What is required is the awareness of the vicious game that the mind plays. It presents before the attention, one source after another of temporary pleasure; it does not allow any interval for you to weigh the pros and cons. When hunger for food is appeased, it holds before the eye of the attraction of the film, it reminds the ear of the charm of music, and it makes the tongue water for the pleasant taste of something that it craves for. The wish becomes very soon the urge for action, the urge soon gathers strength, and the yearning becomes uncontrollable. The burden of desires gradually becomes too heavy and man gets dispirited and sad. Train the mind to turn towards the intelligence for inspiration and guidance, not towards the senses for adventures and achievements. That will make it an instrument for reducing your vagaries, and saving your time and energy for vital matters.
Apa yang kita perlukan adalah kewaspadaan akan permainan jahat yang dimainkan oleh pikiran. Mereka muncul tanpa tanda-tanda, satu sumber ke sumber kenikmatan semu yang lain; mereka tidak memberi sedikitpun kesempatan padamu untuk menimbang-nimbang baik buruknya. Ketika rasa lapar akan makanan telah terpenuhi, akan muncul keinginan mata untuk menonton film, kemudian juga akan mengingatkan telinga akan merdunya alunan musik, setelah itu akan membuat lidahmu berliur karena kecanduan minuman yang terasa nikmat. Semua keinginan itu ingin segera dipenuhi, desakan akan menjadi semakin kuat, dan keinginan yang kuat tersebut menjadi tidak terkendali. Timbunan keinginan secara perlahan-lahan menjadi terlalu berat dan manusia menjadi putus asa dan sedih. Latihlah pikiranmu untuk mengarahkan kecerdasan pada ilham dan bimbingan, jangan kepada indera untuk petualangan dan pencapaian duniawi. Itu akan membuatnya menjadi alat untuk mengurangi tingkah laku yang tidak sesuai, dan menghemat waktu dan tenagamu supaya bisa digunakan untuk mengerjakan hal-hal yang berguna.
- Divine Discourse, April 1, 1975.
No comments:
Post a Comment