dimaksudkan untuk menjadi hak eksklusif bagi orang-orang tertentu semata-mata; melainkan ia harus dapat dimanfaatkan oleh setiap orang. Yoga (persekutuan dengan Sang Ilahi) hanya bisa diperoleh setelah engkau membuang perasaan atau kemelekatan atas hasil-hasil perbuatan (bajik)mu.



- Divine Discourse, November 18th, 1984.

Monday, July 16, 2007

Sai Inspires - 16th July 2007





How is sacrifice to be reconciled with man's incessant activity and his desire for comforts and conveniences? The gulf between Thyaga (sacrifice) on the one side and Bhoga (enjoyment of material comforts) on the other seems to be unbridgeable. The Vedanta (ancient indian scriptures) has resolved the conflict between the two by pointing out that material objects can be enjoyed with a sense of detachment and a spirit of renunciation. If the ego is eliminated in the performance of actions and attachment is renounced in the use of material objects, there will be no difference between Thyaga (renunciation) and Bhoga (enjoyment).



Bagaimana caranya melakukan rekonsiliasi antara aspek pengorbanan ke dalam kegiatan dan keinginan manusia yang tiada hentinya berupaya untuk mencari kenyamanan dan kenikmatan? Seolah-olah tidak terdapat jembatan untuk menjembatani jurang-pemisah antara Thyaga (pengorbanan) di satu sisi dengan Bhoga (menikmati kenyamanan materi) di sisi lainnya. Kitab Vedanta (kitab suci kuno India) telah menyelesaikan konflik di antara kedua aspek tersebut dengan menunjukkan bahwa obyek-obyek duniawi boleh dinikmati asalkan dilandasi oleh paham detachment (ketidak-melekatan) dan semangat melepaskan (renunciation). Apabila sang ego bisa dieliminasikan dalam setiap tindakan dan selanjutnya kemelekatan terhadap bendak materi juga dapat dihilangkan, maka dengan demikian, tiada lagi perbedaan antara Thyaga dan Bhoga (kenikmatan).



- Divine Discourse, January 20th, 1985.

Sai Inspires - 15th July 2007




The individual, society and the world - all the three are inextricably inter-connected. The individual's welfare is dependent on the state of the nation. Everyone should strive to develop his spiritual qualities and utilize them for promoting the interests of the community and the country. Service to society should become the constant concern of the individual. There is no greater quality in man than selfless love, which expresses itself in service to others. Such love can be the source of real bliss.



Pribadi/individu, masyarakat dan dunia - ketiga aspek ini saling terkait erat antara satu sama lainnya. Kesejahteraan seseorang tergantung pada kondisi dari negaranya (lingkungan sekitarnya). Oleh sebab itu, setiap orang hendaknya berjuang guna mengembangkan kualitas spiritualnya serta memanfaatkannya demi untuk kepentingan masyarakat dan negaranya. Pelayanan kepada masyarakat (orang banyak) haruslah menjadi perhatian dari setiap individu. Tiada kualitas lain yang lebih berharga dibandingkan cinta-kasih yang tanpa pamrih (selfless love), yang terekspresikan sebagai pelayanan kepada sesama. Cinta-kasih ini akan membuahkan kebahagiaan tertinggi (bliss).



- Divine Discourse, April 6th, 1983.

Saturday, July 14, 2007

Sai Inspires - 14th July 2007




To be friendly towards all beings is the duty of everyone, since the same Aatma (spirit) is there in all beings. Comprehending this truth, it is the duty of everyone born as a human being to do good to others on the basis of love. There is no need to search for God anywhere, since God resides in every being. The body is, therefore, to be considered as the temple of God.



Setiap orang wajib untuk menunjukkan sikap persahabatan terhadap semua mahluk (manusia), hal ini dikarenakan Aatma (jiwa) yang sama hadir di dalam diri masing-masing. Setelah memahami kebenaran ini, maka sudah menjadi tugas bagi setiap orang yang telah terlahir sebagai manusia untuk berbuat kebajikan kepada sesamanya dengan penuh cinta-kasih. Tak ada gunanya mencari-tahu keberadaan Tuhan, sebab Beliau berdiam di dalam diri setiap mahluk (insan). Oleh sebab itu, badan jasmani ini hendaknya diperlakukan sebagai kuil bagi-Nya.



