You must not be dependent on another for services that you can well do yourself. What is the use of tiring out a servant in subserving your wishes and yourself sitting lazily in meditation? Engage in activity, devote yourself in worshipful acts, do everything for the glory of God - that is far more fruitful than the 'meditation' which you are relying on. Just as a thermometer indicates the heat of the body, your talk, conduct, and behaviour indicate your mental equipment and attitudes, and show how high is the fever of worldliness that afflicts you. These have to be Saathwik (pure), untinged by passion of emotions like hate or pride.
Janganlah engkau terlalu bergantung kepada orang lain atas bentuk-bentuk pelayanan yang sebenarnya bisa engkau lakukan sendiri. Apa gunanya engkau mendaya-gunakan tenaga pembantu guna memuaskan keinginanmu sementara engkau sendiri duduk secara bermalas-malasan sembari menggunakan alasan sedang bermeditasi? Libatkanlah dirimu dalam aktivitas, baktikanlah dirimu dalam ibadah, dan lakukanlah segalanya demi untuk kemuliaan Tuhan – semua kegiatan ini jauh lebih berfaedah daripada ‘praktek meditasi’-mu tadi. Sebagaimana termometer sebagai alat untuk mengindikasikan panas badanmu; maka demikian pula, ucapanmu, perilakumu dan sifat-sifatmu adalah sebagai indikator atas kesehatan mental dan attitudemu; semua parameter itu bisa dimanfaatkan untuk menilai seberapa tinggi unsur keduniawian di dalam dirimu. Ucapan, perbuatan dan pikiranmu seyogyanya bersifat Saathwik (murni) dan tidak dipengaruhi oleh emosi-emosi seperti kebencian ataupun kesombongan.
- Divine Discourse, October 12, 1969.
The mind is subject to varying moods - sorrow or joy, anger or fear, love or hate. For all the diseases arising from the mind, the basic causes are two - Raaga and Dhvesha (attachment and aversion). The mind is filled with these twofold feelings. Consequently, it tends to forget its basic human nature. The mind in this state considers the six basic enemies of man - lust, hatred, delusion, greed, envy and pride - as virtues. These six vices can poison a person's entire being. He then forgets his inherent divinity and ceases to be human; he is a victim of infamy. But a person filled with good feelings enjoys peace and happiness.
Mind (batin) manusia sangat rentan terhadap berbagai variasi/bentuk moods – sedih atau senang, marah atau takut, cinta atau benci. Penyebab utama dari penyakit-penyakit batin ini pada dasarnya hanya ada dua, yaitu akibat adanya Raaga dan Dhvesha (kemelekatan dan ketidak-sukaan). Batin manusia dipenuhi oleh kedua unsur tersebut. Sebagai akibatnya, manusia melupakan sifat kemanusiaannya yang paling mendasar. Alhasil, mind justru berteman dengan keenam musuh utama manusia, yakni: nafsu, kebencian, delusi (kebodohan batin), keserakahan, keiri-hatian dan kesombongan. Padahal justru keenam
- Divine Discourse, October 7, 1997.
The essential nature of an individual is Divinity; whose strength is that of the unconquerable spirit. But, this hero has reduced himself to a zero, and is groveling in fear and falsehood! To achieve his nefarious plans, man is demonstrating courage and confidence. Once his mind is set on vengeance or crime, man becomes a fierce animal, ready to inflict wanton cruelties. Or the heroism is channeled into mountain climbing, deep sea diving or walking on space, or other adventurous acts. But, the most heroic adventure of all, the conquest of the senses and of their pulls, is yet beyond him. When the senses challenge him he/she yields, instead of challenging them in return and overpowering them. Consider only the masters of their own impulses and passions as true heroes. And, no other.
Sifat dasar dari setiap orang adalah Divinity; yaitu sumber kekuatan dari spirit (jiwa) yang tidak tertaklukkan. Akan tetapi sayangnya, pahlawan (hero) ini telah mengalami degradasi dari hero menjadi zero serta dirundung oleh ketakutan dan kepalsuan! Untuk merealisasikan rencana jahatnya, manusia justru memperlihatkan keberanian dan kepercayaan dirinya. Sekali batin manusia terjerat dalam kejahatan atau balas-dendam, maka manusia itu telah menjadi binatang buas, yang siap untuk menebar kekejian.
- Divine Discourse, November, 1971.
No comments:
Post a Comment