Like a drop of oil on water, every individual spreads; he reaches out and far. 'I' seeks other 'I's and seeks to become 'We'. Life is a march from 'I' to 'We'. But, it usually strays from 'I' to 'They'. And does not reach God, the 'We'. Intellect alone can direct man in the path of discrimination, between the true path and false, the proper step and the improper... The reasoning power of man is shaped, not only by the education he receives now, but more by the impact of past lives and the import of future events. If the power is used for self-aggrandizement, it feeds delusion; if it is used in service for others, it promotes the Revelation of Reality. Reason must examine the vagaries of the mind and make patent the Divinity that resides and shines in every individual.
Seperti tetesan minyak yang menyebar di permukaan air, maka demikianlah setiap individu (orang) juga menyebar dalam kehidupan ini; masing-masing berkelana ke tempat yang nun jauh. ‘Aku’ mencari ‘Aku’ yang lain dan selanjutnya bersama-sama membentuk ‘Kita’. Kehidupan ini adalah derap-langkah untuk bergerak dari tahap ‘Aku’ kepada ‘Kita’. Namun pada umumnya sering terjadi penyimpangan dalam arah perjalanan itu, yaitu dari ‘Aku’ menjadi ‘Mereka’. Sebagai akibatnya, kita tidak sampai ke tujuan kita, yaitu Tuhan (‘Kita’). Hanya intellect (buddhi) saja yang bisa membekali manusia arahan yang benar dalam hal membedakan antara langkah yang benar dan salah... Kemampuan diskriminatif ini terbentuk bukan hanya melalui proses pendidikan semata, tetapi ia dipengaruhi oleh dampak kehidupan yang lampau serta kepentingan-kepentingan di masa depan. Jikalau kekuatan itu dimanfaatkan untuk tindakan menyombongkan diri, maka akan timbullah delusi; sebaliknya jikalau ia dipergunakan untuk pelayanan kepada sesama, maka ia akan mendukung tercapainya pencerahan. Buddhi haruslah dimanfaatkan untuk menilai setiap pola tingkah-laku mind (batin) serta untuk memperjelas eksistensi Divinity yang berdiam dan bersinar di dalam diri setiap individu.
No comments:
Post a Comment