Nectar is described by the scriptures as extremely sweet. But nectar nowhere approaches the sweetness of love. As against love, nectar appears insipid. The uniqueness of such love is beyond the comprehension of ordinary people. Such love arises only when you churn the ocean of bliss. Hence, all our actions should be based on Love. But in this mundane world, love assumes external forms. When pure gold is given to the goldsmith for making a jewel, he mixes copper and other metals with it and thereby its value is reduced. Likewise, because pure love is mixed with worldly attachments, it gets tainted. But when such tainted love is directed towards seva (service) it gets purified.
Di dalam kitab-kitab suci, nectar (minuman lezat yang konon merupakan minuman para dewa) disebut-sebut sebagai minuman yang sangat manis. Akan tetapi, walaupun begitu, rasa manis nectar masih belum bisa menyamai manisnya cinta-kasih. Bila dibandingkan dengan cinta-kasih, nectar terasa hambar. Keunikan cinta-kasih berada di luar jangkauan pemahaman manusia biasa. Cinta-kasih demikian hanya muncul apabila engkau melakukan penggodokan terhadap lautan bliss. Oleh sebab itu, hendaknya setiap tindakan kita dilandasi atau dijiwai oleh cinta-kasih. Namun di tengah-tengah dunia fana ini, cinta-kasih mengambil wujud dalam berbagai bentuk. Ketika sebongkah emas murni diserahkan kepada tukang emas untuk dibuatkan perhiasan, maka ia akan mencampurkan tembaga dan zat-zat logam lainnya, sehingga nilai emas itupun menjadi berkurang. Demikian pula, apabila cinta-kasih murni dicampur dengan kemelekatan duniawi, maka cinta-kasih menjadi ternoda. Akan tetapi walaupun begitu, apabila cinta-kasih yang sudah tidak murni ini dapat engkau arahkan melalui tindakan seva (pelayanan), maka ia akan mengalami proses pemurnian kembali.
No comments:
Post a Comment