- Divine Discourse, December 25th, 1992.

Friday, July 13, 2007

Sai Inspires - 13th July 2007




Pure vision naturally begets purity in speech by the refinement of the heart. Pure words must come out of the depth of the heart, which is a fountain of compassion. Constant examination of the purity of one's vision, speech and action is a spiritual exercise. It is this that helps to refine the heart.



Melalui kemurnian hati-nurani yang dihasilkan oleh pandangan yang suci, maka akan dihasilkanlah kemurnian dalam tutur-kata. Kehalusan dalam budi bahasa hendkanya bersumber dari relung hatimu yang terdalam, yang tiada lain merupakan sumber welas-asih. Evaluasi yang dilakukan secara konstan atas kemurnian cara pandang, ucapan dan perbuatanmu - semuanya itu merupakan salah-satu bentuk latihan spiritual. Hati nuranimu akan mengalami pemurnian & penyucian melalui latihan-latihan tersebut.



- Divine Discourse, April 14th, 1998.

Thursday, July 12, 2007

Sai Inspires - 12th July 2007




To realize one's Divinity, there is no need to embark on a long quest. Divinity is all-pervading and is present in and outside every being. Every man is an embodiment of the Divine. God is the Embodiment of Love. Man, who has emerged from God, is also an embodiment of love. But, because he expresses his love towards external objects, he is forgetting the truth about his inner being. Instead of limiting his love within narrow confines, man should extend it to all and thereby make his life purposeful and worthy.



Untuk mencapai kesadaran atas sifat ke-ilahi-annya, manusia tidak perlu menempuh perjalanan jauh. Divinity mencakupi segala-galanya dan hadir baik di dalam maupun di luar diri setiap mahluk. Setiap orang adalah merupakan perwujudan Ilahi. Tuhan adalah perwujudan cinta-kasih. (Oleh sebab itu), manusia yang berasal dari Tuhan tentu juga merupakan perwujudan cinta-kasih. Namun oleh karena manusia mengekspresikan cinta-kasihnya terhadap obyek-obyek eksternal, maka ia-pun telah melupakan jati dirinya yang sebenarnya. Alih-alih membatasi cinta-kasihnya hanya dalam lingkup yang serba terbatas, manusia hendaknya memancarkan cinta-kasihnya ke segenap penjuru sehingga dengan demikian, kehidupannya akan menjadi bermakna dan bermanfaat.



- Divine Discourse, March 24th, 1998.

Wednesday, July 11, 2007

Sai Inspires - 11th July 2007





What is humanness? Essentially it means unity in thought, word and deed. When what one thinks differs from what he says and what he does, he ceases to be human... Today what men have to cultivate is unity and purity in thought, word and deed. True human qualities can grow only in a heart filled with spiritual aspirations, like a seed sown in a fertile soil and not on a piece of rock. Hence, to develop these qualities, men will have to develop compassion and equanimity amidst the vicissitudes of life.



Apakah yang dimaksud dengan humanness (kemanusiaan)? Pada intinya, kemanusiaan diartikan sebagai unity (kesatuan) antara pikiran, ucapan dan perbuatan. Ketika seseorang memiliki ketidak-harmonisan antara pikiran, ucapan dan perbuatannya (bila saling berbeda-beda), maka itu berarti yang bersangkutan sudah menciut dari status kemanusiaannya.... Yang perlu engkau pupuk hari ini adalah kesatuan dan kemurnian dalam pikiran, ucapan dan perbuatanmu. Kualitas manusia sejati hanya bisa tumbuh & berkembang di dalam hati yang diisi dengan aspirasi spiritual, seperti halnya benih yang ditanam di atas lahan yang subur dan bukannya di atas sebongkas batu. Untuk dapat mengembangkan kualitas-kualitas luhur seperti itu, engkau perlu memupuk sikap welas-asih dan keseimbangan batin di tengah-tengah pasang-surut kehidupan.



