Wednesday, April 30, 2008

Sai Inspires 30th April 2008 ( What should be our mental makeup when we decide to do service?)

By the process of loving service, you can become the promoters of much joy. Do not consider any act of service as demeaning. Sweeping the streets, for example, is not below your dignity. Do you not sweep the floor of your home? Do you not scrub and wash off dirt? When you undertake such tasks, the less-privileged will also gladly share in them. Why be ashamed to be good? The ridicule that may be cast on you has been the reward of many saints; it will soon fade away. Mohammed was driven out of Mecca by those who could not appreciate his teachings. Jesus was crucified. But, their names resound in reverence in the hearts of millions. So, boldly face ridicule and plunge into selfless, intelligent service.

Melalui serangkaian proses pelayanan yang dilakukan secara penuh cinta-kasih, kelak engkau akan menemukan kenikmatan & kesenangan dalam praktek tersebut. Janganlah engkau menganggap pelayanan sebagai suatu perbuatan yang rendah. Sebagai contoh, tindakan menyapu jalanan bukanlah sesuatu tindakan yang rendah/hina. Bukankah engkau juga menyapu di rumahmu sendiri? Bukankah engkau juga menyikat dan membersihkan kotoran di bajumu? Apabila engkau juga berpartisipasi dalam tindakan-tindakan tersebut, maka mereka yang kurang beruntung tentu akan merasa senang dan mau ikut berpartisipasi. Mengapa harus malu untuk berbuat kebaikan? Cemoohan yang seperti engkau terima ini telah dialami juga oleh para rishi/sadhu; yang mana kelak semuanya itu akan berakhir. Nabi Muhammad diusir dari kota Mekah oleh mereka yang tidak bisa menghargai ajaran-ajarannya. Demikian pula, Yesus disalibkan. Akan tetapi, nama-nama mereka tetap bergema dengan penuh penghormatan di dalam hati berjuta-juta orang hingga hari ini. Oleh sebab itu, hadapilah semua kritikan maupun cemoohan itu dengan tegar dan libatkanlah dirimu dalam pelayanan tanpa pamrih.

- Divine Discourse, December 1st, 1982.

Tuesday, April 29, 2008

Sai Inspires 29th April 2008 ( How can we lead a respectable life with peace in our hearts?)

Unless each one is respected, whatever his/her status, economic condition or spiritual development, there can be no peace and happiness in life. This respect can be aroused only by the conviction that the same Aatma (Self) that is in you is playing the role of the other person. See that Aatma in others; feel that they too have hunger, thirst, yearning and desires as you have; develop sympathy and the anxiety to serve and be useful.

Dalam kehidupan ini tidak mungkin akan tercapai kedamaian dan kebahagiaan, terkecuali bila setiap orang saling hormat-menghormati tanpa melihat strata sosial, keadaan ekonomi maupun perkembangan spiritualnya. Sikap penghormatan ini hanya bisa dibangkitkan apabila engkau meyakini bahwa Aatma yang ada di dalam dirimu sedang memainkan peranan di dalam diri orang lain. Lihatlah Aatma tersebut di dalam diri mereka juga; rasakanlah bahwa mereka juga memiliki rasa lapar, dahaga, kerinduan dan keinginan sebagaimana halnya yang engkau miliki; kembangkanlah rasa simpatik dan dorongan untuk melayani dan menjadi orang yang berguna.

- Divine Discourse, February 22, 1968.

Monday, April 28, 2008

Sai Inspires 28th April 2008 ( What can we ensure that we have only pleasant circumstances in our life?)

When you sow seeds on cultivable land, you may get a good crop or a poor crop. You may not realize your expectations. But in the case of the human body, you are bound to reap the fruits of the good or the bad thoughts you sow as seeds. You will have cent percent return. As you sow, so will you reap. The crop depends on your thoughts and the harvest will be determined by your actions. You must therefore ensure that only seeds in the form of good thoughts are sown, and not misuse the body as you like.

Ketika engkau menanam benih di sebuah ladang yang sudah digarap, maka kemungkinannya engkau akan mendapatkan panen yang baik dan juga ada resiko panen yang buruk. Engkau tidak bisa prediksi sebelumnya. Namun dalam halnya dengan badan jasmani, engkau pasti akan memperoleh hasil/buah yang sesuai dengan baik atau jeleknya benih yang engkau tanamkan itu. Sebagaimana yang engkau tanamkan, maka itulah yang akan engkau petik/tuai hasilnya. Hasil panen itu tergantung pada pikiranmu dan juga oleh tindakanmu. Oleh sebab itu, engkau perlu memastikan bahwa hanya benih-benih baik dalam bentuk pikiran positif yang ditanamkan, dan tidak menyalah-gunakan badan jasmanimu sesuka-sukamu.

- Divine Discourse, May 20, 1990.

Sunday, April 27, 2008

Sai Inspires 27th April 2008 ( What should we really pray for?)

From birth to death, man is haunted by twelve kinds of worries. By worrying about God all other worries can be got rid of. You must seek to know that, by knowing which all else can be known, by attaining which everything else can be attained. The Upanishads (ancient scriptures) have declared: "If you knock, the door will open. If you ask, He will answer. If you seek, He will give you what you want." Every one knocks at the door and asks. What does one ask? One does not knock at the right door. You must knock at Moksha-dhvaara (the door leading to liberation). Man, who should seek the Bliss of the Spirit, craves for earthly pleasures. Instead of seeking the presence of the Lord as the supreme bliss, man is distancing himself from the Divine. You must pray to the Divine and redeem your life. You must enter the door leading to spiritual liberation.

Dari sejak kelahiran hingga kematian, manusia selalu dirundung oleh dua-belas jenis kekhawatiran. Dengan mengkhawatirkan tentang Tuhan, maka segala bentuk kekhawatiran lainnya dengan sendirinya akan hilang. Engkau harus berupaya untuk mencari tahu tentang "sesuatu", yang mana apabila setelah diketahui & tercapai maka segala hal-hal lainnya secara otomatis akan menjadi jelas dan tercapai. Kitab Upanishad (kitab suci kuno) telah menyatakan bahwa: "Jikalau engkau mengetuk, maka pintu akan dibuka untukmu. Jikalau engkau bertanya, maka Dia akan menjawab. Jika engkau mencari/meminta, maka Beliau akan memberikannya." Setiap orang mengetuk pintu dan meminta. Tetapi apa yang diminta olehmu? Ternyata engkau tidak mengetuk di pintu yang benar. Engkau harus mengetuk di Moksha-dhvaara (pintu yang akan membawamu menuju kepada pembebasan). Alih-alih mencari Bliss yang diberikan oleh Spirit (Atma), manusia malah mengejar-ngejar kesenangan duniawi. Bukannya mencari kehadiran Ilahi sebagai supreme bliss, manusia justru menjauhkan dirinya dari Sang Khalik. Berdoalah kepada Tuhan dan sucikanlah kehidupanmu. Engkau harus di pintu yang benar yang akan menuntunmu menuju pembebasan spiritual.

