A bird in flight in the sky needs two wings; a person on the earth below needs two legs to move; an aspirant eager to attain the mansion of moksha (liberation), the abode of freedom, needs renunciation and wisdom - renunciation of worldly desires and wisdom to become aware of the Atma. When a bird has only one wing, it cannot rise up into the sky. In the same manner, if one has only renunciation or only wisdom, one cannot attain the supreme Self, Brahman. The sense of “mine” is the bond of deluding attachment. How long can one cling to what one fondles as mine? Some day, one has to give up everything and leave, alone and empty handed. This is the inescapable destiny.
Seekor burung terbang di langit memerlukan dua sayap; orang di bumi ini membutuhkan dua kaki untuk bergerak; seorang peminat spiritual yang berhasrat untuk mencapai Moksha (pembebasan), tempat tinggal kebebasan, memerlukan kebijaksanaan dan pengorbanan yaitu melepaskan keinginan-keinginan duniawi dan kebijaksanaan untuk menyadari Atma. Bukankah ketika burung hanya memiliki satu sayap, ia tidak dapat terbang? Demikian pula, jika seseorang hanya memiliki pengorbanan saja atau kebijaksanaan saja, seseorang tidak bisa mencapai Brahman. Perasaan "milikku" adalah ikatan yang menipu keterikatan. Berapa lama seseorang bisa melekat pada milikku? Suatu hari, seseorang harus melepaskan segalanya dan meninggalkan semuanya sendirian dengan tangan kosong. Ini adalah takdir yang tak akan bisa dihindari.