- Divine Discourse, March 24th, 1989.

Tuesday, July 10, 2007

Sai Inspires - 10th July 2007





Man today has lost the fear of sin, the love of God and observance of social morality. This accounts for all the ills of society today. Pure vision leads to pure thoughts. Pure thoughts result in pure actions. Purity in action is essential for human existence. Purity in thoughts and purity in speech must lead to purity in deeds. This is the triple purity hailed by the sages. When this purity is manifest, human life gets redeemed. The principle of “Help ever, hurt never” becomes the governing principle of daily life.



Dewasa ini manusia sudah tidak takut lagi berbuat salah (dosa), ia telah melupakan Tuhan dan tidak lagi mematuhi moralitas sosial. Inilah penyebab utama merajalelanya penyakit masyarakat akhir-akhir ini. Pandangan yang murni akan menghasilkan pikiran yang murni, dan selanjutnya pikiran yang murni akan menghasilkan perbuatan yang murni pula. Perilaku/perbuatan yang murni sangat penting bagi eksistensi manusia. PIkiran dan ucapan yang murni akan mengarah kepada perbuatan yang murni. Inilah trias kemurnian yang disanjung oleh para rishi. Apabila puritas (kemurnian) tersebut dapat direalisasikan, maka kehidupan manusia akan terselamatkan. Prinsip "Help ever, hurt never" harus menjadi pedoman dalam kehidupan sehari-hari.



- Divine Discourse, April 14th, 1998.

Monday, July 9, 2007

Sai Inspires - 9th July 2007




Divinity is ever present in man in all its purity. But man is unable to recognize this because of his attachments to transient pleasures like the black bee. This bee has a proboscis with which it can bore a hole through a strong bamboo or even through the human body. But when it enters a lotus flower and the lotus folds itself, the bee is unable to get out of its tender petals because it is immersed in the enjoyment of the honey in the lotus and forgets its own real strength. Likewise, man today, forgetting the Divine that is present within him and in everything he beholds, immersed in worldly concerns and intoxicated with mundane pleasures. He is oblivious to his own true Divine nature. Man forgets his inherent capacity in the involvement with the mastery of the external world.



Ke-ilahi-an (Divinity) yang murni hadir di dalam diri setiap orang. Namun manusia tidak mampu menyadari-Nya sebagai akibat kemelekatannya terhadap kesenangan temporer seperti halnya seekor lebah hitam. Serangga lebah memiliki semacam tanduk/belalai yang bisa digunakan olehnya untuk membuat lubang di sebatang pokok bambu atau bahkan di tubuh manusia sekalipun. Akan tetapi, ketika ia telah masuk ke dalam sekuntum bunga teratai yang kemudian menutupinya dengan kelopak bunganya, maka sang lebah menjadi terperangkap dan tak sanggup meloloskan diri sebagai akibat dirinya telah terbuai & terlarut dalam manisnya madu yang diberikan oleh bunga tersebut; dengan perkataan lain, sang lebah melupakan kekuatannya sendiri. Demikianlah halnya dengan manusia dewasa ini, ia telah melupakan Sang Ilahi yang ada di dalam dirinya sebagai akibat keterbuaiannya atas kenikmatan duniawi. Akibat keterlibatannya dalam menguasai dunia ekseternal, manusia telah melupakan jati dirinya yang sebenarnya.



- Divine Discourse, April 23rd, 1988.

Sai Inspires - 8th July 2007





Only by the light of the Divine lamp inside can you blossom as a worthwhile person. Inner purity is the greatest wealth that one can acquire; it is the wick in the container of the heart. Devotion is the oil and Divine Grace is the fire with which the lamp of wisdom can be lit. The prime requisite for achieving Divine Grace is to have harmony in thought, word and deed.



Ibarat seperti bunga, dirimu akan bermekaran menjadi manusia yang berguna berkat cahaya lampu Ilahi yang bersinar di dalam dirimu. Purity (kemurnian/kesucian) merupakan kekayaan yang paling berharga yang dapat engkau peroleh; ia laksana sumbu minyak di dalam wadah hatimu. Devotion (bhakti) adalah minyaknya dan Divine Grace (Rahmat Ilahi) adalah api darimana lampu kebijaksanaan dapat dinyalakan. Syarat utama untuk memperoleh Rahmat Ilahi adalah berupa adanya keharmonisan dalam pikiran, ucapan dan perbuatan.