- Divine Discourse, February 13, 1997.

Saturday, April 26, 2008

Sai Inspires 26th April 2008 ( What is true spiritual growth and surrender?)

To get angry is but the effort of a moment, but, to get peace, to become unaffected by the ups and downs of life, is the result of years of training in Vedanta (core of spiritual wisdom). It can be well established only on the basis of the belief that all material things which fall within the range of sensuous experience are fundamentally non-existent. They are maya, products of illusion, of the tendency to see many where only One exists. You see corpses proceeding one after the other to the graveyard; but you move about unconcerned. You feel you are Eternal. In fact, you are. That is the real you. Just as the water you drink is eliminated as perspiration, the karma that you accumulate is eliminated through karma, gladly borne. So, bear both 'mirth and moan' with equal calm. Like the aakaasha (space) in the pot merging with the aakaasha outside the pot, silently, fully, with no trace of separation or distinctness, merge with the Universal. That is real sharanaagathi (surrender, salvation, liberation).

Untuk menjadi marah sangatlah mudah, namun untuk mencapai kedamaian dan tak terpengaruh oleh pasang-surut kehidupan dibutuhkan usaha bertahun-tahun dalam melatih Vedanta (inti kebijaksanaan spiritual). Disamping itu, kedamaian seperti itu hanya bisa dibangun di atas landasan kepercayaan bahwa semua benda-benda material dan pengalaman sensual pada hakekatnya tidak pernah eksisten. Semuanya itu adalah maya, yaitu hasil kreasi ilusi yang melihat kemajemukan di dalam Unity. Engkau melihat jenazah-jenazah satu persatu diarak menuju ke tempat pemakaman/krematorium; namun walaupun begitu, engkau tetap tidak terpengaruh. Engkau merasa bahwa dirimu abadi. Padahal memang demikianlah adanya! Jati dirimu yang sejati memang abadi. Sebagaimana halnya cairan yang engkau minum akan tereliminasi melalui penguapan (keringat dsbnya), demikian pula, karma yang telah engkau akumulasi bisa dieliminasi melalui karma sendri. Oleh sebab itu hadapilah 'pahit dan manisnya' kehidupan ini dengan ketenangan batin. Analoginya seperti aakaasha (udara) yang ada di dalam sebuah pot akan bersatu dengan udara yang ada di bagian luarnya secara hening & utuh tanpa adanya perbedaan, bersatu dengan yang Yang Maha Universal. Inilah sharanaagathi (penyerahan diri, pembebasan) sejati.

- Divine Discourse, February 6, 1963.

Friday, April 25, 2008

Sai Inspires 25th April 2008 (four guidelines to live by in our lives)

Make four resolutions about your life hereafter:


(1) Purity: Desist from wicked thoughts, bad habits, low activities that weaken your self-respect.

(2) Service: Serve others, for they are the reflections of the same entity of which you are yourself another reflection. No one of you has any authenticity, except with reference to the One Original.

(3) Mutuality: Feel always kinship with all creation. See the same current flowing through all the objects in the Universe.

(4) Truth: Do not deceive yourself or others, by distorting your experience.

Bulatkanlah tekadmu untuk mencapai empat resolusi dalam kehidupanmu sekarang ini dan selanjutnya, yaitu:

(1) Purity (kemurnian): Jauhilah pikiran-pikiran yang jahat, kebiasaan jelek serta perbuatan-perbuatan tak pantas lainnya yang akan menurunkan harkat & martabatmu.
(2). Service (pelayanan): Layanilah orang lain, sebab mereka tak lain adalah refleksi dari entitas yang sama dengan dirimu sendiri. Tak ada seorangpun yang memiliki otentitas, kecuali dalam kaitannya dengan Sang Atma.
(3). Mutuality (kebersamaan): Senantiasa rasakanlah kinship (persaudaraan) dengan semua mahluk ciptaan. Lihatlah bahwa arus yang sama mengalir di dalam setiap obyek yang ada di alam semesta ini.
(4). Truth (kebenaran): Janganlah menipu dirimu sendiri maupun orang lain dengan cara mendistorsi (mengaburkan) pengalamanmu sendiri.

- Divine Discourse ,February 25, 1964.


Thursday, April 24, 2008

Sai Inspires 24th April 2008 ( When can we say that we are devoted to the Lord?)

Devotion to God is not to be calculated on the basis of the institutions one has started or helped, the temples one has built or renovated, the donations one has given away, nor does it depend on the number of times one has written the Name of the Lord or on the time and energy one has spent in the worship of the Lord. These are not vital at all, no, not even secondary. Devotion is Divine Love, unsullied by any tinge of desire for the benefit that flows from it, or the fruit or consequence of that love. It is love that knows no particular reason for its manifestation. It is of the nature of the love of the soul for the Oversoul; the river for the sea; the creeper for the tree, the star for the sky, the spring for the cliff down which it flows. It is sweet, in bad times as well as good. It is an unchanging attitude, a desirable bent of the mind, standing steady through joy and grief.

Devotion (bhakti) kepada Tuhan tidak bisa dikalkulasikan berdasarkan berapa banyaknya institusi atau lembaga (sosial) yang telah diprakarsai atau dibantu olehmu, demikian juga ia tidak bisa dihitung berdasarkan berapa banyaknya kuil yang telah engkau bangun atau renovasi, besarnya sumbangan yang telah diberikan dan juga tidak bisa diukur dari berapa banyaknya nama-nama Tuhan yang telah engkau tuliskan maupun seberapa lama waktu dan besarnya energi yang telah dihabiskan untuk melakukan pemujaan terhadap-Nya. Devotion adalah cinta-kasih Ilahi, yaitu cinta-kasih yang tak ternodakan oleh keinginan untuk memetik keuntungan dan ia juga tidak terlalu berharap kepada konsekuensi (positif) yang bakal diperolehnya. Ia merupakan cinta-kasih yang tidak membeda-bedakan, bagaikan anak sungai yang mendambakan untuk bersatu kembali dengan samudera luas, air terjun yang mengalir secara alamiah ke bawah.... Cinta-kasih itu tak berubah, baik di kala sedang mengalami kesusahan maupun kesenangan; ia berdiri kokoh di segala situasi.

