The Lord incarnates as human being to help humans comprehend that which apparently cannot be understood and to enable them to attain that which is seemingly unattainable. By this action, the Lord, who is infinite, immutable and immanent, does not suffer any diminution. Neither is He, though embodied in a human frame, influenced by the taints and blemishes that normally affect a human being. To grasp the significance of the Divine Incarnation, it is imperative that one should rise above therajasic (passionate) and thamasic (dull) gunas (atrributes). Pious (sathwic) habits alone can lead him through the path of true devotion to the Lotus Feet of the Divine. For this, a favorable environment and company of good people are essential.
Tuhan menjelma dalam wujud manusia untuk menolong umat manusia memahami apa yang tampaknya tidak dapat dipahami dan memungkinkan mereka untuk mencapai apa yang tampaknya tidak dapat dicapai. Dalam melakukan hal ini, Tuhan, yang mana adalah tak terbatas, kekal dan maha ada, tidak akan mengalami kekurangan. Beliau, meskipun mewujud dalam tubuh manusia, tidak akan terpengaruh oleh noda dan cela yang biasanya berpengaruh pada umat manusia. Untuk memahami pentingnya makna Penjelmaan Tuhan, adalah menjadi suatu keharusan bagi seseorang untuk meningkatkan diri melampaui guna (sifat-sifat)rajasic (hawa nafsu) dan thamasic (kemalasan). Hanya sikap saleh (sathwic) sajalah yang bisa menuntun seseorang melewati jalan pengabdian sejati menuju pada Kaki Padma Tuhan. Untuk mewujudkan hal ini, perlu lingkungan yang sesuai dan pergaulan dengan orang-orang yang baik.
- Divine Discourse, Nov 14, 1976