In order              to deserve the sacred name, seva (service), the activity              must be freed from all attachment to the self, and based on firm              faith in the Divine resident in every being. Seva has to be              considered as worshipping the form that God has assumed to give the              sevak (volunteer) the chance of worship. When a hungry              nara (person) is served a hearty meal, what is being done              is Narayana Seva (service to God) , for, nara              (man) is only 'a form and a name' projected by maya (human              ignorance) on Narayana (God). 
Supaya              patut menyandang nama yang suci, yaitu seva (pelayanan), kegiatan              yang dilakukan haruslah terbebas dari segala macam keterikatan              kepada diri sendiri, dan berlandaskan pada keyakinan yang kokoh pada              Tuhan yang bersemayam di dalam diri setiap makhluk hidup. Seva harus dianggap sebagai              pemujaan pada wujud yang telah diberikan oleh Tuhan kepada sevak (sukarelawan) yang              mendapat kesempatan untuk melakukan pemujaan. Ketika kepada nara (orang)              yang lapar dihidangkan makanan dengan sepenuh hati, sebenarnya apa              yang terjadi adalah Narayana              Seva (pelayanan kepada Tuhan), karena, nara (manusia) hanyalah              ‘suatu wujud dan sebuah nama’ yang dibangun oleh maya (ketidaktahuan manusia)              akan Narayana              (Tuhan). 
- Divine Discourse,              Nov 21, 1986.
 
 
No comments:
Post a Comment