- Divine Discourse ,February 25, 1964.

Wednesday, April 23, 2008

Sai Inspires 23rd April 2008 ( Swami today enlightens us about the secret to all our success)

He who condemns himself, day and night, as petty and weak can never accomplish anything. He who thinks that he is luckless and low, thereby becomes luckless and low. Instead, when you cultivate the awareness that you are a spark of God, that you have as your reality Divinity Itself, you can become really Divine, and you can have command over all powers. “As you feel, so you become”. It is how you feel that matters most. That is the basis for all that you are. Have faith in the Atma, the Self. This is a must for every person. In its absence, man is being reduced to a monster, reveling in vice and wickedness. Your forefathers achieved prosperity, peace and joy, and succeeded in attaining their goals through that faith alone. When people lose that faith, they are certain to fall. For, that faith is the very breath of life.

Mereka yang siang dan malam suka menyalahkan dirinya sendiri, menyebut dirinya sebagai orang yang lemah dan tak berguna untuk mencapai segala sesuatu serta selalu sial... Nah, orang-orang seperti ini bakal betul-betul selalu dirundung kesialan dan kegagalan (dalam kehidupannya). Sebaliknya, apabila engkau memupuk kesadaran bahwa dirimu adalah bagian dari percikan Ilahi, bahwa sebenarnya engkau adalah Divinity sendiri, maka niscaya engkau akan benar-benar menjadi Divine dan memiliki kuasa atas segala kekuatan. Dikatakan bahwa "As you feel, so you become" (sebagaimana yang engkau rasakan, maka demikianlah jadinya bagimu). Jadi, yang terpenting adalah bagaimana perasaanmu, sebab inilah yang akan menjadi dasar jati dirimu. Milikilah keyakinan terhadap Atma, ini merupakan keharusan bagi setiap orang. Tanpa adanya keyakinan terhadap Atma, maka manusia akan merosot derajatnya menjadi setingkat dengan monster, yang hanya berkutat di dalam kekejaman dan kejahatan. Para leluhurmu telah mencapai kesejahteraan, kedamaian dan kebahagiaan serta sudah berhasil dalam mencapai tujuan-tujuan (hidupnya) melalui unsur keyakinan itu saja. Ketika orang-orang mulai hilang keyakinannya, maka semakin besar pula resiko kegagalannya. Sebab keyakinan memang merupakan nafas kehidupan ini.

- Vidya Vahini.

Tuesday, April 22, 2008

Sai Inspires 22nd April 2008 ( What is the true meaning of devotion?)

There are no short-cuts in the spiritual field. As a matter of fact, bhakthi (the path of devotion) is even more difficult than jnaana (path of wisdom); for, to get the attitude of 'Thou' not 'I', one has to surrender completely to the Higher Power, personified as the Lord. The ego has to be fully curbed; the faith that "not even a blade of grass can shake in the wind without His being aware of it and thus having caused it" has to be implanted in the mind. Devotion is not a leisure time job. Erase sensual desire; clear the heart of all blemish; then, the Lord will be reflected therein as in a mirror. Spiritual discipline is very necessary; it is not enough if you place charcoal over the cinders; you must fan vigorously, so that the charcoal too is changed into burning cinders...You have to engage in sadhana to win God's Grace.

Di bidang spiritual, kita tidak mengenal jalan pintas. Sebenarnya bhakthi (jalan pengabdian/devotion) adalah jauh lebih sulit dibandingkan jnaana (jalan kebijaksanaan); sebab untuk memiliki attitude 'Thou' (Dialah) dan bukan 'I' (aku), maka engkau perlu memiliki sikap surrender (pasrah diri) secara utuh terhadap Higher Power (kekuatan Ilahi), yang dipersonifikasikan sebagai 'Tuhan'. Untuk itu, sang ego harus diatasi terlebih dahulu sembari menanamkan keyakinan di dalam batin kita bahwa "tak ada sehelai rumput yang akan bisa bergoyang di tengah terpaan angin bila memang itu bukan atas kehendak-Nya." Devotion bukanlah kegiatan di kala senggang. Singkirkanlah keinginan-keinginan sensual; bersihkanlah hatimu dari noda-noda batin; maka dengan demikian, Tuhan akan tercerminkan di dalam hatimu bagaikan pantulan bayangan kaca. Disiplin spiritual sangat penting; batu arang tidak bisa diletakkan begitu saja di tempat pengapian; melainkan engkau perlu mengipasinya secara terus-menerus, agar batu arang itu dapat menjelma menjadi bara api.... Untuk mendapatkan rahmat Ilahi, engkau harus melakukan sadhana.

- Divine Discourse, March 26, 1965.

Monday, April 21, 2008

Sai Inspires 21st April 2008 ( How is mankind unique and how can we make best use of this opportunity?)

How can joy result from adharma (unrighteousness), out of the neglect of morality and virtue? Dharmo rakshathi rakshithaha - Righteousness guards its guardian. Without the control of the senses, man is like a horse without blinkers; he is like a bull that refuses to yield to the yoke; his sadhana is a waste of time and energy. The special feature of man's composition is that he has discrimination, detachment and synoptic intellect; he can gain unshakable peace if he discovers this Truth and is fixed in it.


Bagaimanalah mungkin kebahagiaan bisa diperoleh melalui cara-cara yang adharma (kezaliman), perilaku yang mengabaikan moralitas dan perbuatan yang tidak luhur? Disebutkan bahwa Dharmo rakshathi rakshithaha - Kebajikan akan menjadi pelindung bagi mereka yang melindungi nilai kebajikan itu sendiri. Tanpa adanya pengendalian panca indera, manusia diibaratkan seperti seekor kuda tanpa penutup matanya, atau bagaikan seekor lembu yang tidak mau patuh terhadap pecutan; dengan perkataan lain, semua sadhana yang dilakukan oleh orang yang bersangkutan hanyalah merupakan upaya yang sia-sia dalam hal waktu dan tenaga. Ciri khas seorang manusia adalah bahwa ia memiliki kemampuan diskriminatif (kapabilitas untuk membedakan antara yang benar dan salah), detachment (ketidak-melekatan) dan intellect (buddhi); dimana apabila ia berhasil merealisasikan kebenaran ini, maka ia akan memperoleh kedamaian yang tak tergoyahkan.

- Divine Discourse, March 26, 1965.