- Divine Discourse, July 8th, 1995.

Saturday, July 7, 2007

Sai Inspires - 7th July 2007 (07-07-2007)



We see in the world today disorder, violence and conflict. The world is like a sick man afflicted with many ailments. What is the cure for these ills? Man must shed his selfishness, greed and other bad qualities and rise above his animal nature. He must cultivate Charity (unselfishness) to achieve Purity. Through purity of hearts, men will achieve Unity, which will lead to Divinity.

Kita melihat begitu banyaknya kekacauan, kekerasan dan konflik di dunia ini. Kondisi dunia saat ini dapat diibaratkan seperti seorang pesakitan yang sedang dijangkiti oleh berbagai macam penyakit. Obat apa yang terbaik untuknya? Manusia harus meninggalkan sifat-sifat negatifnya seperti: mementingkan diri sendiri, ketamakan/keserakahan dan kualitas-kualitas jelek lainnya dan sebaliknya harus berupaya untuk bangkit dan menjauhi sifat-sifat kebinatangannya. Ia harus memupuk sikap Charity (kedermawanan/tidak mementingkan dirinya sendiri) agar dapat mencapai Purity (kemurnian). Melalui hati yang murni, ia akan bisa mencapai Unity (persatuan), yang pada gilirannya akan menuntunnya untuk bersatu dengan Divinity (Ke-Ilahi-an).

- Divine Discourse, September, 1983.

Friday, July 6, 2007

Sai Inspires - 6th July 2007




A life without love is meaningless. The more you love, the more it grows. True love should be distinguished from attachment either to persons or things. Attachment is based on selfishness. Love is based on selflessness. Love is the fruit which is born from the flower of your good deeds. Only when we engage ourselves in selfless service can we experience the essence of this pure love.



Kehidupan tanpa cinta-kasih sungguh tiada gunanya. Semakin engkau mencintai, maka semakin besar pula nilai cinta-kasih yang ada di dalam dirimu. Cinta sejati haruslah dibedakan dengan kemelekatan baik terhadap individu maupun terhadap benda-benda immaterial. Dasar dari kemelekatan adalah sifat mementingkan diri sendiri (selfishness), sedangkan cinta-kasih didasari oleh selflessness (tanpa pamrih). Cinta-kasih merupakan buah yang dihasilkan dari bunga rampai perbuatan bajikmu. Esensi cinta-kasih yang murni hanya bisa diperoleh apabila engkau melibatkan dirimu dalam tindakan pelayanan yang tanpa pamrih.



- Divine Discourse, December 11th, 1985.

Thursday, July 5, 2007

Sai Inspires - 5th July 2007




One should not be concerned only about one's own welfare, career and prosperity. It is not for the enjoyment of personal possessions and comforts that man has taken birth. He has a greater goal to achieve, something more permanent and lasting. It is the realization of oneness with the Divine, which alone can give lasting bliss. Even while being engaged in the activities of the secular world, we should strive to sanctify all actions by dedicating them to the Divine.



Janganlah engkau hanya memperhatikan kesejahteraan, karir dan kekayaan bagi dirimu sendiri. Maksud & tujuan kelahiran sebagai manusia bukanlah hanya demi untuk menikmati harta benda dan kenyamanan bagi dirimu sendiri. Engkau mempunyai tujuan yang jauh lebih mulia, sesuatu yang permanen dan abadi, yaitu realisasi atas kesatuanmu dengan Sang Ilahi, yang akan memberimu kebahagiaan yang tertinggi nan abadi. Walaupun engkau sedang sibuk terlibat dalam aktivitas kehidupan duniawi (sekuler), engkau perlu tetap berupaya untuk memurnikan setiap perbuatanmu dengan jalan mendedikasikannya kepada Sang Ilahi.



- Divine Discourse, February 2nd, 1985.