Sunday, April 20, 2008

Sai Inspires 20th April 2008 ( Can we escape the effects of our past actions?)

You may ask why the burden of the consequences of acts done in previous births cannot be easily brushed away; no, they can be destroyed, as a heap of cotton is burnt by a spark of fire. Jnaanaagni dagdha karmaanam - the spark of wisdom will destroy the effect of karma, in a trice. These consequences are like the cloud of dust that follows a bus, when it runs on a fair-weather road; when the bus reaches the gravel road or the metalled road, the dust is less, but it is still there. When at last it enters the tarred road, there is no dust. The mud track is karma; the metalled road is upaasana (worship) ; the tarred dust-free road is jnaana (wisdom). By human skill and effort it is possible to reduce the burden of past karma.

Engkau mungkin bertanya-tanya mengapa beban akibat/konsekuensi dari perbuatan yang dilakukan di masa lampau cenderung sulit untuk dihilangkan; padahal tidaklah demikian halnya, buah karma itu bisa dihancurkan, seperti halnya segepok kapas yang bisa dibakar melalui percikan api. Jnaanaagni dagdha karmaanam - percikan kebijaksanaan akan menghancurkan efek karma dalam sekejap. Konsekuensi/buah karma adalah bagaikan awan debu yang mengikuti deru perjalanan sebuah bis, ketika berjalan di atas jalan kerikil, maka jumlah debunya cenderung lebih sedikit walaupun masih ada (dibandingkan bila berjalan di atas jalan berlumpur). Dan ketika perjalanan di atas jalan beraspal, maka debu sudah jauh berkurang. Perjalanan di atas jalan berlumpur adalah karma; di atas jalan berkerikil adalah upaasana (worship/ibadah); dan di atas jalan beraspal dikategorikan sebagai jnaana (kebijaksanaan). Yang jelas adalah berkat ketrampilan dan usaha, memang adalah mungkin untuk meringankan beban karma.

- Divine Discourse, March 26, 1965.

Saturday, April 19, 2008

Sai Inspires 19th April 2008 ( What is the chief purpose of all service that we do?)

Any service, be it in a hospital or in the Bhajan Group, have to be done with humility and reverence. Only then can they yield chiththa suddhi (purification of mind and thought), which is the main benefit derivable from Service. The constant recital of the Name of God - any of the million Names by which He is identified by human imagination or intelligence - is the best means of correcting and cleansing the mind of man...By means of the Name, you can keep God ever near you.

Apapun juga bentuk pelayanan yang diberikan, baik di rumah-sakit maupun di dalam kelompok bhajan, yang terpenting adalah bahwa pelayanan itu haruslah dilaksanakan dengan sikap rendah hati dan penuh penghormatan. Sebab hanya dengan demikianlah, akan tercapai chiththa suddhi (purifikasi batin dan pikiran), yang merupakan manfaat utama yang bisa dipetik dari tindakan pelayanan. Pengulangan nama-nama Tuhan secara kontinu - melalui jutaan nama-nama-Nya yang bisa diindentifikasi melalui imajinasi ataupun intellek manusia - merupakan cara terbaik untuk mengoreksi dan membersihkan batin manusia... Melalui nama-nama Tuhan, engkau akan senantiasa berada dekat dengan-Nya.

- Divine Discourse, December 21, 1967.

Friday, April 18, 2008

Sai Inspires 18th April 2008 ( Is being devoted a sign of cowardness in the present times?)

Devotion is no sign of weakness; it is a sign of courage, of wisdom, of discrimination; it alone can give soukhyam and shaanthi (happiness and peace). Every one has one day or other to fall in line with you, for every one is terribly anxious to get these two. They try, in their ignorance or excitement, various other remedies, but this remedy alone can cure them.


Devotion (bhakti) bukanlah merupakan pertanda kelemahan; sebaliknya ia justru merupakan simbol keberanian, kebijaksanaan, kemampuan diskriminatif; sebab hanya bhakti sajalah yang bisa memberimu soukhyam dan shaanthi (kebahagiaan dan kedamaian). Setiap orang pada suatu hari kelak pasti akan mengikuti jejakmu, sebab setiap orang sangat antusias untuk mendapatkan kebahagiaan dan kedamaian. Disebabkan oleh karena kebodohan batinnya, mereka mencoba berbagai macam cara, namun pada akhirnya mereka akan sadar bahwa hanya devotion sajalah yang bisa menyembuhkan (penyakit) mereka.


- Divine Discourse, July 4, 1961.


Thursday, April 17, 2008

Sai Inspires 17th April 2008 ( When can one call himself or herself a devotee?)

Who is a devotee and how can you claim the privileges of that position? Unless you have unshakable faith, you do not deserve that name. If you are rooted in that faith, success is yours, without a doubt... The joy of the devotee satisfies the Lord; the joy of the Lord is the reward of the devotee.


Siapakah yang layak disebut sebagai bhakta dan bagaimanakah caranya agar engkau memang layak untuk mengklaim dirimu sebagai bhakta? Apabila engkau belum memiliki keyakinan yang tak tergoyahkan, maka engkau belum layak untuk menyandang sebutan itu. Tetapi jikalau keyakinanmu sudah akar mendalam, maka kesuksesan niscaya akan menjadi milikmu tanpa diragukan lagi... Keceriaan yang dipetik oleh bhakta akan menyenangkan hati Tuhan; sebaliknya keceriaan-Nya akan menjadi imbalan yang bernilai bagi sang bhakta.


- Divine Discourse, March 4, 1962.

Wednesday, April 16, 2008

Sai Inspires 16th April 2008 ( How can we experience perennial bliss?)

It is not all that important how much you love God; what is more important is how much God loves you. God is the embodiment of Sat Chit Ananda. Sat means that which is eternal. Chit is total awareness. When water and sugar are mixed with each other, you get syrup. Likewise, the combination of Sat and Chit results in Ananda (bliss). The happiness that you experience out of worldly pleasures is momentary. You will attain true and everlasting bliss, only when you turn your vision inward and experience the Atma

(Self). It has no form, but is full of bliss.


Tidaklah penting untuk mengetahui seberapa besar cinta-kasihmu terhadap Tuhan, tetapi yang jauh lebih penting adalah seberapa besar cinta-kasih Tuhan terhadap dirimu. Beliau adalah perwujudan Sat Chit Ananda. Sat diartikan sebagai sesuatu yang bersifat abadi. Chit adalah kesadaran total. Apabila air dicampur dengan gula, maka engkau akan mendapatkan sirup. Demikian pula, kombinasi Sat dan Chit akan menghasilkan Ananda (bliss). Kesenangan yang engkau peroleh dari kenikmatan duniawi bersifat sementara. Bliss sejati dan abadi hanya akan bisa engkau peroleh apabila engkau memalingkan pandanganmu ke dalam dirimu sendiri serta merealisasikan Atma (Self) yang tak berwujud, namun penuh dengan bliss.


- Divine Discourse, November 19, 1999.

Sai Inspires 15th April 2008 ( How can our days be sweet offerings to the Lord?)

Let all the days of living be a continuous offering of Love, as an oil lamp exhausts itself in illumining the surroundings. Bend the body, mend the senses, and end the mind - that is the process of attaining the status of 'the children of immortality', which the ancient scriptures have reserved for every individual. God is the Embodiment of Sweetness. Attain Him by offering Him, who resides in all, the sweetness that He has showered on you. Crush the cane in the mill, boil it in the cauldron of penitence, decolorize it of all sensual itch; offer the crystallized sugar of compassionate Love to Him.

Curahkanlah cinta-kasih secara terus-menerus dalam kehidupanmu sehari-hari; hal ini bagaikan minyak lampu yang habis terbakar dalam upayanya memberikan cahaya penerangan ke sekelilingnya. Bend the body, mend the senses, and end the mind (diartikan sebagai memiliki sikap rendah hati, kendali panca indera dan pikiran) - inilah proses yang harus ditempuh guna mencapai status 'children of immortality' (keabadian), yang mana status ini (menurut kitab-kitab suci) adalah hak milik setiap orang individu. Tuhan adalah perwujudan sweetness (kebaikan) dan untuk merealisasikan-Nya, engkau perlu mempersembahkan perbuatan bajik kepada kepada Divine yang terdapat di dalam diri setiap orang. Batang tebu harus terlebih dahulu digiling, kemudian dipanaskan dengan api penyesalan, dipudarkan warnanya dari semua pengaruh-pengaruh sensual dan kemudian butiran gula (welas-asih) yang sudah terkristalisasi itu barulah layak untuk dipersembahkan kepada-Nya.

- Divine Discourse, June 26, 1969.

Monday, April 14, 2008

Sai Inspires 14th April 2008 ( How should we celebrate this auspicious day?)

In the Divine epic of the Ramayana there is a special profound message. That message is: one must lead the life of a human being, one must seek oneness with the Divine. In every human being, all the three natures - human, divine and demonic - are present. But most people today ignore their humanness and divinity, and foster only their demonic nature. Everyone, in fact, should strive to manifest their divinity, and not display their weakness or demonic qualities. There is no use in observing Sri Rama's birthday once in a year and being satisfied with a good feast. Every moment marks the Lord's advent, because human beings are being born continually. Every human being is an incarnation of the Divine. The Divine dwells in every being. Therefore, dedicate every moment to the thoughts of God. When you do this, in due course you experience the Divine. You will be free from delusions and you will be divinised. Man is born to merge in the grace of the Divine and not to immerse himself in mundane pleasures.

Legenda Ramayana sarat dengan makna yang sangat mendalam Pesan yang tersirat dari ceritera Ramayana adalah bahwa setiap orang hendaknya menjalani kehidupan sebagaimana layaknya seorang manusia (sejati), yaitu bahwa engkau harus berupaya untuk bersatu dengan Divine. Di dalam diri setiap orang terdapat tiga aspek, yaitu aspek kemanusiaan, keilahian dan demonic (kebinatangan). Ironisnya, kebanyakan orang justru mengabaikan unsur kemanusiaan dan keilahiannya, dan mereka malah lebih suka memelihara sikap-sikap demonicnya. Seharusnya setiap orang berjuang untuk memanifestasikan divinity-nya dan bukannya malah semakin menonjolkan kelemahannya ataupun kualitas kebinatangannya. Tidak ada gunanya mengikuti perayaan ulang-tahun Rama hanya setahun sekali dan merasa puas dengan perayaan itu. Setiap momen/detik seharusnya merupakan momen untuk memperingati kedatangan Tuhan, sebab manusia mengalami kelahiran secara kontinu setiap saatnya. Setiap orang adalah inkarnasi Ilahi. Beliau berdiam di dalam diri setiap orang. Oleh sebab itu, dedikasikanlah setiap saat untuk senantiasa ingat kepada-Nya. Bila engkau mengikuti sadhana ini, maka kelak engkau akan experience Divine. Engkau akan terbebaskan dari delusi dan akhirnya mencapai divinity. Manusia terlahir untuk tujuan bersatu dalam rahmat Ilahi dan bukannya untuk terbuai dalam kenikmatan dunawi yang serba temporer.


- Divine Discourse, April 5, 1998.

Sunday, April 13, 2008

Sai Inspires 13th April 2008 ( How is it that we must embed into our personality very deeply?)

People argue that religions and the system of communities and castes have to go; but, so long as man has variegated aptitudes and skills, and capacity to learn and grow, they are inevitable. You cannot abolish faith in God, or in the mystery and might of the Unseen. You cannot also abolish distinctions and differences, castes and communities. What can be destroyed, what needs to be destroyed, is the hatred between these natural groups. You can have an association of a particular caste or community, but, don't run it in a spirit of hostility. Use the association to pool resources for advancement of the boys and girls of the community... The Divine has in His vision all mankind; it cannot be bound by the limits of one caste or one creed.

Orang-orang berargumentasi bahwa agama dan sistem komunitas dan kasta haruslah dihilangkan; namun selama manusia masih memiliki keragaman bakat dan ketrampilan serta kemampuan untuk belajar dan berkembang, maka semua variasi tersebut tidak akan bisa terhindarkan. Engkau tak bisa membatasi keyakinan terhadap Tuhan maupun misteri dan kedig-dayaan dari kekuatan yang tak terlihat. Engkau tak akan bisa menghilangkan kemajemukan dan perbedaan, kasta dan komunitas. Yang bisa dihancurkan dan perlu dihilangkan adalah perasaan benci antara berbagai kelompok itu. Engkau boleh-boleh saja berkumpul dalam satu asosiasi kasta atau komunitas, namun janganlah engkau menjalankannya dengan sikap permusuhan. Manfaatkanlah asosiasimu untuk mengumpulkan kekuatan bagi kemajuan komunitasmu... Tuhan mengayomi seluruh umat manusia; Beliau tidak berpihak pada satu kasta atau golongan saja.

- Divine Discourse, June 21, 1971.

Saturday, April 12, 2008

Sai Inspires 12th April 2008 ( How is it that we must embed into our personality very deeply?)