Wednesday, July 4, 2007

Sai Inspires - 4th July 2007





Instead of realizing his innate Divinity, man is caught up in the prison house of his own material achievements. Greater than all his scientific and technological progress is man himself as a being endowed with the Divine consciousness. By choosing to regard only the material world as real, it may be possible to bring about the prosperity of a scientific, technological and materialistic society for a time. But if, in the process, human selfishness, greed and hatred develop, as they usually do, society will destroy itself. If, on the contrary, the essential Divinity of man is realized, mankind can build up a great society based on unity and on adherence to the Divine principle of Love. This profound change must begin in the minds of individuals.



Alih-alih melakukan upaya untuk merealisasikan Divinity (Ke-Ilahi-an) yang laten ada di dalam dirinya, manusia justru membiarkan dirinya terperangkap dalam penjara-rumah oleh pencapaian-pencapaian materialistiknya. Dibandingkan dengan keberhasilannya dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, kenyataan bahwa manusia merupakan mahluk yang telah dibekali dengan kesadaran Ilahi adalah jauh lebih berharga & bernilai. Sejauh menyangkut dunia materi, memang telah tercapai kemajuan di bidang ilmu pengetahuan, teknologi dan kehidupan materialistik. Akan tetapi dalam proses kemajuan itu, (sifat-sifat negatif seperti) kecongkakan, keserakahan dan kebencian - seperti biasanya - juga ikut merajalela, sehingga pada akhirnya masyarakat mengalami kehancuran sendiri. Akan tetapi sebaliknya, apabila essensi Divinity bisa direalisasikan, maka umat manusia akan bisa membangun masyarakat yang didasari oleh unity dan cinta-kasih. Perubahan pola pikir yang mendasar haruslah dimulai dari dalam batin masing-masing individu.



- Divine Discourse, October 31st, 1983.

Tuesday, July 3, 2007

Sai Inspires - 3rd July 2007




If God is present everywhere, people ask why we are not able to see Him. The ocean water reflects the sun above. When the water is disturbed, the reflection of the sun is also disturbed. Similarly, God is in every man. But he is not able to see Him because of his disturbed mind. A disturbed and vacillating mind can never reflect God...Once you have the five senses under control, you can experience God. He is not far away from you. He is in you, below you, above you and all around you.



Apabila Tuhan eksis dimana-mana, ada orang yang bertanya mengapa ia tidak bisa melihat-Nya. Permukaan air di lautan juga memantulkan matahari (yang sedang bersinar di atas). Apabila permukaan air tersebut terganggu, maka pantulan matahari juga akan ikut terganggu. Nah, demikianlah, Tuhan eksis di dalam hati setiap orang. Namun orang tersebut tidak bisa melihat-Nya disebabkan oleh karena batin yang bersangkutan sedang terganggu. Batin yang tidak mantap dan terusik tak akan pernah bisa merefleksikan Tuhan.... Hanya apabila engkau telah sanggup untuk mengendalikan kelima panca inderamu, maka barulah engkau bisa merasakan eksistensi-Nya. Beliau tidak berada jauh darimu. Ia ada di dalam dirimu, di bawah, di atas dan di sekelilingmu.



- Divine Discourse, May 26th, 2002.

Monday, July 2, 2007

Sai Inspires - 2nd July 2007



Without expressing your gratitude, you cannot aim to please God with anything that you may do. You will not attain any happiness in return. When you see your presiding deity, give a smile. Do not stand with a frowning face! With such a serious face, you can never hope to experience bliss. You must always be happy because bliss is your true nature. Always maintain a pleasant smile on your face. You may definitely encounter problems and obstacles in life. Grief and sorrow may sometimes assail you. Do not break down and cry. These are things that come and go. They are passing clouds and will never stay permanently to trouble you. Do not yield to them; face them head long instead. A steady faith in God will give you the satisfaction of being a true devotee.