The spirit of sacrifice is the basic equipment of a volunteer. Without the inspiration of the sense of sacrifice, your service will be hypocrisy, a hollow ritual. Inscribe this on your heart; inscribe it deep and clear. There are four modes of writing, dependent on the material on which the text is inscribed. The first is, writing on water; it is washed out even while the finger moves. The next is, writing on sand; it is legible, until the wind blows it into mere flatness. The third is the inscription on rocks; it lasts for centuries, but, it too is corroded by the claws of time. The inscription on steel can withstand the wasting touch of time. Have this so inscribed on your heart - the axiom that "serving others is meritorious, that harming others or remaining unaffected and idle while others suffer, is sin."

Semangat pengorbanan merupakan sifat dasar yang harus dimiliki oleh setiap sukarelawan. Tanpa adanya inspirasi sense of sacrifice, maka pelayanan yang engkau berikan hanyalah kemunafikan belaka dan merupakan ritual yang kosong (tak ada nilainya). Terdapat empat macam bentuk penulisan yang tergantung pada bahan/materi dimana tulisan itu dibubuhkan. Jenis yang pertama adalah penulisan di air, yang akan langsung terhapus bahkan ketika jari tangan kita sedang bergerak untuk menulis. Yang kedua adalah penulisan di atas pasir, memang masih dapat terbaca tetapi tulisan itu langsung terhapus ketika angin berhembus. Jenis yang ketiga adalah penulisan di atas batu yang bisa bertahan selama berabad-abad, namun itu bukan berarti bahwa batu itu bisa bertahan selamanya terhadap dampak korosif waktu. Dan yang terakhir adalah penulisan yang dicetak di atas baja; ia akan sanggup bertahan terhadap sentuhan waktu. Milikilah semangat seperti baja di dalam hatimu, yaitu paham bahwa "pelayanan kepada orang lain merupakan perbuatan pahala, sedangkan tindakan melukai orang lain atau bersikap tak peduli terhadap penderitaan orang lain merupakan dosa."

- Divine Discourse, June 26, 1969.

Friday, April 11, 2008

Sai Inspires - 11th April 2008 ( How can we remain steady and unaffected when faced with calamities?)

Let the spirit of charity grow, even out of panic. But calamity, danger and death cannot be avoided for all time; they are inevitable factors of life; you have to learn to live bravely with them. This can be accomplished only by uninterrupted prayer, not by spurts of worship actuated by sudden fear. Purify your hearts, thoughts, feelings, emotions and speech; strengthen your nobler impulses; then, no panic can un-nerve you; nothing can shake your stability, your prashanti (inner peace).

Biarkanlah semangat kedermawanan tumbuh berkembang di dalam dirimu, bahkan di tengah-tengah kepanikan sekalipun. Di samping itu, sadarilah bahwa malapetaka, mara-bahaya dan kematian tidak akan bisa dihindari setiap saat; mereka merupakan faktor-faktor yang tidak terelakkan dalam kehidupan ini; untuk itu, belajarlah untuk tabah & berani hidup bersama-samanya. Semuanya itu hanya dimungkinkan melalui doa atau ibadah yang mantap dan bukannya didorong oleh rasa takut . Murnikan dan sucikanlah hatimu, pikiranmu, perasaaanmu, emosi serta ucapanmu; perkuatlah dorongan-dorongan impulsmu, maka dengan demikian, tiada rasa panik yang akan bisa menggoyahkanmu, tak ada yang bisa mengocang kestabilanmu serta prashanti (kedamaian internal)-mu.

- Divine Discourse, March 4, 1962.

Thursday, April 10, 2008

Sai Inspires 10th April 2008 (Is it wrong to have desires?)

The body is just an instrument. We eat to sustain the body. We need food for the protection of the body and clothes for protection from cold and heat. The body is a source of all diseases arising out of thrishna (desire). Desire gives rise to Raaga and Dhvesha (attachment and hatred). There is nothing wrong in having desires for food, shelter and clothing. It is excessive desire that causes attachment and disappointment. Desire should be within limits. It should not become a hidden sickness. The desire to hoard is not there in birds and beasts...Man loses his human quality because of greed and selfishness.
Badan jasmani ini hanyalah sebuah instrumen. Makanan yang kita konsumsi adalah untuk kelangsungan hidup badan jasmani ini. Kita membutuhkan makanan sebagai alat proteksi terhadap badan fisik dan pakaian untuk melindunginya dari rasa dingin dan panas. Badan ini merupakan tempat bersarangnya penyakit yang ditimbulkan oleh thrishna (keinginan). Desire (keinginan) membangkitkan Raaga dan Dhvesha (kemelekatan dan kebencian). Memang tidak ada salahnya bila kita memiliki keinginan atas makanan, perumahan dan pakaian. Namun keinginan yang terlalu berlebihan akan mengakibatkan kemelekatan dan kekecewaan. Oleh sebab itu, kendalikanlah keinginanmu. Janganlah membiarkannya menjadi penyakit yang terselubung. Keinginan untuk menguasai & menyembunyikan sesuatu bukanlah sifat dari kawanan burung maupun hewan lainnya.... Manusia kehilangan sifat kemanusiaannya oleh karena keserakahan dan kecongkakannya.

- Divine Discourse, May 20, 1993.

Wednesday, April 9, 2008

Sai Inspires 9th April 2008 ( Why do we have troubles? And what should we do when we are confronted with problems?)

The patient must himself drink the drug; there is no vicarious cure. The balm must be applied where the pain is. The cause of the illness and of the misery is in your mental vision, for, you see many, when there is only One. You say "My God," "Their God," "Your Baba," as if there are so many Gods existing to help you quarrel and fight among yourselves. Ask the Lord for the removal of your earthly troubles; there is no mistake in that. It is much better than asking other men, and losing self-respect and honour.

Seorang pasien hendaknya meminum obat-obatannya sendiri; tidak ada penyembuhan yang bisa diwakilkan kepada orang lain. Obat balsem haruslah dioleskan di bagian badan yang sakit. Sumber penyebab penyakit dan penderitaanmu adalah dikarenakan oleh pandangan batinmu sendiri, yaitu terutama oleh karena engkau melihat kemajemukan dalam sesuatu yang sebenarnya satu adanya (Diversity in Unity). Engkau mengklaim, "Inilah Tuhan-ku, "Tuhan mereka", "Baba-mu" - seolah-olah terdapat begitu banyak Tuhan yang bisa membantumu untuk saling bertengkar dan bertikai satu sama lainnya. Sebaiknya mintalah bantuan kepada Tuhan untuk menyingkirkan persoalan-persoalan duniawimu; permintaan seperti ini tentu tidak ada salahnya dab malah jauh lebih baik daripada meminta bantuan kepada orang lain dan kehilangan harga diri.

- Divine Discourse, July 29, 1964.

Tuesday, April 8, 2008

Sai Inspires - 8th April 2008 ( What are the three ways to sanctify our lives?)

What you need for spiritual progress are three things. A heart free from attachment and hatred, a tongue that is not tainted by untruth, a body not polluted by violence - the one who has these three is of sacred birth. Without these three, all penances and religious practices are of no use. You have to pray incessantly for Divine Grace to confer these qualities. Realize that the Divine is within you. Life is given to you to realize lasting bliss by the right use of the body, the mind, the intellect and the inner motivator (God). You have to acquire the wisdom to lead such a life based in the love of God.

Terdapat tiga hal yang engkau perlukan untuk mencapai kemajuan spritiualmu, yaitu hati yang bebas dari kebencian dan kemelekatan, lidah/mulut yang tidak dinodai oleh ketidak-benaran, serta badan fisik yang bebas dari tindakan kekerasan. Bagi dia yang memiliki ketiga-tiganya, maka dapat dikatakan bahwa ia telah mengalami kelahiran yang suci. Tanpa ketiga faktor itu, maka semua praktek spiritual menjadi tak ada manfaatnya. Agar dapat memperoleh kualitas-kualitas seperti itu, engkau harus berdoa secara sungguh-sungguh. Sadarilah bahwa Divine terdapat di dalam dirimu. Kehidupan ini telah diberikan kepadamu untuk menyadari bliss abadi melalui pemanfaatan yang benar atas badan fisik, mind, intellect (buddhi) serta inner motivator (Tuhan). Engkau perlu memupuk kebijaksanaan untuk dapat menjalani kehidupan yang dilandasi oleh cinta-kasih terhadap Sang Ilahi.

- Divine Discourse, February 13, 1997.

Monday, April 7, 2008

Sai Inspires 7th April 2008 ( How can we raise ourselves spiritually?)

Only your actions are yours. Today there is no harmony between deeds and your words. Your writings have no relation to your real experience. Hence, you are unable to experience real bliss. It is better to act than to speak. Speech is easy; practice is difficult. There is real sadhana (spiritual progress) only when you practice what you profess. There must be complete harmony between thought, word and deed. The ancients proclaimed this supreme quality as Thrikarana Suddhi (triple harmony and purity). Where there is divergence between thought, word and deed, the ancient scriptures declare that it is evil. The triple harmony is the mark of high souled beings.

Hanya perbuatanmu sajalah yang merupakan milikmu. Dewasa ini telah terjadi disharmoni antara perbuatan dan ucapan-ucapanmu. Tulisan-tulisanmu sama sekali tidak ada keterkaitannya dengan pengalamanmu yang sebenarnya. Itulah sebabnya, engkau tidak bisa merasakan bliss yang sejati. Adalah jauh lebih baik bilamana engkau bertindak daripada hanya sekedar berbicara saja. Speech (ucapan-ucapan) jauh lebih mudah dibandingkan dengan praktek. Kemajuan sadhana hanya akan bisa tercapai bila engkau mempraktekkan hal-hal yang telah engkau nyatakan. Antara pikiran, ucapan dan perbuatan haruslah terdapat keharmonisan utuh. Para leluhur kita memproklamirkan kualitas mulia ini sebagai Thrikarana Suddhi (trinitas harmoni dan purity). Kitab-kitab kuno memberi label 'evil' (jahat) bilamana terjadi penyimpangan antara pikiran, ucapan dan perbuatan. Trinitas harmoni merupakan identitas jiwa yang nan luhur.

- Divine Discourse, February 13, 1997.

Sunday, April 6, 2008

Sai Inspires 6th April 2008 ( How carefully should we treat our present?)

It requires all the strength one can collect to carry a load up-hill. The gear, the accelerator, has both to operate to haul a car up a steep. The Guru who taught you cannot do anything to haul it; he can only guide. The control of the senses, changing the mode of life, the habits of thought, has to be done by you. The senses say, "Why struggle? Eat, drink and be merry, while you can," but, the Guru says, "Death lands on you without notice; overcome its fear now, before he calls. Now is the true friend; yesterday has deceived you and gone; tomorrow is a doubtful visitor. Today is the fastest friend; hold fast to it."

Untuk menarik beban dalam perjalanan menanjak ke atas bukit, maka diperlukan pengerahan tenaga yang semaksimal mungkin. Semua gigi-gigi roda dan mesin harus bekerja keras untuk menaikkan mobil di atas jalan yang curam. Guru yang mengajarimu tidak bisa berbuat apa-apa untuk membawamu ke atas; beliau hanya bisa menjadi seorang penunjuk jalan. Pengendalian panca indera, merubah gaya hidup dan kebiasaan berpikiran - semuanya itu haruslah dilakukan oleh dirimu sendiri. Panca indera mungkin akan menghasutmu, "Mengapa engkau bersusah-payah? Makanlah, minumlah dan bergembiralah selagi engkau masih bisa," akan tetapi Guru akan berkata yang sebaliknya, "Kematian akan menjemputmu tanpa pemberitahuan terlebih dahulu; atasilah rasa takut itu sekarang juga sebelum Dewa Yama (dewa kematian) mengetuk pintumu. Saat sekarang ini adalah sahabat yang sejati; sebab hari kemarin sudah mengelabuimu dan sirna; sedangkan hari esok masih merupakan pengunjung yang belum pasti. Hari ini adalah sahabat yang paling cepat (berlalu); oleh sebab itu berpeganglah secara erat terhadapnya."

- Divine Discourse, February 6, 1963.

Sai Inspires 5th April 2008 ( How can we control our mind?)

Assign to your mind the task of serving the Lord and it will grow tame. You do not hand over to the goldsmith an ornament that is beautiful, only one that is broken and needs repairs or perhaps has gone out of fashion. So, too, give the Lord your mind. It certainly needs repair, if not complete reconstruction.

Tugaskanlah mind-mu untuk melakukan tugas pelayanan kepada Tuhan, maka dengan demikian, ia akan menjadi jinak. Sebagai contoh, engkau tentunya tidak menyerahkan perhiasanmu yang masih bagus kepada tukang emas bukan? Hanya perhiasan yang sudah rusak dan perlu perbaikan atau yang sudah ketinggalan zaman sajalah yang diberikan kepadanya. Nah, demikian pula, berikanlah kepada Tuhan mind yang memang sudah saatnya diperbaiki atau direkonstruski ulang secara total.