Tanpa adanya rasa bersyukur dalam perilakumu, maka engkau tak bisa berharap untuk dapat menyenangkan hati-Nya melalui tindakan-tindakan yang engkau lakukan. Engkau tak akan memperoleh imbalan kebahagiaan. Ketika engkau sedang berdiri di hadapan pratima dewa/dewi yang engkau puja, setidaknya tersenyumlah. Janganlah berdiri dengan muka yang cemberut! Dengan muka yang sedemikian seriusnya, engkau tak bisa berharap untuk merasakan bliss. Berbahagialah selalu, sebab bliss memang merupakan sifat aslimu. Bersikaplah murah senyum di wajahmu. Persoalan dan kesulitan pasti akan kau hadapi dalam kehidupan ini. Kesedihan dan kepedihan kadang-kadang juga akan mampir kepadamu. Namun engkau tidak perlu putus asa dan menangis. Semuanya bersifat sementara. Ibarat awan berlalu yang tidak mungkin bertahan terus-menerus untuk menganggumu. Janganlah menyerah kepadanya; hadapilah dengan kepala yang tegak. Keyakinan yang mantap kepada Tuhan akan membekalimu kepuasan sebagai seorang bhakta yang sejati.


- Divine Discourse, May 23rd, 2002.

Sai Inspires - 1st July 2007




Unless you cleanse the mind with Love, the full moon of spiritual wisdom cannot shine therin. The recital of the Name, the observance of vows and vigils, of fasts and festivals may scintillate on the inner sky of the mind as stars stud the sky; but, until the lamp of love is lit, the darkness will not vanish.


Sebelum engkau membersihkan batinmu dengan cinta-kasih, maka cahaya purnama kebijaksanaan spiritual tak akan bisa bersinar terang. Pengulangan nama-nama (Tuhan), pelaksanaan sila (peraturan spiritual), puasa dan peringatan festival lainnya hanya akan berupa cahaya kerlap-kerlip di dalam batinmu; ibaratnya seperti cahaya bintang di atas langit. Jadi, pada intinya adalah bahwa sebelum cahaya cinta-kasih dinyalakan, kegelapan batin tak akan pernah sirna.


- Sathya Sai Speaks, Vol. 12, pg. 2483.

Sai Inspires - 30th June 2007




What man has to aspire for today is not happiness. It is not sorrow either. In fact, happiness and sorrow are only transitory in nature. Man’s duty is to realize Divinity in the unity of happiness and sorrow. Even while you feel elated at the prospect of happiness, you will encounter sorrow. Similarly even while you feel depressed on account of sorrow, happiness will beckon you. Since ancient times, several great sages made efforts to rise above the feelings of happiness and sorrow. They recognized the fact that it was only in times of sorrow that the Divine nature in a human being manifested... More than happiness, it is sorrow that is helpful to man in several ways. It is only from sorrow, that happiness springs. The main source of happiness in man is sorrow. Just as we welcome happiness, we must welcome sorrow also..


Aspirasi manusia dewasa ini bukanlah semata-mata sebatas kesenangan ataupun kesusahan semata-mata. Kedua-duanya bersifat tidak kekal adanya. Kewajiban utama manusia adalah merealisasikan Divinity (Ke-Ilahi-an) di dalam unity (kesatuan) daripada kebahagiaan dan kesedihan. Ketika engkau sedang berbesar hati atas potensi kebahagiaan yang akan dirasakan olehmu, di kala itu pula engkau akan berhadapan dengan kesedihan. Sebaliknya, walaupun engkau sedang merasa depresi atau berduka, setiap waktu kebahagiaan akan menghampirimu. Sejak zaman dahulu kala, kaum rishi telah melakukan berbagai upaya agar dapat terbebas dari perasaan senang atau susah. Mereka telah menyadari bahwa sifat keilahian manusia baru akan termanifestasi di tengah-tengah kesusahan.... Kesusahan jauh lebih bermanfaat daripada kesenangan, sebab kesusahanlah yang justru banyak membantu manusia dalam banyak hal. Kebahagiaan hanya bisa timbul dari penderitaan. Sumber utama kebahagiaan tak lain adalah kesusahan yang sedang dialami oleh manusia. Sebagaimana halnya kita bersuka-cita menyambut kebahagiaan, maka dengan cara yang sama pula-lah, kita harus siap untuk menyambut kesusahan.


- Divine Discourse, July 23rd, 2002