- Sathya Sai Speaks, Vol. 3, Pg. 10.

Friday, April 4, 2008

Sai Inspires 4th April 2008 ( How can we truly raise our standard of living?)

The educational system must be based on the four principles of Truth, Righteousness, Peace and Love. But, this has not happened. Therefore, we find it burdened with problems. It is full of conflict and confusion. Humility, detachment, discrimination, eagerness to serve others, reverence, renunciation - such virtues are absent among the educated. No one is prepared to give up; every one is anxious to grab. A garland can be made only when we have flowers, thread and needle. A system of education needs intelligence (flowers), devotion (thread) and the spirit of renunciation and service (needle) to become beneficial. Raising the standard of living must also mean raising ethical, moral and spiritual standards. Then only can education lead to progress in human values and harmony in social life.

Sistem pendidikan haruslah didasari oleh empat prinsip utama, yakni: Kebenaran, Kebajikan, Kedamaian dan Cinta-kasih. Akan tetapi sayangnya, hal itu tidaklah terjadi dewasa ini. Itulah sebabnya, kita melihat bahwa sistem pendidikan di zaman sekarang terbebani oleh banyak persoalan yang penuh dengan konflik dan kebingungan. Nilai-nilai seperti kerendahan hati, ketidak-melekatan, kemampuan membedakan antara yang benar dan salah, keinginan untuk melayani, sikap hormat - semuanya itu telah hilang dari sitem pendidikan kita. Tak ada seorangpun yang siap untuk melepaskan (harta keduniawian); yang justru terjadi adalah orang-orang menjadi semakin serakah. Sebuah kalungan bunga hanya bisa terjadi jikalau kita mempunyai bunga, benang dan jarum. Sistem pendidikan saat ini membutuhkan intelligence (kepintaran) sebagai bunganya, devotion (bhakti) sebagai benang dan semangat pelepasan dan pelayanan sebagai jarumnya - semuanya itu diperlukan agar pendidikan betul-betul membuahkan manfaatnya. Meningkatkan derajat kehidupan juga membutuhkan peningkatan standar etika, moral dan spiritual. Hanya dengan demikianlah, maka pendidikan akan menghasilkan kemajuan dalam nilai-nilai kemanusiaan dan keharmonisan dalam kehidupan sosial.

- Divine Discourse, March 8, 1981.

Thursday, April 3, 2008

Sai Inspires 3rd April 2008 (our primary duties and the way to realise the Divine)

God can be known only by experience and not by experiments. Saadhana is needed for this purpose. People who are engaged in exploring space do not make the slightest effort to explore the Divine within them. Of what use are experiments aimed at exploring space, while there is no genuine cultivation of human qualities, and the practice of such basic virtues as showing reverence for the mother, the father and the preceptor? Every educated person should engage himself or herself in selfless service to society, with humility and a pure heart; one should live up to the motto - "Help ever - hurt never."

Tuhan hanya bisa dikenali melalui pengalaman dan bukan berdasarkan hasil coba-coba (eksperimen). Untuk itu, dibutuhkan Saadhana. Mereka yang getol untuk melakukan eksplorasi ruang angkasa sama sekali tidak berminat untuk menyelidiki Divine yang terdapat di dalam dirinya sendiri. Apalah gunanya bereksperimen serta bereksplorasi ke ruang angkasa, bilamana dirimu tidak melakukan upaya tulus untuk memupuk nilai-nilai kemanusiaan serta mempraktekkan kualitas-kualitas luhur seperti: menghormati ibu, bapak dan guru? Setiap orang yang terdidik seharusnya melibatkan dirinya dalam praktek pelayanan tanpa pamrih terhadap masyarakat, dengan didasari oleh kerendahan dan kemurnian hati. Jadikanlah motto "Help ever, Hurt never" sebagai pedoman hidupmu.

- Divine Discourse, June 5, 1994.

Wednesday, April 2, 2008

Sai Inspires 2nd April 2008 ( What is real love and how can we practise it in our daily lives?)

The Prema thathva (Love Principle) is within you. What you are practicing now as love is not real love; it is only affection out of Anuraaga (attachment to the body). Real love is unchanging. The feeling of love to the Divine is real devotion emanating from the heart...You should do this with purity of heart. The greatest sadhana (spiritual practice) is chanting the Name of the Lord and serving one’s fellow beings, who are the embodiments of the same Aathma (Self) that is in you.

Ketahuilah bahwa prinsip cinta-kasih (Prema Thathva) terdapat di dalam dirimu sendiri. Jenis cinta-kasih yang engkau praktekkan setiap hari bukanlah cinta-kasih yang sejati; ia hanyalah merupakan kasih-sayang yang dilandasi oleh Anuraaga (kemelekatan terhadap badan jasmani). Cinta-kasih sejati tidak mengalami perubahan. Perasaan penuh cinta-kasih terhadap Divine adalah jenis bhakti sejati yang bersumber dari dalam hati... Cintailah dengan hati yang murni. Sadhana tertinggi adalah melakukan chanting nama-nama Tuhan dan memberikan pelayanan kepada sesama manusia - yang tiada lain adalah perwujudan Aathma yang sama dengan dirimu.

- Divine Discourse, July 8, 1995.

Tuesday, April 1, 2008

Sai Inspires 1st April 2008 ( What is the only virtue we need to cultivate?)

Be lamps of love. That contains all. Then, there is no need for japam or thapas (meditation or chanting). Loving service of others (who are forms assumed by the Divine) will provide you the Grace of God. Therefore, resolve today to enshrine love in your heart, to cultivate it; make it Universal, free from selfish desire. Become Premaswaruupa, embodiments of Love.

Jadilah lentera cinta-kasih yang mengayomi semuanya. Dengan demikian, engkau tidak membutuhkan lagi japam maupun thapas (meditasi ataupun pelafalan nama-nama Tuhan). Pelayanan secara penuh cinta-kasih terhadap semuanya (yang merupakan perwujudan Tuhan) akan membekalimu dengan rahmat Ilahi. Oleh sebab itu, mulai hari ini, bulatkanlah tekadmu untuk menyalakan dan mempertahankan pelita cinta-kasih di dalam hatimu serta membebaskannya dari keinginan-keinginan congkak. Jadilah Premaswaruupa, perwujudan cinta-kasih.

- Divine Discourse, November 20, 1970.